Sebelum menafsirkan mimpi dua pemuda yang menemuinya di penjara, Nabi Yusuf terlebih dahulu menerangkan akidah tauhid yang diyakininya, yaitu akidah para leluhur yang menafikan kemusyrikan dan tuhan buatan manusia. Allah berfirman dalam surat Yusuf ayat 38-40:
وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِاللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ () يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ () مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Wattaba’tu millata aabaaii ibraahiima waishaaqa wa ya’quuba maa kaana lanaa an nusyrika billaahi ming syaiing dzalika ming fadlillaahi ‘alainaa wa ‘alannaasi walakinna aktsarannaasi laa yasykuruun. Ya shaahibayis sijni aarbaabum mutafarriquuna khairun amillaahul waahidul qahhaar. Maa ta’buduuna min duunihi illaa asmaaang sammaitumuuha anttum waaabaaukum maa angzalallaahu bihaa ming sulthaanin inil hukmu illaa lillaahi amara allaa ta’buduu illaa iyyaahu dzaalikad diinul qayyimu walaakinna aktsarannnaasi laa ya’lamuun.
Artinya:
“Dan aku pengikut agama bapak-bapakku. Yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi Kami (para nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri (Nya). Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Surat Yusuf Ayat 38-40).
Kemampuan Menafsirkan Mimpi Adalah dari Allah
Nabi Yusuf memberi tahu kedua pemuda yang ditemuinya di penjara itu, bahwa kemampuan Nabi Yusuf untuk menafsirkan mimpi adalah kemampuan yang diberikan Allah kepadanya. Bukan kemampuan yang muncul dengan sendirinya atau didapatkan dirinya tanpa memperoleh bantuan siapapun.
Dari sini Nabi Yusuf seakan memperingatkan kedua pemuda itu, untuk tidak terlalu berlebihan mengagumi dirinya saat bisa menafsirkan mimpi mereka. Kebiasaan manusia saat baru mengenal orang yang memiliki kemampuan unik semacam menafsirkan mimpi atau menyembuhkan penyakit, adalah terlalu kagum sampai lupa bahwa selalu ada kekuasaan Allah di balik kemampuan tersebut. Dan hal ini berakibat mengkultuskan orang tersebut.
Sebelum hal itu terjadi, Nabi Yusuf menerangkan bahwa kemampuan yang dimiliki dirinya adalah dari Allah. Nabi Yusuf memperolehnya sebab mau beriman kepada Allah. Nabi Yusuf lantas mengajak keduanya untuk meyakini akidah tauhid sebagaimana yang diyakininya dan diyakini para leluhurnya, yaitu Nabi Ibrahim, Ishak dan Ya’qub. Akidah tauhid ini adalah wahyu yang diberikan Allah kepada Nabi Yusuf.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa saat kedua pemuda itu meminta tolong kepada Nabi Yusuf dengan sikap yang baik, dan Nabi Yusuf melihat keduanya adalah orang yang bisa menerima dakwah Nabi Yusuf, maka Nabi Yusuf pun mengajak keduanya untuk menyembah Allah. Hal ini merupakan strategi dakwah Nabi Yusuf.
Kelemahan Akidah Kaum Musyrik
Nabi Yusuf kemudian mengajak kedua pemuda itu berpikir mengenai tuhan-tuhan yang selama ini mereka sembah. Nabi Yusuf menanyai mereka: mana tuhan yang lebih layak disembah, tuhan yang banyak serta bebeda-beda, atau Tuhan satu yang berkuasa? Mana yang lebih layak disembah, tuhan yang memiliki bermacam-macam ukuran, bentuk dan warna bergantung pada manusia yang membuatnya, atau Tuhan satu yang maha melihat, mendengar, dan memiliki kekuasaan tak terbatas?
Pertanyaan ini menggiring ke pertanyaan lain, “Kalau tuhan lebih dari satu apa nantinya tidak ada perselisihan dan pertentangan di antara mereka?” Pertanyaan Nabi Yusuf tersebut menunjukkan kelemahan akidah kaum musyrik. Bahwa keberadaan tuhan lebih dari satu tidaklah masuk akal. Dan yang lebih masuk akal adalah satu Tuhan dengan kuasa yang tak terbatas.
Nabi Yusuf juga menerangkan, bahwa berbagai tuhan yang mereka kenal adalah sebatas nama-nama yang mereka dan leluhur mereka ciptakan sendiri. Nama-nama itu tidaklah memiliki wujud sebagaimana Allah. Nama-nama itu bukanlah sesuatu yang diwahyukan dan diajarkan kepada manusia. Sehingga tidak memilki sumber yang jelas.