Musuh satu kebanyakan, teman seribu terlalu sedikit. Begitu ungkapan mengenai pertemanan yang sering kita dengar. Betapa pentingnya teman atau sahabat dalam hidup seseorang, hingga beberapa ulama menuliskan tips berteman dan siapa saja yang layak untuk dijadikan teman.
Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari menulis tentang tips bertemn dan orang yang pantas dijadikan sahabat dalam kitabnya yang legendaris, Al-Hikam. Bagaimana tipsnya?
“Jangan kau temani orang yang keadaannya tidak membuatmu bersemangat dan ucapannya tidak membimbingmu ke jalan Allah.”
Baca juga: Jika Kamu Berteman dengan Agama Berbeda
Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam memilih teman adalah menghindari teman yang membuat keadaan kita tidak semangat serta ucapannya tidak membimbing ke jalan Allah. Ibnu ‘Athaillah menyebut bahwa orang seperti ini sekalipun ahli ibadah atau zuhud dianggap tidak membawa manfaat.
Seperti dalam contoh, ada orang yang memiliki tekad tinggi. Dalam keseharian, ia juga bergantung kepada Allah. Segala kebutuhannya disandarkan kepada Allah bukan kepada makhluk. Baginya, dirinya tampak begitu rendah. Orang-orang ini, oleh Syekh Ibnu ‘Athaillah disebut sebagai orang arif yang mengenal Allah.
Orang-orang yang demikian memang belum termasuk sebagai golongan yang banyak ibadah, bahkan sedikit amalan sunnahnya. Tetapi justru orang-orang seperti ini dapat mendatangkan manfaat, baik dari segi agama maupun dunia.
Lantas bagaimana bergaul dengan orang-orang tidak memiliki sifat-sifat di atas?
Ibnu ‘Athaillah menyarankan agar bergaul secara lahir saja, tidak lebih. Tetapi beliau memberikan catatan bahwa apabila orang tersebut sederajat, maka ia tidak memberikan bahaya apa-apa. Tetapi jika orang tersebut derajatnya masih di bawah kita, Ibnu ‘Athaillah memberikan nasihat berikut:
“Bisa jadi perbuatan burukmu tampak baik di matamu karena persahabatanmu dengan orang yang lebih buruk dari pada dirimu.”
Maksud dari ungkapan di atas adalah berteman dengan orang yang kualitas kebaikannya di bawah kita merupakan sesuatu yang berbahaya. Hal ini dikarenakan dapat menyamarkan aib dan kekurangan kita.
Menurut Ibnu ‘Athaillah, hal tersebut dapat menyebabkan seseorang memandang dirinya baik dan bangga terhadap amalan-amalannya. Bangga dan puas terhadap kebaikan serta amal diri sendiri adalah pangkal keburukan.
Pertemanan dengan orang arif
Pertemanan dengan orang yang arif ada dua, pertama pertemanan karena keinginan dan kedua pertemanan karena mengharap berkah. Pertemanan karena keinginan mengharuskan seseorang untuk memenuhi syarat-syarat yang ada.
Sementara pertemanan karena mengharap berkah adalah bagaikan masuk ke suatu kelompok dan berpakaian seperti kelompok itu. Dalam hal ini seseorang berpegang teguh pada syariat dan harus mengerti batasan-batasannya. Dari pertemanan seperti ini, diharapkan akan mendapat berkah kaum tersebut dan bisa sampai pada maqam yang telah dicapai.
Ketentuan-ketentuan di atas bukan merupakan suatu kewajiban, tapi merupakan anjuran. Oleh karena itu diperlukan ketelitian dalam memilih teman.
Baca juga: Parenting Islami: Anakku Bertanya, Boleh Nggak Berteman dengan Non-Muslim?
Menentukan kebaikan orang di bawah atau di atas tidak bisa serta-merta dilakukan generalisasi. Seperti orang yang buruk dalam hal agamanya belum tentu buruk dalam hal sosialnya, begitupun sebaliknya.
Dalam sebuah syair Imam Ali berkata:
- Janganlah berteman dengan orang yang bodoh karena akan membuat engkau dan di celaka.
- Berapa banyak orang bodoh yang telah merusak orang bijak ketika berteman dengannya.
- Seseorang akan disamakan dengan seseorang yang lain, jika dia selalu bersama dengannya.
- Seperti sepasang sandal, apabila sandal itu dijajarkan.
- Antara sesuatu dengan sesuatu yang lainnya, terdapat persamaan dan kerserupaan saat bersanding dengannya.
- Antara hati dengan hati yang lainnya terdapat getaran saat berjumpa.
Begitulah beberapa ulama memberikan wejangan mengenai tips berteman. Karena teman salah satu yang menentukan kualitas hidup kita. Wallahu ‘alamu bi showab. (AN)