Tafsir Kaum Muda Muslim Indonesia tentang Amanat Seorang Khalifah: Jaga Lingkungan, Jangan Buang Sampah Sembarangan!!

Tafsir Kaum Muda Muslim Indonesia tentang Amanat Seorang Khalifah: Jaga Lingkungan, Jangan Buang Sampah Sembarangan!!

Tafsir Kaum Muda Muslim Indonesia tentang Amanat Seorang Khalifah: Jaga Lingkungan, Jangan Buang Sampah Sembarangan!!
Foto: Unsplash.com

Profesor di bidang Sosiologi Universitas Newcastle, Pamel Nilan, menyebut jika kesadaran kaum muda muslim tentang isu lingkungan telah menjadi gerakan yang semakin populis di Indonesia.

Bukan main, Nilan menegaskan bahwa aktivisme lingkungan dipercaya sebagai ejawantah dari tugas setiap manusia dalam menjalankan peran khalifah Allah di muka bumi. (Yaiya dong, masa khalifah cuma ngurusin upeti orang kafir doang.)

Riset kami menemukan kuatnya landasan nilai agama dalam aktivisme anak muda Muslim di Indonesia tentang isu lingkungan. Mereka menganggap diri mereka sebagai “khalifah” – atau wakil Tuhan di dunia – yang mengemban tugas sakral untuk menjaga alam,” ungkapnya dalam artikel yang tayang di The Conversation.

Menurut Nilan, Indonesia selama ini punya rekam jejak yang buruk terkait perlindungan alam. Ada berbagai masalah terkait polusi hingga deforestasi yang masih terus berlangsung hingga kini. Perekonomian yang pesat tampaknya tumbuh seiringan dengan kerusakan lingkungan.

“Di tengah tren mengkhawatirkan tersebut, sebagian aktivis lingkungan Muslim berusia muda berkomitmen dan bersemangat untuk meningkatkan kesadaran rekan-rekan mereka tentang krisis ekologi. Mereka memandang polusi dan perusakan lingkungan sebagai hal yang haram,” ujarnya.

Yang menarik dari riset berjudul Muslim youth environmentalists in Indonesia ini adalah kualifikasi dari sumber data atau informan yang dikumpulkan. Segenap informan Nillan adalah muda-mudi di bawah 25 tahun. (Unda-undi-lah ya sama Greta Thunberg, remaja ‘edan’ yang pernah melakukan mogok sekolah sebagai bentuk protes terhadap abainya para politisi terhadap isu pemanasan global dan perubahan iklim.)

“Dalam penelitian, kami mewawancarai 20 aktivis lingkungan berusia 19-23 tahun dari berbagai kampus di Jawa dan Sumatra. Para aktivis muda Muslim ini memiliki wawasan akademik yang kokoh – mereka menggunakan ini sebagai jembatan antara teologi Islam dengan praktik konservasi lingkungan,” jelas Nilan.

Misalnya, Pertiwi di Palembang, Sumatra Selatan, merupakan lulusan pesantren. Ia belajar tentang pesan-pesan dalam Al-Quran secara mendalam.

Pada saat kuliah, ia bergabung dengan suatu organisasi yang berkampanye melawan polusi Sungai Musi dengan cara meningkatkan kesadaran komunitas di pesisir sungai, melobi korporasi besar yang menjadi pencemar, dan mengadakan program bersih-bersih sungai.

Pertiwi, seperti dikutip Nillan, mengatakan bahwa aktivisme yang ia lakukan berlandaskan ayat-ayat Al-Quran yang membahas kehancuran kondisi alam. Pertiwi mengamini bahwa perusakan lingkungan adalah hal yang haram, termasuk membuang sampah sembarangan.

Selain Pertiwi, Nilan juga melabuhkan wawancara kepada Iin, responden dari Bandung, Jawa Barat yang bergiat di gerakan Youth for Climate Change (YFCC) Indonesia.

Bagi Iin, manusia itu memegang amanat dari Tuhan sebagai khalifah, atau wakil-Nya di muka bumi.“Istilah khalifah disebut dalam suatu ayat (Al-Quran 2:30) yang menyatakan, ‘Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah [wakil atau utusan] di muka bumi.”

Iin juga punya kebanggaan atas aspirasi karirnya dalam konservasi lingkungan.“Kalaupun saya berkarir di bidang lingkungan, saya tahu gajinya tidak akan sebesar bekerja untuk perusahaan minyak dan gas.”

Baca Juga, Ubah Limbah Jadi Rupiah, Santri Pesantren Al-Fattah di Banjarnegara Berdayakan Minyak Jelantah

Sementara itu di Jakarta, responden lain dalam studi Nilan bernama Heri. Ia bergabung dengan gerakan kampusnya untuk membersihkan Sungai Ciliwung – salah satu sungai yang paling tercemar di dunia.

“Ajaran agama yang saya dapat [di madrasah (sekolah Islam)] memuat wawasan tentang lingkungan. Harmoni itu harus vertikal dan horizontal, ’hablum minallah‘ dan ’hablum minannas‘. Ini mengatur bagaimana kita harus berinteraksi dengan lingkungan,” kata Heri.

Terpisah, ungkapan Heri itu mengingatkan kita pada pesan KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) yang pernah mengunggah cuitan bahwa kehidupan manusia di dunia tidak hanya berkaitan dengan Allah (hablum minallah), tapi juga sesama manusia (hablum minannas) dan lingkungan (hablum minal alam).

Jadi, siap bela Allah?!? Siap jaga lingkungan?!? Siap tidak buang sampah sembarangan?!? Siap jadi khalifah Allah?!?  Allahu Akbar!!!