Tiga Ilmu Pengetahuan yang Terkandung dalam Al-Qur’an

Tiga Ilmu Pengetahuan yang Terkandung dalam Al-Qur’an

Tiga Ilmu Pengetahuan yang Terkandung dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw yang mengandung berbagai macam ilmu pengetahuan. Sebagaimana dikutip Imam Fakhruddin Ar-Razi, bahwa seorang ahli tafsir telah berkata, “Al-Qur’an adalah pokok dan sumber dari segala macam ilmu pengetahuan, baik yang berhubungan dengan masalah keduniaan maupun yang berhubungan dengan masalah akhirat.”

Pertanyaannya kemudian, ada berapa banyak ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al-Qur’an?

Secara garis besar, ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian:

Pertama, ilmu tauhid yaitu ilmu yang berkaitan dengan kepercayaan. Seperti percaya kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

وَإِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ

Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. (Q.S. Al-Baqarah: 163).

Percaya kepada Malaikat, sebagaimana firman-Nya:

مَن كَانَ عَدُوّٗا لِّلَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَجِبۡرِيلَ وَمِيكَىٰلَ فَإِنَّ ٱللَّهَ عَدُوّٞ لِّلۡكَٰفِرِينَ

Barangsiapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir. (Q.S. Al-Baqarah: 98).

Percaya kepada kitab, sebagaimana firman-Nya:

ٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَٰهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ يَتۡلُونَهُۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦٓ أُوْلَٰٓئِكَ يُؤۡمِنُونَ بِهِۦۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ

Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya. Dan barangsiapa ingkar kepadanya, mereka itulah orang-orang yang rugi. (Q.S. Al-Baqarah: 121)

Percaya kepada Rasul, sebagaimana firman-Nya:

رُّسُلٗا مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةُۢ بَعۡدَ ٱلرُّسُلِۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمٗا

Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Q.S. An-Nisa’: 165).

Percaya kepada hari akhir, sebagaimana firman-Nya:

فَكَيۡفَ إِذَا جَمَعۡنَٰهُمۡ لِيَوۡمٖ لَّا رَيۡبَ فِيهِ وَوُفِّيَتۡ كُلُّ نَفۡسٖ مَّا كَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ

Bagaimana jika (nanti) mereka Kami kumpulkan pada hari (Kiamat) yang tidak diragukan terjadinya dan kepada setiap jiwa diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya dan mereka tidak dizhalimi (dirugikan)? (Q.S. Ali Imran: 25).

Percaya kepada Qadha dan Qadar, sebagaimana firman-Nya:

أَلَمۡ تَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِي ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِۚ إِنَّ ذَٰلِكَ فِي كِتَٰبٍۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ

Tidakkah engkau tahu bahwa Allah mengetahui apa yang di langit dan di bumi? Sungguh, yang demikian itu sudah terdapat dalam sebuah Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demiki-an itu sangat mudah bagi Allah. (Q.S. Al-Hajj: 70).

Kedua, ilmu fikih yaitu ilmu yang membahas tentang prinsip-prinsip ibadah kepada Allah Swt. Seperti kewajiban shalat dan zakat, sebagaimana firman-Nya:

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk. (Q.S. Al-Baqarah: 43).

Kewajiban berpuasa, sebagaimana firman-Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah: 183).

Berangkat haji bagi yang mampu, sebagaimana firman-Nya:

وَأَذِّن فِي ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَجِّ يَأۡتُوكَ رِجَالٗا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٖ يَأۡتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٖ

Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh. (Q.S. Al-Hajj: 27).

Ketiga, ilmu tasawuf yaitu ilmu yang berkaitan dengan jiwa atau batin, kebaikan budi pekerti dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia. Sebagaimana firman-Nya:

وَمَا كَانَ ٱلنَّاسُ إِلَّآ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ فَٱخۡتَلَفُواْۚ وَلَوۡلَا كَلِمَةٞ سَبَقَتۡ مِن رَّبِّكَ لَقُضِيَ بَيۡنَهُمۡ فِيمَا فِيهِ يَخۡتَلِفُونَ

Dan manusia itu dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidak karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu, pastilah telah diberi keputusan (di dunia) di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan. (Q.S Yunus: 19).

Agaknya ketiga ilmu yang telah disebutkan di atas harus dipahami dan dipelajari serta diamalkan oleh setiap umat Islam dengan sebenar-benarnya. Di samping itu, berdiri atau tidaknya agama seseorang tergantung pada tiga ilmu tersebut yaitu ilmu tauhid (iman), ilmu fikih (Islam), ilmu tasawuf (Ihsan). Meskipun ketiganya merupakan ilmu yang berbeda namun ketiganya saling berkaitan satu sama lain, sehingga tidak elok jika hanya fanatik dan mempelajari satu ilmu saja.

Dalam sebuah kaul ulama, yang termaktub dalam kitab al-Futuhat al-Ilahyah, menyebutkan:

مَنْ تَصَوَّفَ وَلَمْ يَتَفَقَّهْ فَقَدْ تَزَنْدَقَ، وَمَنْ تَفَقَّهَ وَلَمْ يَتَصَوَّفْ فَقَدْ تَفَسَّقَ، وَمَنْ جَمَعَ بَيْنَهُمَا فَقَدْ تَحَقَّقَ

“Siapa yang bertasawuf tanpa (mengamalkan) ilmu fikih, maka dia disebut zindiq (orang yang pura-pura beriman), dan siapa yang mendalami ilmu fikih tanpa bertasawuf maka dia disebut fasiq. Barangsiapa yang menyeimbangkan antara keduanya maka dialah ahli hakekat yang sesungguhnya.” (AN)

Wallahu A’lam