Tauhid adalah Konsep Kesetaraan: Selain Allah Semuanya Sama

Tauhid adalah Konsep Kesetaraan: Selain Allah Semuanya Sama

Tauhid adalah konsep yang mudah dipahami. Selain konsep ketuhanan, juga konsep kesetaraan.

Tauhid adalah Konsep Kesetaraan: Selain Allah Semuanya Sama
Foto: Shutterstock

Selain konsep ketuhanan, tauhid adalah konsep kesetaraan.

“Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 163)

Tauhid merupakan dokrtin yang mendasari cara berpikir dan berperilaku bagi orang-orang yang menganut agama Islam. Tauhid mengajarkan kerapuhan seorang hamba, yang mendorong manusia untuk selalu bersimpuh dan merendah di hadapan Sang Ilahi sepanjang hayatnya. Baik sebelum kita terlahir di dunia ini ataupun kelak di akhirat, Allah tetaplah Tuhan. Baik kita selagi mendirikan shalat, makan, mendengarkan musik, bekerja, atau sekedar jalan-jalan, Allah tetaplah Tuhan.

Singkatnya, iman tauhid berbicara tentang sikap penyerahan diri yang paripurna atas seluruh narasi kehidupan yang kita diakui bahwa semuanya dikuasai oleh Allah. Pada titik penyerahan diri yang total inilah, seseorang disebut sebagai muslim.

Momen penghambaan seorang muslim terhadap Allah Sang Penguasa merupakan saat yang sangat indah, sebab Allah mengulurkan kasih dan sayang-Nya untuk meninggikan semua manusia dalam kedudukan yang sama. Bahkan sesungguhnya seluruh makhluk bersifat egaliter. Iman tauhid tidak mengizinkan akan adanya rasa superioritas suatu makhluk terhadap makhluk lainnya. Allah telah menjadikan segala ciptaan-Nya dalam keadaan yang majemuk. Kemudian Allah juga lah yang memerdekakan makhluk untuk berjalan di atas kadarnya masing-masing.

Dengan demikian Allah menolak secara tegas segala bentuk hierarki fana yang dibangun oleh pikiran dan perbuatan manusia. Artinya tidak boleh ada satu dominasi pun yang layak hidup di muka bumi untuk menzalimi sesama makhluk Allah. Penghambaan terhadap Allah sebagai satu-satunya Zat yang layak disembah adalah sikap yang membuka ruang seluas-luasnya bagi kemerdekaan individu. Terlihat bersifat kontradiktif, saat makhluk-Nya mengambil kesaksian bahwa hanya Allah-lah yang benar-benar berkuasa, maka bentuk kekuasaan lain menjadi sebuah sikap penyekutuan terhadap-Nya.

Kini kita mengerti bahwa tauhid bukan hanya konsep abstrak. Tauhid merupakan ide fundamental yang mengikat setiap muslim untuk berani bergerak demi tercapainya tujuan penciptaan yaitu kesetaraan dan pembebasan makhluk. Tauhid bukanlah untuk menyingkirkan pluralitas ciptaan, tapi sebaliknya tauhid merangkul dan mengapresiasi pluralitas tersebut dalam dekapan kasih sayang Ilahi.

Mengaji tauhid memotivasi kita untuk membela kemanusiaan secara emansipatoris. Misalnya dalam isu kesetaraan gender, tauhid akan menegaskan bahwa patriarki tidak dapat diterima, bukankah perempuan dan laki-laki itu setara dan hanya Allahlah menguasai keduanya? Begitupun seharusnya saat kita membaca isu lingkungan, kita makin jeli bahwa antroposentrisme telah menggeser posisi Allah sebagai pusat semesta.

Perlawanan terhadap kesewenangan kapitalisme yang menindas habis-habisan kepada kaum pekerja, juga dapat tergolong dalam aktualisasi iman tauhid yang menentang sifat-sifat aniaya dan zalim. Tauhid pun menolak rasisme dan xenofobia yang tidak sejalan dengan kehendak Allah yang telah menjadikan manusia dalam perbedaan bahasa, suku, bangsa, dan warna kulit.

Hegemoni dalam segala bentuknya jelas terlihat sebagai pemberhalaan pascamodern yang masih dirawat oleh banyak tradisi bahkan hidup secara bebas dalam tubuh keislaman yang lahir lewat diskursus teologi, tafsir, dan implementasi syariat. Padahal seluruh muslim kiranya sadar bahwa dosa terbesar ialah dosa syirik.

Ayo kita ingat kembali bahwa Allah adalah satu-satunya Penguasa yang sah. Segala bentuk penafsiran ajaran Islam yang mendorong ke arah hegemoni yang melahirkan ketidakadilan harus dibatalkan. Hanya Khaliklah yang memiliki kesempurnaan, Zat yang Maha Esa dan Maha mutlak. Kemanusiaan kita sebagai bagian dari ciptaan Allah berada dalam kondisi yang majemuk, relatif, dan tak sempurna. Tidak ada yang paling benar di antara kita. (AN)