LPBI NU dan Program Pesantren Hijau: Upaya Mensosialisasikan Isu Perubahan Iklim Melalui Pesantren

LPBI NU dan Program Pesantren Hijau: Upaya Mensosialisasikan Isu Perubahan Iklim Melalui Pesantren

Kontribusi LPBI NU dalam upaya adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim diwujudkan salah satunya melalui program Pesantren Hijau.

LPBI NU dan Program Pesantren Hijau: Upaya Mensosialisasikan Isu Perubahan Iklim Melalui Pesantren
LPBI NU cabang Kab. Batang, Jawa Tengah, melakukan program penanaman 12.000 bibit mangrove di pesisir pantai Kab. Batang, Jawa Tengah. Foto: LPBI NU Cabang Kab. Batang.

Upaya adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim membutuhkan peran organisasi masyarakat. Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia menjawab tantangan tersebut dengan membentuk Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI NU).

Cahaya matahari pagi bersinar cerah ketika saya melakukan perjalanan dari Ciputat menuju Serpong. Sempat kesulitan menemukan rute yang diberikan oleh Google Maps, akhirnya saya tiba di lokasi tujuan. Suasana di sekitar kediaman Dr. TB. Ace Hasan Syadzily cukup lengang. Barangkali mereka telah berangkat ke tempat kerja masing-masing.

Tak lama setelah saya menekan bel rumah, sosok yang hendak saya temui keluar. Segera ia mempersilahkan saya dan rekan yang membersamai untuk masuk ke rumahnya.

“Silahkan duduk,” ucapnya sembari menunjuk ke kursi yang berada di dekat kolam ikan.

ace hasan syadzily
Penulis Islamidotco bersama Dr. Tb. Ace Hasan Syadzily di kediamannya.

Pak Ace Hasan, begitu saya memanggilnya, adalah Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU). Sesuai dengan kesepakatan, pagi itu kami berbincang terkait LPBI NU, perubahan iklim, hingga peran umat Islam, dan pesantren secara khusus, dalam upaya adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim.

Perubahan Iklim adalah Keniscayaan

Di awal obrolan, saya menanyakan pandangan Ace Hasan tentang perubahan iklim serta hasil refleksinya tentang fenomena itu yang terjadi sepanjang tahun 2022. Menurutnya, perubahan iklim adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari.

“Pertanyaan pokoknya adalah, bagaimana kita bisa memitigasi itu semua?” ujarnya mencoba memancing diskusi.

Baginya, karena perubahan iklim adalah suatu keniscayaan, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan langkah adaptasi maupun mitigasi dampak perubahan iklim. Mengingat dampaknya akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

“Sesungguhnya (perubahan iklim) yang pasti akan sangat memengaruhi adalah terhadap kehidupan manusia yang paling fundamental, yaitu ketahanan pangan,” tuturnya.

Menurut dosen tetap UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, contoh dampak yang paling dirasakan adalah masa tanam yang berantakan. Cuaca yang sulit diprediksi membuat para petani saat ini kesulitan untuk menentukan waktu tanam.

“Ini semua tentu salah satu penyebabnya adalah perubahan iklim. Musim hujan yang biasanya terjadi pada bulan-bulan tertentu sekarang ini mengalami perubahan,” bebernya.

Ace Hasan menjelaskan, untuk memulai langkah adaptasi maupun mitigasi dampak perubahan iklim, hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi penyebab terjadinya perubahan iklim. Hal itu menjadi tugas ahli Klimatologi yang memang paling memahami fenomena itu.

“Tapi, yang harus menjadi catatan kita tentu adalah bagaimana kita bisa memastikan antisipasi kita terhadap dampak dari perubahan iklim ini?” imbuhnya.

Pentingnya Keterlibatan Negara Melalui Berbagai Kebijakan

Keterlibatan semua pihak dalam upaya adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim adalah satu hal yang penting. Tidak hanya masyarakat, negara melalui pemerintah juga harus andil di dalamnya. Misalnya, dalam upaya pengurangan gas emisi karbon. Menurut Ace Hasan, pemerintah juga harus berkolaborasi dengan masyarakat untuk menyelesaikannya.

“Maka levelnya, untuk menyelesaikan pengurangan gas emisi karbon, saya kita harus bersama negara dan dunia untuk bisa memastikan agar industri, perumahan, pemukiman, dan lainnya, tidak menimbulkan polusi yang tinggi,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, pemenuhan kebutuhan hidup manusia acap kali mengabaikan kelestarian lingkungan. Alih fungsi lahan akibat pertambahan jumlah hunian yang tak terbendung, produksi yang menghasilkan limbah, dan sebagainya.

“Termasuk juga transportasi yang menyebabkan polusi yang begitu tinggi,” tambahnya.

Meski sebagai sarana pemenuhan kebutuhan manusia, upaya untuk mengontrolnya tetap harus dilakukan. Tujuannya tak lain agar tidak ugal-ugalan dalam melakukannya.

“Itu semua saya kira memang harus ada kebijakan-kebijakan yang harus dikeluarkan oleh negara untuk bisa memastikan agar dunia kita ini menjadi lebih bersih,” tuturnya.

Kebijakan yang diambil tentunya tidak boleh asal-asalan. Semua hal yang terkait perubahan iklim dan dampaknya harus dikaji secara matang.

