Terkait Konten Dakwah Judgemental, Saran Habib Nabiel al-Musawa: Perbanyak Jalan-jalan

Terkait Konten Dakwah Judgemental, Saran Habib Nabiel al-Musawa: Perbanyak Jalan-jalan

“Mudahnya kita menjudge, mudahnya kita memvonis, tadi saya katakan, kurang jalan-jalan dalam kitab, selain itu, jalan-jalan juga untuk berdakwah di berbagai daerah,” tutur Habib Nabiel al-Musawa.

Terkait Konten Dakwah Judgemental, Saran Habib Nabiel al-Musawa: Perbanyak Jalan-jalan

Youtube selain berfungsi sebagai wadah menuangkan kreatifitas juga bisa digunakan sebagai sarana dakwah. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya konten dakwah yang menjamur di Youtube. Bahkan sebagian ditemukan konten dakwah yang judgemental. Konten Zavilda TV adalah salah satunya.

Terkait dakwah-dakwah yang judgemental dan menyesat-nyesatkan, Habib Nabiel al-Musawa, yang menjadi pimpinan Majelis Rasulullah turut memberi saran. Menurutnya salah satu cara agar dakwah tidak judgemental adalah memperbanyak jalan-jalan.

“Mudahnya kita menjudge, mudahnya kita memvonis, tadi saya katakan, kurang jalan-jalan dalam kitab, selain itu, jalan-jalan juga untuk berdakwah di berbagai daerah,” tutur Habib Nabiel saat memberikan seminar dalam Halaqah Dai Nasional Milad MUI 47.

Menurut Habib Nabiel banyak jalan-jalan ini penting agar mengerti kondisi kelompok masyarakat yang menjadi objek dakwah (mad’u). Habib Nabiel lalu bercerita pengalamannya berdakwah di salah satu negara bagian Amerika.

Saat pagi hari, Habib Nabiel bertandang ke sebuah masjid untuk melaksanakan ibadah shalat Subuh. Namun ia tidak menemui siapapun. Mengingat waktu subuh akan segera habis, Habib Nabiel kemudian berinisiatif untuk melakukan shalat sendiri. Sayangnya, setelah shalat, para jamaah berbondong-bondong datang ke masjid dan melakukan shalat, padahal waktu subuh terlihat sudah habis, langit pun sudah mulai cerah.

Melihat situasi yang agak janggal, Habib Nabiel kemudian bertanya kepada sang imam. Kakak Habib Mundzir ini bertanya menggunakan bahasa Arab agar jamaah tidak mendengar.

“Ya Imam, ya syekh, limadza tushalli as-subha fi hadzal waqt? (kenapa shalat subuh pada waktu seperti ini),” tanya Habib Nabiel.

Sang imam lalu menjawab, bahwa mereka mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah yang menyebut bahwa waktu shalat subuh itu sudah agar terang meskipun matahari belum terbit.

Habib Nabiel yang penasaran masih terus mencecar pertanyaan, “Mengapa engkau ikut pendapat yang marjuh?”

Imam tersebut menjawab bahwa sebenarnya ia mengetahui bahwa pendapat tersebut marjuh, namun ia mengambil pendapat yang lebih ringan agar muslim di negara bagian tersebut bisa bersama-sama melaksanakan Jamaah Shalat Subuh. Andaikan imam tersebut mengikuti pendapat jumhur, niscaya tidak akan ada yang shalat berjamaah subuh di masjid.

“Nanti pelan-pelan jika mereka sudah faham, akan kami ajak pada pendapat jumhur,” ujar sang imam kepada Habib Nabiel. Jawaban sang imam tersebut membuat Habib Nabiel meneteskan air mata.

“Barakallahu fiik, luar biasa Anda ini,” jawab Habib Nabiel kepada sang imam.

Dari kisah tersebut, Habib Nabiel ingin mengingatkan agar para pendakwah tidak terlalu kaku dalam mendakwahkan agama Islam. Perbanyak jalan-jalan dan melihat kondisi berbagai masyarakat agar bisa berdakwah dengan cara yang ramah dan tidak judgemental.