Tiga Alasan Penggalangan Dana Pembangunan Masjid yang Dilakukan di Jalan Raya Sebaiknya Dihentikan

Tiga Alasan Penggalangan Dana Pembangunan Masjid yang Dilakukan di Jalan Raya Sebaiknya Dihentikan

Mengapa penggalangan dana pembangunan atau renovasi masjid yang dilakukan di jalan raya itu sebaiknya dihentikan?

Tiga Alasan Penggalangan Dana Pembangunan Masjid yang Dilakukan di Jalan Raya Sebaiknya Dihentikan
Salah satu potret penggalangan dana pembangunan atau masjid yang dilakukan di jalan raya.

Libur Hari Raya Idul Fitri telah usai. Para perantau yang pulang kampung juga telah kembali dari kampung halamannya, termasuk saya. Pada libur Hari Raya tahun ini, saya memutuskan untuk mudik dan balik menggunakan moda transportasi sepeda motor. Jalur pantura menjadi rute yang saya pilih untuk menempuh perjalanan ke dan dari kampung halaman.

Selain pemandangan pantai utara Pulau Jawa, hal lain yang menyita perhatian saya selama perjalanan adalah fenomena penggalangan dana pembangunan atau renovasi masjid di beberapa ruas Jalan Nasional I itu. Fenomena yang cukup membuat saya terheran-heran, sudah tahun 2023, kok masih ada umat muslim yang mempertahankan cara lama yang sebenarnya tidak efisien dan bisa mencelakai dirinya itu?

Pro dan Kontra Penggalangan Dana Pembangunan Masjid di Jalan Raya

Fenomena penggalangan dana pembangunan atau renovasi masjid di jalan raya tentu bukan hal baru. Saya pribadi, sejak masih usia belia, sering menjumpainya ketika melintasi jalur pantura di Jawa Timur. Bisa diperkirakan juga hal itu juga terjadi di berbagai daerah lainnya, tidak hanya di jalur pantura.

Seiring berjalannya waktu, keluhan atas fenomena itu mulai bermunculan dari pengguna jalan yang melintas. Tidak hanya dari warga yang non-muslim, mereka yang muslim pun mengeluhkan hal serupa. Alasan yang paling sederhana dari mereka adalah penggalangan dana dengan cara seperti itu menghambat perjalanan mereka. Dengan membuat pos-pos kecil, yang biasanya dibuat dengan meletakkan drum dan kursi untuk tempat duduk, membuat kendaraan yang melintas mau tidak mau harus mengurangi kecepatan. Pada kondisi jalan yang padat, hal itu juga bisa memicu antrian panjang kendaraan karena lajunya yang melambat.

Sebagian orang setuju dengan keluhan itu dan berharap agar penggalangan dana pembangunan atau renovasi masjid di jalan raya dihentikan dan mencari cara yang lainnya. Sebagian yang lain justru membantahnya. Mereka berdalih cara seperti itu justru bisa memudahkan orang-orang yang ingin berinfak untuk pembangunan masjid.

Fenomena yang kemudian merebak dan dianggap oleh sebagian orang sebagai fenomena yang meresahkan itu sampai membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sampang mengeluarkan fatwa haram. Dilansir laman kompas.com, diharamkannya cara itu lantaran yang terjadi adalah jalan yang dilalui menjadi sempit. Artinya, ada hak pengguna jalan yang terambil, dan bisa dikategorikan sebagai perbuatan zalim.

Lebih Banyak Mudlarat Dibandingkan Maslahatnya

Penggalangan dana untuk pembangunan atau renovasi masjid di jalan raya tentu membawa maslahat. Yang paling minimal, pembangunan dan renovasi masjid bisa terlaksana dengan dana yang terkumpul. Umat muslim di sekitar bisa beribadah dengan nyaman, dan pengguna jalan yang melintas memiliki tempat untuk singgah, baik untuk melaksanakan sholat maupun sekedar numpang beristirahat. Mereka yang ingin berinfak juga menjadi lebih gampang menyalurkannya.

Sependek pengalaman saya, poin maslahat yang disebutkan di atas masih relevan jika ditarik ke satu dekade silam, yakni ketika jumlah masjid yang layak di sepanjang jalan raya masih minim. Sehingga, pada saat itu, pembangunan atau renovasi masjid masih diperlukan, dan cara instan seperti menggalang dana di jalan raya seperti itu menurut saya masih bisa dimaklumi. Namun, apa jadinya jika cara itu masih dipertahankan dalam kondisi jumlah masjid yang layak di sepanjang jalan telah banyak bertebaran?

