Teks Khutbah Idul Fitri pertama: Hikmah di balik Wabah Corona
الله أَكبَرُ ٩x لاإله إلا الله الله أَكبَرُ، الله أَكبَرُ ولله الحمد
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ بِرَحْمَتِهِ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ، فَعَرَفُوْا أَقْدَارَ مَوَاسِمِ الْخَيْرَاتِ، وَعَمَّرُوْهَا بِالْإِكْثَارِ مِنَ الطَّاعَاتِ، وَخَدَلَ مَنْ شَاءَ بِحِكْمَتِهِ، فَعَمِيَتْ مِنْهُمُ الْقُلُوْبُ وَالْبَصَائِرُ، وَفَرَطُوْا فِى تِلْكَ الْمَوَاسِمِ فَبَاءُوْا بِالْخَسَائِرِ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَقْوَمُ النَّاسِ بِطَاعَةِ رَبِّهِ فِى الْبَوَاطِنِ وَالظَّوَاهِرِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ،
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ حَفِظَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بَتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُوْنَ.
Hadirin, jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan oleh Allah ta’ala.
Ucapan syukur marilah kita haturkan kepada Allah SWT, Dzat yang telah melimpahkan nikmat karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tersanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, utusan yang membawa rahmat bagi alam semesta.
Melalui mimbar yang mulia ini, melalui mimbar khutbah idul fitri ini, khatib berwasiat kepada diri kami pribadi, dan umumnya kepada jama’ah kesemuanya untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ta’ala. Dengan cara menjalankan perintah-Nya, serta menjahui larangan-Nya.
Allahu akbar walillahil hamd. Hadirin, sidang Idul Fitri hafidhakumullah.
Bulan Ramadhan telah usai, selama tiga puluh hari kita menjalankan puasa dengan keadaan yang tak seperti biasanya. Jika biasanya kita bisa tarawih di masjid, silaturrahim bersama sanak keluarga, buka bersama dan lain sebagainya, kali ini, selama tiga puluh hari dalam bulan Ramadhan tahun ini kita tidak bisa melakukan semua itu.
Kita tentu ingin sekali shalat tarawih di masjid, beribadah bersama sanak keluarga, tapi apa daya, ada satu bahaya yang perlu kita cegah bersama, bahaya yang tak bisa kita lihat dengan mata telanjang, kita hanya bisa melakukan pencegahan dengan mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan oleh para ahli medis.
Hadirin sidang idul fitri yang dimuliakan oleh Allah
Suatu hari Rasulullah SAW didatangi seorang Badui dengan membawa unta. Saat sampai di depan masjid Nabawi, unta tersebut dibiarkan begitu saja dan tidak diikat. Melihat perilaku orang Badui tersebut, Nabi kemudian memintanya untuk mengikat untanya terlebih dahulu.
Bukan malah mengindahkan ucapan Nabi, si Badui itu kemudian menjawab, “Aku sudah bertawakkal kepada Allah SWT, wahai Nabi.”
Mendengar pernyataan Badui tersebut, Rasulullah SAW kemudian bersabda,
إعقلها ثم توكل علي الله
“Ikatlah terlebih dahulu unta itu, baru kemudian engkau bertawakkal kepada Allah SWT.” (H.R at-Tirmidzi)
Sabda Rasulullah SAW kepada Badui tersebut menunjukkan bahwa bertawakkal kepada Allah SWT tidak boleh dengan ‘tangan kosong’ alias tanpa usaha. Rasulullah SAW dalam sabdanya tersebut menekankan bahwa tawakkal tanpa usaha bisa jadi hal yang sia-sia.
Di tengah wabah Corona yang melanda hampir semua negara ini, tiada hal lain yang dapat kita ambil selain pelajaran yang begitu berharga, yaitu pelajaran berharga terkait makna tawakkal yang sebenar-benarnya.
Kisah unta di atas juga dapat menjadi pembelajaran bagi kita bahwa tawakkal kepada Allah dalam konteks wabah Corona saat ini tidak akan berarti apa-apa tanpa campur tangan kita sendiri, usaha kita untuk hidup sehat dan bebas dari penyakit.
Dalam Al-Quran, surat ar-Ra’ad ayat 11 juga disebutkan bahwa semua hal tidak bisa terjadi, termasuk dalam hal tertular Corona, jika kita tidak berusaha untuk merubah dan mencegah agar kita tidak tertular.
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah suatu kaum tanpa usaha dari mereka untuk melakukan perubahan itu sendiri.” (Surat al-Ra’d ayat 11)
Apa artinya, jika kita hanya bertawakkal saja, tanpa berusaha untuk mencegah agar tidak tertular, tidak mendengar anjuran pemerintah, tidak mendengar anjuran dokter dan para ahli medis, maka kita juga bisa tertular. Karena kita tidak ada usaha untuk mencegahnya. Kita tidak ada keinginan untuk melakukan hal yang merupakan bagian dari yughayyiru ma bi anfusihim.
