Tafsir Surah An-Nisa’ Ayat 58: Wahai Para Pemimpin, Dengarlah Apa Kata Rakyatmu

Tafsir Surah An-Nisa’ Ayat 58: Wahai Para Pemimpin, Dengarlah Apa Kata Rakyatmu

Penegakan amanah konstitusi pada pemerintah negara tidak bisa tanpa disertai kontrol dari rakyat selaku pemilik hak.

Tafsir Surah An-Nisa’ Ayat 58: Wahai Para Pemimpin, Dengarlah Apa Kata Rakyatmu

Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya. Amanah adalah lawan dari khianat. Ia tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat memelihara dengan baik apa yang diberikannya itu. Dalam bernegara misalnya, amanah kepemimpinan diberikan oleh rakyat kepada presiden dan wakilnya untuk menjalankan pemerintahan. Lalu, apakah amanah yang diemban para pemimpin di Negara Indonesia sudah terlaksana dengan baik?

Tahun lalu Indonesia baru saja memilih pasangan presiden dan wakil presiden Jokowi-Ma’ruf Amin untuk periode 2019-2024. Sebagai figur pimpinan tertinggi, tentu menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia bahwa keduanya akan mampu mengemban tanggungjawab kepemimpinan negara ini dengan baik sesuai amanah konstitusi. Kita semua berharap agar Jokowi lebih memihak pada kepentingan rakyat dibanding segelintir orang.

Akan tetapi yang nampaknya terjadi adalah sebaliknya, kepemimpinan Jokowi kali ini justru memunculkan berbagai masalah yang meresahkan masyarakat Indonesia. Setelah tahun lalu terjadi demonstrasi besar-besaran yang menuntut agar reformasi tidak dikorupsi, saat ini pemerintah kembali membuat kontroversi dengan menerbitkan Undang-undang Omnibus Law yang banyak ditentang oleh berbagai elemen masyarakat karena hanya memihak pada kepentingan pengusaha, tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi para buruh dan lingkungan.

Selain itu, ada pula RUU Ketahanan Keluarga yang dianggap terlalu mengintervensi kehidupan berkeluarga dan masalah seksualitas seseorang. Di sisi lain undang-undang yang mendesak untuk disahkan seperti undang-undang penghapusan kekerasan seksual justru tidak kunjung disahkan oleh DPR.

Belum lagi masalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh legalisasi tambang raksasa, sehingga membuat masyarakat sekitarnya terganggu. Seperti yang terjadi di Tumpangpitu Banyuwangi, keberadaan tambang emas milik PT BSI memaksa puluhan warga melakukan aksi sepeda kayuh sejauh 300 km dari Banyuwangi hingga Surabaya demi bertemu gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Mereka berharap pada pemimpinnya untuk menghentikan kegiatan eksploitasi di Pegunungan Tumpangpitu yang sebelumnya merupakan hutan lindung.

Melihat begitu banyaknya masalah yang saat ini terjadi akibat kelalaian pemerintah membuat penulis bertanya-tanya, apakah pemerintah tidak memahami tentang amanah dan tanggungjawab yang mereka emban untuk rakyatnya?

Amanah Wajib Ditunaikan

Dalam Islam, Allah SWT mengingatkan bahwa amanah harus dipenuhi oleh orang yang dibebani amanah tersebut. Dalam QS. An-Nisa ayat 58 Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dijelaskan dalam tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab bahwa menyangkut ayat ini, kita dapat berkata bahwa, setelah menjelaskan keburukan sementara orang Yahudi, seperti tidak menunaikan amanah yang Allah percayakan pada mereka, yakni amanah mengamalkan kitab suci dan tidak menyembunyikan isinya, kini al-Qur’an kembali menuntun kaum muslimin agar tidak mengikuti jejak mereka (Shihab, 2002).

Tuntunan kali ini sungguh sangat ditekankan karena ayat ini langsung menyebut nama Allah sebagai yang menuntun dan yang memerintahkan, sebagaimana terbaca dalam firman-Nya di atas: Sesungguhnya Allah Yang Maha Agung, menyuruh kamu menunaikan amanah-amanah secara sempurna dan tepat waktu, kepada pemiliknya, yakni yang berhak menerimanya, baik amanah Allah kepada kamu maupun amanah manusia, betapapun banyaknya yang diserahkannya kepada kamu (Shihab, 2002).

Dan Allah juga menyuruh kamu apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, baik yang berselisih dengan manusia lain maupun tanpa perselisihan, maka supaya kamu menetapkan putusan dengan adil sesuai dengan apa yang diajarkan Allah SWT, tidak memihak kecuali kepada kebenaran dan tidak pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang melanggar, tidak menganiaya walaupun lawanmu dan tidak pula memihak kepada temanmu (Shihab, 2002).

Selanjutnya disebutkan, bahwa Sesungguhnya Allah dengan memerintahkan menunaikan amanah dan menetapkan hukum dengan adil, telah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Karena itu, berupayalah sekuat tenaga untuk melaksanakannya, dan ketahuilah bahwa Dia yang memerintahkan kedua hal ini mengawasi kamu, dan sesungguhnya Allah sejak dulu hingga kini adalah Maha Mendengar apa yang kamu bicarakan, baik dengan orang lain baik dengan hati kecilmu sendiri, lagi Maha Melihat sikap dan tingkah laku kamu.

Penulis meyakini bahwa kewajiban untuk mengemban amanah ini ada dalam setiap ajaran agama, adat, dan di mana pun. Bahwa seorang pemimpin harus berlaku adil dan memihak pada kepentingan umatnya. Tetapi toh masih banyak pemimpin kita yang lalai terhadap amanah yang dimilikinya. Lihat saja, sudah berapa kali pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia?

Kita boleh saja percaya bahwa para pemimpin kita mungkin telah belajar banyak dari berbagai peristiwa masa lalu, namun juga tidak menutup kemungkinan mereka mengulangi kesalahan-kesalahan di masa itu. Bukankah sampai sekarang pelanggaran HAM masih saja terjadi? Bahkan para pelanggar HAM masa lampau tidak ada yang diadili dan malah mendapat posisi di jajaran pemerintahan.

Meskipun demikian, kita harus tetap mengawal para pemimpin kita supaya mengingat dan menjalankan amanah yang diberikan rakyat pada mereka. Penegakan amanah konstitusi pada pemerintah negara tidak bisa tanpa disertai kontrol dari rakyat selaku pemilik hak. Apalagi di tengah perilaku korupsi yang jamak dilakukan oleh pejabat negara ini, maka partisipasi politik rakyat seyogyanya tidak hanya dibutuhkan saat pemilu semata, tapi juga saat kepemimpinan itu dijalankan. Maka dari itu, dengarlah kami wahai para pemimpin!