Membangun masjid yang baru di kala masjid yang lama masih memadai tentu sudah bukan lagi bisa disebut sebagai kebutuhan. Pembangunan masjid seakan-akan menjadi ajang kompetisi, semua yang terlibat saling berlomba untuk membangun masjid yang besar, megah, indah, dan mungkin juga instagramable. Karena sudah ngebet membangun masjid yang bagus agar tidak tertinggal dari ‘lawannya’, dan tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial, akhirnya menggalang dana di jalan raya. Sebagian orang menganggap cara ini merendahkan martabat Islam dan bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW yang menyuruh umatnya untuk menjauhi perbuatan meminta-minta.

Oleh karena itu, sebenarnya fenomena penggalangan dan untuk pembangunan atau renovasi masjid lebih banyak mengandung mudlarat dibanding maslahatnya. Belum lagi cara seperti itu juga bertentangan dengan anjuran untuk menyingkirkan gangguan di jalan, serta sangat membahayakan keselataman si penggalang dana maupun pengguna jalan yang melintas.

Mengapa Sebaiknya Dihentikan?

Alasan yang hendak diungkapkan di sini berangkat dari perspektif dari seorang pengguna jalan. Adapun alasan yang menggunakan perspektif hukum Islam pernah diulas dalam kajian yang dilakukan oleh Moh. Cholid Wardi (2012). Dengan cukup rinci, Cholid meninjau fenomena itu melalui kajian Al-Qur`an, Hadis, Ushul Fikih, dan Kaidah Fikih. Ia menyimpulkan bahwa penggalangan dana dengan cara memperlambat laju kendaraan di jalan raya itu hukumnya Haram li sadd adz-dzari’ah atau diharamkan untuk mencegah timbulnya kemudlaratan.

Sementara itu, berdasarkan perspektif dari pengguna jalan, ada tiga alasan penggalangan dana pembangunan atau renovasi masjid yang dilakukan di jalan raya itu sebaiknya dihentikan.

Pertama, membahayakan keselamatan. Seperti yang telah banyak disinggung sebelumnya, alasan yang sering diutarakan adalah perihal keselamatan. Perlu diketahui, kondisi jalan saat ini relatif lebar dan mulus, setidaknya itu yang saya jumpai sepanjang perjalanan arus mudik dan balik beberapa waktu lalu. Kondisi jalan seperti itu membuat pengendara cenderung memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Syukur jika pengendara selalu waspada dan kondisi kendaraan prima. Namun, apa jadinya jika pengendara tidak waspada dan kondisi kendaraan bapuk? Belum lagi kendaraan besar seperti truk dengan muatan berat yang tentunya membutuhkan waktu dan jarak yang cukup untuk melakukan pengereman.

Kedua, mengganggu kenyamanan. Sebelum menjumpai fenomena penggalangan dana pembangunan atau renovasi masjid yang terdapat di beberapa ruas jalur Pantura Surabaya-Jakarta, saya menjumpai fenomena yang sama ketika menyusuri ruas jalur Pantura Surabaya-Banyuwangi. Di ruas itu, masih banyak jalanan yang hanya terdiri atas dua lajur, dan para penggalang dana berada di marka jalan yang memisahkan dua arah berlawanan. Mau tidak mau, pengendara yang melintas, termasuk saya, harus memperlambat laju kendaraan. Bahkan, sempat terjadi antrian yang mengular cukup panjang.

Situasi berbeda saya jumpai di ruas jalur Pantura Surabaya-Jakarta, tepatnya di sepanjang ruas jalur Pantura Jawa Barat. Di jalanan yang terdiri atas empat lajur (masing-masing arah dua lajur), para penggalang dana dengan berani dan nekat menutup satu lajur di masing-masing arah. Tentunya hal seperti itu menyebabkan penyempitan jalan, yang semula dua lajur menjadi hanya satu lajur. Bisa dibayangkan saat kondisi lalu lintas yang padat, seberapa panjang antrian yang akan terjadi.

Ketiga, tidak efektif. Saya bisa mengatakan bahwa penggalangan dana di jalan raya tidak efektif lantaran pengendara cenderung berkonsentrasi pada perjalanan ketika kondisi kendaraan masih melaju. Sekalipun ada yang sempat merogoh kocek untuk diinfakkan, nominalnya cenderung kecil. Sehingga dana yang terkumpul mungkin hanya setara dengan pengeluaran untuk membeli kopi dan makanan untuk petugas penggalang dana yang berjaga.

Saya pribadi sebagai sesama muslim dan pengguna jalan tentu sangat berharap para penggalang dana untuk menghentikan cara seperti itu. Apalagi ketika pembangunan atau renovasi masjid bukanlah hal yang mendesak. Karena, seperti yang telah disampaikan, bahwa penggalangan dana di jalan raya lebih banyak mudlarat ketimbang maslahatnya.

[NH]