Dalam pengantar pada artikel sebelumnya telah diterangkan kandungan dan keutamaan surat al-Rahman. Di sebagian masyarakat kita, surat al-Rahman ini seringkali di baca dalam rangka tasyakuran sebelum acara akad nikah atau resepsi pernikahan. Tradisi membaca al-Qur’an seperti ini tidak bisa kita anggap salah karena pada hakikatnya membaca al-Qur’an adalah ibadah, bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Nah, ternyata dalam beberapa literatur tafsir telah populer tentang julukan surat al-Rahman yaitu sebagai ‘arus al-Qur’an yang secara harfiah berarti pengantin al-Qur’an.
Terlepas dari pemaknaan dan praktik di atas, penulis akan memulai untuk menguraikan kandungan ayat-ayat dari Surat al-Rahman. Pada artikel ini akan diterangkan mengenai penegasan Allah SWT, Dzat Yang Maha Pengasih (al-Rahman), bahwa al-Qur’an adalah merupakan ajaran dari-Nya. Hal ini demi menolak tuduhan-tuduhan orang-orang Quraisy bahwa al-Qur’an adalah syair ataupun sihir. Allah SWT berfirman:
الرَّحْمنُ () عَلَّمَ الْقُرْآنَ
al-Rahman. ‘Allam al-Qur’aan.
Artinya:
“Al-Rahman (Sang Maha Pemurah). Yang telah mengajarkan al-Qur’an.” (QS: Al-Rahman Ayat 1-2)
Ibnu Jarir al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an mengutip satu riwayat dari ketika menafsirkan dua ayat di atas. Diriwayatkan dari Ibnu Basyar dari Muhammad bin Marwan al-‘Uqaili dari Abu al-‘Awam al-‘Ajali dari Qatadah, ia berkata bahwa tafsir dari al-Rahman ‘allam al-Qur’an adalah nikmat yang demi Allah sangat agung (ni’mat wallahi ‘azhiimah). Dari riwayat tersebut kita bisa memahami bahwa al-Qur’an menurut al-Thabari sebagaimana riwayat dari Qatadah adalah bentuk dari nikmat Allah SWT yang paling agung. Karena keagungan al-Qur’an, menjadikannya sebagai mukjizat yang hingga saat ini bisa kita rasakan kehebatannya.
Kajian terhadap al-Qur’an sejak ia diwahyukan hingga sekarang tidak pernah habis. Jutaan volume buku dan kitab-kitab tafsir terus ditulis dalam rangka memahami berbagai aspek al-Qur’an. Tidak hanya bagi orang Islam, non-muslim pun ikut mengkaji dan menganalisa al-Qur’an. Dari mulai tingkat sekolah paling dasar hingga kampus di berbagai belahan dunia belajar dan mempelajari al-Qur’an. Di sinilah letak kebenaran penafsiran dari al-Thabari di atas.
Berbeda dengan al-Thabari, al-Qusyairi menafsirkan dua ayat di atas bahwa orang-orang ma’rifat yang bertauhid (al-muwahhidun) pasti mengetahui al-Rahman (Sang Maha Pengasih). Al-Qusyairi menambahkan bahwa Dialah (al-Rahman) yang mengasihi mereka (al-muwahhidun), menjaga mereka dari perilaku syirik, memuliakan mereka dengan iman, dan menjaga mereka dengan takwa. Dialah yang mengenalkan mereka al-Quran dan mengajarkannya. Menurut al-Qusyairi, hanya Allah Azza wa Jalla (al-Haq) yang langsung mengajarkan al-Quran kepada hamba-hamba-Nya.
Menurut al-Baidhawi dalam Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, ayat pertama surat ini (al-Rahman) adalah bentuk ungkapan bahwa Dialah Allah SWT sumber dari segala kenikmatan. Keseluruhan surat ini menggambarkan betapa banyak nikmat-nikmat duniawi dan ukhrawi yang diberikan Allah SWT kepada umat manusia. Akan tetapi dari sekian banyaknya nikmat tersebut, nikmat paling terbesar adalah wahyu al-Quran. Karena ia adalah asas agama dan sumber syariat.
Sama seperti al-Baidhawi, al-Zamakhsyari menafsirkan bahwa pada surat ini Allah SWT memerinci nikmat-nikmat-Nya bagi manusia dan mendahulukan nikmat agama sebagai nikmat yang paling agung dari berbagai macam nikmat tersebut. Al-Zamakhsyari melanjutkan bahwa puncak dari nikmat agama itu adalah nikmat Allah SWT dengan al-Qur’an. Menurut al-Zamakhsyari, Allah SWT mengakhirkan penciptaan manusia dibandingkan dengan al-Quran mengindikasikan betapa agungnya nikmat al-Qur’an itu, bahkan dibandingkan dengan penciptaan manusia itu sendiri.
Thahir Ibnu ‘Asyur mengungkapkan bahwa bagi sebagian besar (jumhur) ulama qiraat dua ayat di atas adalah satu ayat, bukan dua ayat. Akan tetapi dalam mushaf kita sekarang ini, sebagaimana mengikuti bacaan riwayat Hafsh dari ‘Ashim sesuai dengan qiraat Ahli Kuffah, ayat ini dihitung menjadi dua ayat. Menurut Ibnu ‘Asyur, makna dari penggunaan kata al-Rahman sebagai awal surat bertujuan untuk menggugah pendengar (tasywiq al-sami’iin) agar mereka terpesona dengan informasi yang ingin disampaikan al-Qur’an.
Berkaitan dengan tasywiq (menggugah/mempesona) di atas, menurut Ibnu ‘Asyur dikarenakan sebagian riwayat menerangkan bahwa surat al-Rahman diturunkan berkaitan dengan ucapan orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa al-Qur’an diajarkan oleh seseorang kepada Nabi Muhamamd Saw, (inaamaa yu’allimuhu al-basyar/ pasti seseorang telah mengajarkannya Q.S al-Nahl ayat 103). Akibat tuduhan itu, turunlah surat al-Rahman guna mempertegas bahwa yang mengajarkan al-Qur’an adalah Allah SWT.