Pada ayat sebelumnya Allah menunjukkan kekeliruan orang-orang yang tidak percaya pada hari kebangkitan. Dalam surat al-Waqi’ah ayat 75-77, Allah SWT menjelaskan tentang al-Qur’an, sebagai kitab suci yang menginformasikan adanya hari kebangkitan tersebut. Dalam surat al-Waqi’ah ayat 75-77, Allah SWT berfirman:
فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ () وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ () إِنَّهُ لَقُرْآَنٌ كَرِيمٌ
Falaa uqsimu bimawaaqi’in nujuum. Wainnahu laqasamul law ta’lamuuna ‘adziim. Innahu laquraanun kariim.
Artinya:
“Maka aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia.” (Surat al-Waqi’ah ayat 75-77)
Mungkin ada yang bertanya, mengapa setelah membahas penciptaan manusia, tumbuh-tumbuhan, air dan api, Allah SWT beralih pada pembahasan al-Qur’an? Menurut Ibnu Asyur keseluruhan ini memiliki keterkaitan karena penjelasan tentang hari kebangkitan itu adanya di dalam al-Qur’an. Orang yang tidak percaya hari kebangkitan, mereka juga tidak percaya pada al-Qur’an. Jadi, setelah menunjukkan kekuasaan-Nya dalam menciptakan dan menghidupkan kembali manusia, menumbuhkan tumbuhan, menciptakan air dan api, Allah menegaskan kebenaran dan kemuliaan al-Qur’an, serta membantah pandangan buruk tentang al-Qur’an.
Allah membantah pandangan buruk terhadap al-Qur’an dengan cara bersumpah dengan masa turunnya al-Qur’an. Allah mengatakan ini bukan sumpah yang remeh. Ini sumpah hebat sebab berkaitan dengan al-Qur’an yang merupakan kitab suci mulia dan memiliki sifat-sifat, sebagaimana yang akan diterangkan pada ayat selanjutnya.
Allah bersumpah bahwa al-Qur’an adalah kitab yang mulia. Kemuliaan ini, menurut Imam Al-Alusi dapat dilihat bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang indah serta memuat berbagai hal yang bermanfaat terhadap manusia. Di antaranya, al-Qur’an menyinggung tentang berbagai disiplin ilmu: baik yang berguna bagi manusia di dunia seperti ilmu astronomi, pertanian dan biologi, maupun yang berguna bagi manusia di akhirat kelak.
Para ulama’ tafsir berbeda pendapat mengenai huruf laa dalam ayat 75. Sebagian mereka menyatakan huruf tersebut adalah huruf tambahan saja. Sehingga tidak memiliki makna. Sebagian lain menyatakan huruf tersebut bukan huruf tambahan yang tidak memiliki makna. Ia memiliki makna menafikan pandangan buruk tentang al-Qur’an, sebelum kemudian Allah bersumpah untuk menguatkannya. Sehingga, menurut pendapat ini, ada lafaz yang tersimpan antara huruf laa dan lafaz uqsimu. Intinya, kedua pendapat ini bersepakat bahwa Allah sedang bersumpah dengan masa turunnya Al-Qur’an.
Terkait Allah bersumpah dengan masa turunnya al-Qur’an, Ibnu Katsir menerangkan bahwa ini bukanlah sesuatu yang merendahkan keagungan Allah. Justru ini menunjukkan bahwa Allah Maha Agung. Ia bebas bersumpah dengan apa saja dari makhluknya. Ini adalah merupakan pendapat mayoritas ahli tafsir.