Terima Gelar Doktor dari UIN Jakarta, Lukman Hakim Saifuddin: Negara Perlu Dikontrol Melalui Nilai Agama

Terima Gelar Doktor dari UIN Jakarta, Lukman Hakim Saifuddin: Negara Perlu Dikontrol Melalui Nilai Agama

Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) menerima gelar Doktor Honoris Causa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Gelar kehormatan itu diberikan karena kiprahnya dalam dalam memperjuangkan moderasi beragama di Indonesia. Semasa menjabat menjadi Menteri Agama, LHS merumuskan program Moderasi Beragama yang sampai saat ini masih dikerjakan Kementerian Agama.

Terima Gelar Doktor dari UIN Jakarta, Lukman Hakim Saifuddin: Negara Perlu Dikontrol Melalui Nilai Agama
Lukman Hakim Saifuddin

Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) menerima gelar Doktor Honoris Causa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Gelar kehormatan itu diberikan karena kiprahnya dalam dalam memperjuangkan moderasi beragama di Indonesia. Semasa menjabat menjadi Menteri Agama, LHS merumuskan program Moderasi Beragama yang sampai saat ini masih dikerjakan Kementerian Agama.

Lukman Hakim Saifuddin, dalam Rakernas Kementerian Agama tahun 2019, menegaskan Moderasi Beragama sangat penting dalam mengelola kehidupan beragama masyarakat Indonesia yang plural dan multikultural. Moderasi Beragama juga sebagai bentuk komitmen bersama dalam menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga negara, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka.

Dalam pidato di Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta, LHS mengatakan relasi negara dan agama di Idnonesia adalah sangat khas dan berbeda dengan negara lain. Ada dua relasi umum yang paling banyak digunakan di berbagai dunia. Pertama, negara dan agama menjadi satu, atau yang dikenal dengan negara berdasar agama tertentu, semisal Arab Saudi, Pakistan, Iran, atau negara vatikan. Kedua, negara yang memisahkan agama dan negara, atau negara sekuler. Negara sama sekali tidak mengurusi keberagamaan masyarakatnya, seperti Amerika, Inggris, dan banyak negara di Eropa.

Indonesia, kata LHS, bukan seperti yang pertama dan kedua. Indonesia memosisikan agama dan negara sebagai satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Negara dan agama seperti dua sisi mata uang: bisa dibedakan, tapi tidak bisa dipisahkan.

Agama dan negara saling membutuhkan, dan saling melengkapi. Negara membutuhkan agama, karena masyarakat dan warga negaranya sangat agamis. Negara tidak bisa berjalan tanpa acuan nilai-nilai agama. Sebaliknya, agama membutuhkan negara, karena pelaksanaan agama butuh pada jaminan perlindungan.

Selain saling membutuhkan, relasi agama dan negara ini juga bersifat check and balance: saling mengimbangi dan mengontrol. Negara dan penyelenggaranya perlu dikontrol melalui nilai-nilai agama, melalui pemuka agama, karena negara ini masyarakatnya agamis. Setiap aparatus negara perlu dipantau terkait nilai-nilai agama. Sebaliknya, agama dan para pemukanya pun perlu juga dikontrol oleh negara, supaya tidak terjadi praktik-praktik mayoritarianisme, di mana yang merasa mayoritas, berprilaku seweneng-wenang, sehingga merugikan kelompok minoritas.