Taliban Melarang PNS Mencukur Jenggot: Benarkah Diwajibkan Memanjangkan Jenggot?

Taliban Melarang PNS Mencukur Jenggot: Benarkah Diwajibkan Memanjangkan Jenggot?

Aturan terbaru Taliban, PNS di sana dilarang untuk mencukur jenggot. Hukumannya dilarang masuk kantor.

Taliban Melarang PNS Mencukur Jenggot: Benarkah Diwajibkan Memanjangkan Jenggot?

Taliban kini menjadi penguasa di Afghanistan. Kelompok konservatif ini awalnya diduga sudah sedikit berubah. Namun ternyata beberapa aturan yang diterapkan justru menunjukkan kejumudan. Terbaru, pemerintah Taliban melarang PNS di negara itu untuk mencukur jenggot.

Dilansir dari Asumsi, pemerintah Taliban tak segan-segan melarang pegawai untuk masuk ke dalam gedung. Mereka bahkan menyiapkan petugas patroli khusus yang siap mengawasi para pegawai.

Aturan ini diduga terinspirasi dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA dari Rasulullah SAW bersabda:

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ

Artinya:

“Selisihilah orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis kalian.” (HR: al-Bukhari)

Jika benar aturan tersebut karena hadis ini. Maka tentu kita perlu menelaah lebih lanjut pemahaman hadis tersebut secara komprehensif.

Secara umum, perdebatan terkait hadis ini bukan dalam ranah wajib atau tidak wajib, melainkan hanya sekedar sunnah atau tidak. Sehingga jika pihak Taliban mewajibkan, meskipun sementara hanya untuk pegawai negara, tentu tidak sesuai dengan perdebatan para ulama hadis terdahulu.

Kiai Ali Mustafa Yaqub dalam al-Thuruq al-Sahihah fi Fahm Sunnah an-Nabawiyyah (Cara Benar Memahami Sunnah Nabi Saw) memasukkan hadis ini dalam pembahasan illat fi al-hadits, yaitu pembahasan illat dalam hadis.

Menurut guru besar hadis ini, hadis di atas memiliki illat yang disebutkan dalam awal hadis yaitu (khāliful musyrikīn), yang diwajibkan dalam hadis tersebut adalah berbeda dengan kaum musyrikin. Artinya, perintah untuk mencukur kumis dan memanjangkan jenggot karena ada unsur untuk membedakan diri dengan kaum musyrik saat itu. Saat itu, yang menjadi pembeda adalah jenggot panjang karena orang musyrik tidak ada yang memanjangkan jenggot. Sehingga, bagi Kiai Ali, saat ini jenggot dan kumis bisa diganti dengan hal lain. Tidak harus dengan memanjangkan jenggot. Karena saat ini banyak juga orang non-muslim yang memanjangkan jenggot.

Beberapa ulama menyebutkan bahwa hal ini diperlukan sebagai sebuah identitas seorang muslim saat itu, terutama pada masa-masa peperangan.

Meskipun demikian, Kiai Ali menyebut bahwa ada hadis lain riwayat Imam Ahmad yang tidak menyebutkan kalimat khaliful musyrikin, sehingga para ulama berpendapat bahwa yang wajib bukanlah berbeda dengan kaum musyrikin, melainkan mencukur kumis dan memanjangkan jenggotnya.

Kiai Ali menjelaskan bahwa riwayat Imam Ahmad adalah riwayat yang mujmal (umum), sedangkan riwayat al-Bukhari dalam hadis yang pertama adalah riwayat yang mubayyan (diperjelas). Sehingga kalimat khaliful musyrikin dalam hadis pertama adalah penjelas bagi hadis yang umum.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa memanjangkan jenggot bukanlah sunnah, apalagi wajib. Maka tidak ada alasan untuk membuat aturan yang mewajibkan seorang pegawai memakai jenggot, apalagi jika didasarkan hadis di atas.

Meskipun demikian, boleh-boleh saja jika ada seorang muslim yang memanjangkan jenggot dengan alasan mengikuti nabi, karena dahulu nabi dan para sahabat memanjangkan jenggot. Tidak perlu risih dan dicela. Mereka berhak mengubah penampilan mereka sebagaimana kita berhak menjaga penampilan kita. (AN)

Wallahu a’lam.