Tradisi Ulama: Saling Memuji Meskipun Berbeda Pendapat

Tradisi Ulama: Saling Memuji Meskipun Berbeda Pendapat

Berbeda pendapat tak menghalangi para ulama untuk saling memuji. Hal ini dicontohkan oleh Imam Malik dan Abu Hanifah.

Tradisi Ulama: Saling Memuji Meskipun Berbeda Pendapat
Ilustrasi seorang syekh sufi yang mengajari para muridnya.

Akhir-akhir ini kita melihat peristiwa yang kurang mengenakkan di hati. Beberapa orang yang berbeda, baik berbeda pilihan politik, berbeda pendapat dan lain sebagainya saling mencaci dan menjelekkan, bahkan beberapa di antara mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai ulama.

Padahal, para ulama masa lalu telah banyak mencontohkan keakraban, kerukunan dan keharmonisan walaupun mereka memiliki pendapat dan prinsip yang berbeda. Hal ini dicontohkan oleh Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Keduanya adalah Imam Mazhab. Yang pertama adalah pendiri mazhab Maliki, sedangkan yang kedua adalah pendiri mazhab Hanafi.

Suatu hari Imam al-Laits bin Sa’ad bertemu dengan Imam Malik dan mendapatkan pelajaran berharga darinya. Imam al-Laits bin Sa’ad berkata, “Saya bertemu dengan Imam Malik, saya berkata kepadanya: Saya lihat engkau mengusap keringat dari alis matamu?”

“Saya merasa tidak punya apa-apa ketika bersama Abu Hanifah, sesungguhnya ia benar-benar ahli Fiqh wahai orang Mesir (Imam al-Laits),” jawab Imam Malik.

Setelah bertemu dengan Imam Malik, Imam al-Laits kemudian menemui Imam Abu Hanifah. Ia menceritakan ucapan pujian Imam Malik kepadanya, “Bagus sekali ucapan Imam Malik terhadap anda.”

Imam Hanafi menjawab, “Demi Allah, saya belum pernah melihat orang yang lebih cepat memberikan jawaban yang benar dan zuhud serta sempurna melebihi Imam Malik”.

Beginilah sikap para ulama salaf, mereka saling memuji, bukan saling mencaci walaupun mereka berbeda.

Wallahu A’lam.