Kewajiban menuntut ilmu adalah hal yang maklum dalam agama Islam. Umat islam dari kalangan laki-laki maupun perempuan wajib hukumnya menuntut ilmu, terkhusus ilmu syariat. Karena tanpa ilmu, apalah gunanya ibadah seseorang. Hal ini sebagaimana disebutkan Imam Ibnu Ruslan dalam matan Zubad:
وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ # أَعْمَالُهُ مَرْدُودَةٌ لَا تُقْبَلُ
“Setiap orang yang beramal tanpa disertai ilmu # maka amalnya ditolak alias tidak diterima.”
Dalam menuntut ilmu, pastinya seseorang memiliki niat tersendiri. Oke, sebut saja bahwa semua hal yang berkaitan dengan proses menimba ilmu, entah itu sekolah umum maupun pondok pesantren, baik pesantren salafiyah maupun modern adalah sama.
Niat dalam menuntut ilmu sangat diperlukan, hal ini karena menuntut ilmu adalah pekerjaan yang sangat mulia, maka harus diiringi dengan niat yang mulia pula. Sebagaimana termaktub dalam kitab Arba’in Nawawi:
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
“Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab Ra, berkata, “Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan. tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya. karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
Dalam kitab Bidayatul Hidayah Imam al-Ghazali menjelaskan 3 macam orang dalam menuntut ilmu.
Pertama, seseorang menuntut ilmu supaya mendapatkan bekal agar ia sampai ke negeri akhirat, dan tidak memiliki niat kecuali lillahi ta’ala dan akhirat. Maka golongan ini disebut sebagai al-Faizin atau orang-orang yang menang.
Kedua, seseorang menuntut ilmu untuk kehidupan dunianya, sehingga ia memperoleh kemuliaan, kedudukan, dan harta. Ia tahu dan sadar bahwa keadaannya lemah dan niatnya hina. Orang ini termasuk dalam kelompok mukhotirin (orang yang mendekatkan dirinya kepada kehancuran).
Apabila orang ini meninggal dunia sebelum bertobat, dikhawatirkan ia meninggal dalam keadaan su’ul khotimah. Namun apabila ia sempat bertobat sebelum ajal menjemputnya kemudian mengamalkan ilmunya serta menutupi kekurangan yang ada, maka ia termasuk dalam golongan al-Faizin seperti golongan pertama. Kenapa bisa demikian, karena orang yang bertobat seperti orang yang tak berdosa sama sekali.
Ketiga, seseorang yang terpedaya oleh setan. Ia gunakan ilmunya untuk memperbanyak harta, berbangga dengan kedudukannya dan menyombongkan diri dengan banyaknya pengikut. Ilmunya menjadi pijakan baginya untuk meraih dunia. Selain itu, ia mengira bahwa dirinya memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah Swt. karena kepiawaiannya dalam berbicara. Cara berpakaiannya memang menyerupai ulama, padahal ia sangat tamak terhadap dunia, baik secara dzahir maupun batin.
Golongan terakhir ini termasuk golongan yang binasa, dan orang-orang bodoh yang tertipu. Ia tak bisa diharapkan bertobat karena ia tetap beranggapan bahwa dirinya termasuk orang-orang yang melakukan kebaikan. Ia lalai dari firman Allah Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (Q.S. As-Shaf: 2).
Imam al-Ghazali memberi nasihat supaya kita menjadi golongan yang pertama. Dan menghindarkan diri dari golongan yang kedua, karena berapa banyak orang yang menunda taubatnya, ternyata ajalnya lebih dulu menjemputnya sehingga ia merugi. Terlebih, jangan sampai menjadi golongan yang ketiga. Karena selain tidak bisa hidup bahagia, ia akan binasa.
Semoga kita dapat menjadi penuntut ilmu yang memiliki niat baik lillahi ta’la, agar segala usaha dan jerih payah kita dalam belajar tidak sia-sia.
Wallahu A’lam.