Setiap periode pemerintahan pasti punya tantangannya masing-masing. Jika persoalannya adalah kemiskinan, korupsi, kemiskinan yang diakibatkan oleh korupsi para pejabat, kemudian pengkhianatan, atau bahkan gerakan separatis, maka itu sudah menjadi gejala yang mafhum ditemui setiap kepala negara.
Tapi, kali ini berbeda. Pandemi, pagebluk, atau apapun itu, merupakan persoalan yang tidak setiap pemerintahan akan menemuinya. Karena sifatnya yang unpredictable, maka pandemi tidak masuk dalam bahasan debat politisi. (Tentu sangat disayangkan, manakala pepatah “sedia payung sebelum hujan” hanya berhenti sebagai sebuah pepatah)
Karenanya, cukup maklum jika Presiden Jokowi (dan pemimpin negara-negara lain tentunya) terlihat kepayahan menyikapi pandemi Covid-19 ini. Nyaris setahun kita hidup bersama virus corona.
Berbagai kebijakan pun sudah ditempuh, tapi kita nyatanya belum cukup mampu mengatasi persoalan wabah yang memulai debutnya di Wuhan, China, akhir 2019 lalu. Sejuta lebih kasus di Indonesia tentu saja bukan angka yang sedikit.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak efektif dalam membendung pandemi Corona.
Ya, seperti diketahui, Jokowi secara blak-blakan menunjukkan kekecewaannya bahwa PPKM terbukti tidak efektif. Menurutnya, implementasi PPKM tidak tegas dan tidak konsisten.
“Saya ingin menyampaikan yang berkaitan dengan PPKM tanggal 11 Januari-25 Januari. Kita harus ngomong apa adanya, ini tidak efektif. Mobilitas masih tinggi karena indeks mobility-nya ada. Di beberapa provinsi, COVID-nya masih naik,” kata Jokowi saat rapat terbatas di Istana Bogor pada Jumat (29/1).
Dan, sebagai alternatifnya, Presiden Jokowi sekarang mengarahkan pembatasan yang lebih mikro. Arahan ini disampaikan saat rapat terbatas terkait penanganan COVID-19 di Istana Kepresidenan, Rabu (3/2/2021).
Menko Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto serta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkap arahan Presiden Jokowi itu.
“Dalam ratas tadi, arahan Bapak Presiden agar penanganan COVID dilakukan secara lebih efektif dan tentu saja itu dapat dilakukan dengan optimalisasi dengan efektivitas daripada pembatasan kegiatan masyarakat. Dan arahan Bapak Presiden adalah pendekatannya berbasis mikro atau di tingkat lokal, mulai tingkat desa, kampung, RT dan RW,” kata Airlangga dalam jumpa pers, seperti dikutip detik.com.
Selain itu, Airlangga juga menuturkan pembatasan itu akan melibatkan Satgas Corona dari tingkat pusat hingga tingkat terkecil. Penegakan disiplin masyarakat ini melibatkan aparat.
“Pelibatan Babinsa, Bhabinkamtibmas, Satpol PP, hingga operasi yustisi TNI dan Polri dilakukan bukan hanya penegakan hukum tapi juga untuk tracing,” ujarnya.
Airlangga memastikan kebutuhan masyarakat akan tetap diperhatikan secara mikro. Pemerintah akan mengkonsentrasikan ke 98 daerah yang saat ini menjalankan PPKM.
Lebih jauh, menurut Airlangga, Jokowi kembali mengingatkan bahwa kunci penanganan COVID-19 adalah 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Maka dari itu, Jokowi meminta ada standardisasi masker.
Baca Juga, Hadis Nabi Tentang 3M
“Dan untuk masker itu, Bapak Presiden meminta bahwa ada standardisasinya sehingga masker yang digunakan masyarakat untuk memenuhi standar kesehatan sehingga tentu maskernya kan juga efektif digunakan dan juga mendorong testing, tracing, dan tracking,” kata dia.
Bahkan, Jokowi dikabarkan akan menerbitkan instruksi presiden (inpres) terkait aplikasi PeduliLindungi. Inpres tersebut sebagai payung hukum penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk tracing digital.
“Bapak Presiden akan mempersiapkan instruksi presiden (inpres) sehingga program PeduliLindungi bisa digunakan sehingga bisa efektif mengontrol mereka yang terpapar secara digital,” pungkasnya.
Yok bisa yok…