Jika kita tertular virus ini karena egoisme kita, maka kita juga akan berpotensi menularkan virus ini kepada banyak orang, kepada keluarga kita, kepada anak kita, kepada istri kita, kepada tetangga kita, kepada karyawan kita, juga kepada orang-orang yang kita sayangi.
Betapa zalimnya kita atas sikap egoisme kita, atas sikap sok tahu kita, sehingga membuat orang lain yang tidak salah apa-apa mendapatkan masalah, apalagi jika orang yang tertular karena perilaku ceroboh kita tersebut meninggal, padahal ia memiliki tanggungan anak dan istri, sedangkan keluarganya tidak mampu, siapa yang akan memikirkan nasib keluarganya? Mungkin selama ini, kita tidak berfikir sampai ke sana, namun mau tidak mau, itulah hal yang terjadi jika kita hanya tawakkal dan dengan sombongnya tidak dibarengi dengan ikhtiyar.
Inilah pembelajaran pertama dari wabah Corona, kita mempelajari secara langsung makna dan hakikat dari tawakkal, dengan praktek dan live action. Bukan hanya sekedar teori dan pembahasan saja, tapi juga langsung kita praktekkan dalam mencegah
Allahu akbar walillahil hamd. Hadirin, sidang Idul Fitri hafidhakumullah.
Pembelajaran kedua yang bisa kita ambil dari wabah Corona ini adalah kita semakin dekat dengan keluarga kita di rumah, karena kewajiban social distancing. Para pekerja yang biasanya setiap hari berangkat sebelum anak tidur, dan pulang setelah anak tidur, kini bisa menemani mereka dari bangun tidur hingga tidur kembali.
Selain itu, kita juga bisa menambah ibadah di rumah. Jika selama ini ibadah kita hanya kita laksanakan di masjid saat shalat fardhu saja, kita bisa laksanakan ibadah fardhu, sekaligus ibadah sunnah di rumah. Hal ini agar rumah kita selalu bercahaya dan terang, tidak kosong dan hampa seperti kuburan.
Ada beberapa ibadah sunnah yang bisa kita laksanakan di rumah. Yang pertama adalah shalat sunnah.
Dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Imam At-Tirmidzi misalnya dijelaskan bahwa Rasul pernah meminta para sahabat untuk mengerjakan shalat sunah setelah maghrib (ba’diyah maghrib) di rumah.
عن سعدِ بن إسحاقَ بن كَعْبِ بن عُجْرَةَ عن أبيهِ عن جَدّهِ قال: “صَلّى النبيّ صلى الله عليه وسلم في مَسْجِدِ بَني عبدِ الأشْهَلِ المغْرِبَ فَقَامَ نَاسٌ يَتَنَفّلُونَ، فقَال النبيّ صلى الله عليه وسلم: عَلَيكُمْ بهَذِهِ الصّلاة في البُيُوتِ
“Dari Said bin Ishaq bin Kaab bin ‘Ujrah dari ayahnya dari kakeknya berkata bahwa ketika Rasulullah selesai melakukan shalat maghrib di masjid Bani Abdil Ashal, beberapa orang kemudian melakukan shalat sunah. Kemudian Rasul Saw bersabda, ‘Lakukanlah shalat ini di rumah-rumah kalian,’ (H.R At-Tirmidzi)
Hadis tersebut dimasukkan At-Tirmidzi dalam bab “Ma dzakara fis Shalah ba’dal maghrib fil bait afdhal” (Bab yang menjelaskan keutamaan shalat ba‘diyah maghrib di rumah). Dari tarjamatul bab yang dibuat oleh At-Tirmidzi tersebut menunjukkan bahwa At-Tirmidzi menggunakan hadis ini sebagai landasan kesunahan melakukan shalat sunah setelah maghrib di rumah.
Dalam riwayat lain juga dijelaskan terkait keutamaan melakukan shalat sunah secara umum di rumah.
عن زيد بن ثابت ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : أفضل صلاتكم في بيوتكم إلا المكتوبة.
“Dari Zaid bin Tsabit, dari Rasulullah SAW bersabda, ‘Shalat yang paling utama adalah di rumah kalian kecuali shalat maktubah (shalat fardhu),’” (HR Bukhari dan Tirmidzi).
Bahkan dalam kitab Syamail At-Tirmidzi juga dijelaskan bahwa walaupun rumah Rasulullah dekat dengan masjid, Rasulullah lebih memilih shalat sunah di rumah. Rasulullah juga mengingatkan agar kita tidak menjadikan rumah kita seperti kuburan yang tidak pernah digunakan untuk shalat. Hal ini disebutkan dalam hadits riwayat Aisyah dalam Musnad Ahmad.
صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ وَلَا تَجْعَلُوْهَا عَلَيْكُمْ قُبُوْرًا
“Shalatlah kalian di rumah kalian. Jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan.”
Kedua, membaca Al-Quran. Membaca Al-Quran di rumah akan membuat rumah menjadi terang bercahaya. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa rumah yang dibacakan Al-Quran akan terlihat terang oleh ‘penghuni langit’ sebagaimana terangnya bintang jika dilihat dari bumi.
الْبَيْتُ الَّذِي يُقْرَأُ فِيهِ الْقُرْآنُ يتراءى لِأَهْلِ السَّمَاءِ، كَمَا تتراءى النُّجُومُ لِأَهْلِ الْأَرْضِ
“Sesungguhnya rumah yang digunakan untuk membaca Al-Qur’an akan terlihat terang dan bersinar oleh para penduduk langit sebagaimana penduduk bumi melihat terangnya bintang-bintang di langit”. (H.R al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Walaupun hadis ini statusnya daif karena ada perawi bernama Ibnu Lahi’ah, yang di akhir umurnya banyak lupa karena kitab-kitabnya terbakar, namun hadis ini masih tetap bisa diamalkan karena berkaitan dengan fadhail amal.
Ketiga, berdzikir kepada Allah SWT. Rasulullah SAW mengingatkan kepada para umatnya bahwa rumah yang senantiasa digunakan untuk tempat berdzikir akan lebih utama daripada rumah yang jarang digunakan untuk dzikir.
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim dari jalur Abu Musa disebutkan,
عَنْ أَبِي مُوسَى ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ ، وَالْبَيْتِ الَّذِي لَا يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ ، مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Dari Abu Musa, Rasulullah SAW bersabda, Perbedaan rumah yang selalu digunakan untuk berdzikir kepada Allah SWT dan rumah yang tidak digunakan untuk berdzikir adalah seperti perbedaan orang yang hidup dengan orang yang mati.” (H.R Muslim)
Allahu akbar walillahil hamd. Hadirin, sidang Idul Fitri hafidhakumullah.
Pembelajaran yang ketiga adalah kita memahami kebesaran Allah. Kita juga bisa mengerti bahwa kekuasaan Allah SWT sungguh besar. Negara adidaya kedua setelah Amerika, Cina pun tumbang setelah Corona mewabah di Wuhan. Sebesar apapun kekuasaan makhluk Allah SWT tidak ada yang lebih besar melebihi kekuasaannya.
Oleh karena itu, mari kita sama-sama introspeksi diri. Allah selalu memiliki alasan untuk menguji para hamba-Nya. Hamba yang bertakwa akan selalu lulus menghadapi ujian-Nya, namun sebaliknya, hamba yang tidak bertakwa pasti akan gagal menghadapi ujian-Nya.
Mungkin dengan adanya wabah Corona ini, banyak orang yang dirugikan, seperti penghasilan dan ekonomi kita menurun, namun percayalah, akan ada cahaya terang menunggu kita, kita yang mampu menghadapi semua ini dengan sabar ikhlas dan ikhtiyar sekuat tenaga, serta dibarengi dengan tauhid, menyerahkan semuanya kepada Dzat Pengatur Alam, Allah SWT.
Di penghujung Ramadhan tahun ini, kita bisa melihat dan bermuhasabah. Sejauh mana ketaatan dan ibadah kita di tengah pandemi covid-19 ini. Orang yang berhasil adalah orang yang berhasil bertahan dengan goncangan dari wabah dan terus melakukan ibadah kepada Allah SWT di rumah. Sebaliknya, jika kita malah jauh kepada Allah saat ada wabah Corona ini, atau jika kita malah berleha-leha dan tidak mau beribadah pada masa Ramadhan karena masjid tutup, berarti kita termasuk golongan yang merugi.
Semoga kita selalu diberikan kesehatan dan kesempatan untuk terus beribadah kepada Allah SWT, berkumpul dengan orang-orang yang kita sayangi hingga wabah ini berakhir. Semoga kita senantiasa dalam lindungan-Nya. Amin ya rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم.
***
Teks Khutbah Idul Fitri kedua
الله أَكبَرُ 7x لاإله إلا الله الله أَكبَرُ، الله أَكبَرُ ولله الحمد
اَلْحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ لله وَحْدَه لاَشَرِيْكَ لَهُ، اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ، وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلاِنْسِ وَالْبَشَرِ، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، اَمَّا بعْدُ.
فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا الله تَعَالىَ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ وَمَا بَطَنَ وَحَافِظُوْا عَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ أيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ في ِالْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ سَيِّدِنَا أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ سَائِرِ أَصْحَابِ نَبِيِّكَ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِى التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ، اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِبَلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ الله إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمِ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ.
teks Khutbah idul fitri corona, teks Khutbah idul fitri corona, teks Khutbah idul fitri corona,