“Pertama tentu sejak awal sudah bisa mendeteksi, kemungkinan terjadinya perubahan iklim itu pada level apa? Dan akan berdampak pada sektor kehidupan apa?” ujarnya.

Mengingat statusnya sebagai anggota Komisi VIII DPR RI, saya pun menanyakan perihal perannya dalam mendorong adanya kebijakan yang terkait dengan penanggulangan dampak perubahan iklim.

“Tentu banyak yang kita upayakan. Ada hal-hal yang kita dorong agar kita bisa melakukan antisipasi dan mitigasi,” ungkapnya. Sayangnya, ketika bertanya lebih rinci terkait hal itu, saya tidak berhasil mendapatkan jawaban.

Sosialisasi Ke Masyarakat Melalui Program Pesantren Hijau

Berdasarkan hasil penelusuran, saya mendapati bahwa LPBI NU memiliki sebuah program yang disebut “Pesantren Hijau”. Kebetulan, Ace Hasan juga menyinggung program milik lembaganya itu.

“Program Pesantren Hijau adalah (bertujuan) mendorong pesantren yang berada di tengah masyarakat, selain membangun lingkungan yang lestari di dalam pesantren, juga (agar) pesantren menjadi garda terdepan bagi masyarakat di sekitarnya untuk mewujudkan kelestarian alam,” paparnya.

Menurutnya, salah satu persoalan lingkungan yang sering luput dari perhatian kalangan pesantren adalah sampah. Karena itu, salah satu upaya yang didorong melalui program Pesantren Hijau adalah pengolahan sampah.

“Kita dorong pesantren untuk membentuk bank sampah. Bank sampah ini penting, di situ kita pilah mana sampah organik, non-organik,” terangnya.

Program yang serupa dengan Pesantren Hijau adalah program Eko-Pesantren. Program Eko-Pesantren merupakan hasil kerja sama antara Direktoren PD Pontren Kementerian Agama dengan Pusat Studi Islam Universitas Nasional. Saya pun menanyakan persamaan dan perbedaan program Pesantren Hijau dengan program milik Kemenag itu.

“Saya kira secara substansi sama. Akan tetapi, yang membedakan, semangat dari Pesantren Hijau ini adalah menjadikan pesantren sebagai garda terdepan untuk menjaga kelestarian lingkungan,” ungkapnya.

Berdasarkan keterangan Ace Hasan, program Pesantren Hijau sejauh ini sudah berjalan di beberapa pesantren. Untuk sementara ini, program tersebut baru berjalan di Pulau Jawa. Mulai dari Provinsi Banten di bagian paling barat, hingga Provinsi Jawa Timur di bagian paling timur.

tanaman hidroponik
Penanaman sayuran menggunakan teknologi hidroponik di Pesantren Al-Hamidiyah, Depok, Jawa Barat. Foto: Pesantren Al-Hamidiyah.

Program Pesantren Hijau itu sendiri merupakan hasil kolaborasi antara LPBI NU, Lazisnu, dan Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI). Ada tujuh pesantren yang akan dijadikan percontohan untuk program ini, antara lain: Pesantren MALNU Menes Pandeglang (Banten), Pesantren Mahasina Bekasi, Pesantren Al-Hamidiyah Depok (Jawa Barat), Pesantren Al-Kenaniyah Jakarta, Pesantren Al-Hamid Cilangkap Jakarta Timur, Pesantren Al-Mubarok Mranggen Demak (Jawa Tengah), dan Pesantren Zainul Hasan Genggong (Jawa Timur).

Strategi LPBI NU ke Depan

Bagi Ace Hasan, setiap upaya yang dilakukan untuk menanggulangi dampak perubahan iklim, baik oleh negara maupun lembaga tertentu, maka harus didukung. Di antara langkah bersama yang dilakukan adalah forum COP 27 di Mesir pada November 2022 lalu.

“Prinsipnya, bagi kita upaya-upaya yang dilakukan oleh negara atau organisasi yang concern terhadap isu perubahan iklim dan lingkungan hidup saya kira harus kita dukung” jelasnya.

Dukungan LPBI NU direalisasikan salah satunya melalui keterlibatan mereka dalam Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari. Menurut Ace Hasan, kongres yang menghasilkan “Risalah Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari” itu merupakan sebuah komitmen bersama dari organisasi umat Islam untuk memegang teguh prinsip menjaga alam.

“Karena kita ini kerap kali abai terhadap kelestariannya. Lingkungan dianggap sesuatu yang sederhana. Padahal, sesungguhnya itu sangat berpengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan lainnya,” terangnya.

Ketika ditanya soal strategi LPBI NU dalam upaya adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim, Ace Hasan menuturkan tiga strategi yang diupayakan. Di antaranya adalah sosialisasi isu perubahan iklim, program adaptasi dan mitigasi, dan menumbuhkan awareness (kesadaran) masyarakat.

“Nah, hal-hal semacam ini penting untuk disosialisasikan kepada masyarakat, terutama kalangan Nahdliyyin. Tentang pentingnya adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim,” ujarnya.

Tentunya, hal-hal yang disampaikan tersebut patut dinantikan. Karena, pada kenyataannya upaya yang dilakukan masih belum menyentuh kalangan Nahdliyyin secara keseluruhan.

Dalam struktur organisasi LPBI NU, isu lingkungan dan perubahan iklim ditangani oleh Bidang Lingkungan Hidup dan Pengendalian Perubahan Iklim. Bidang ini terdiri atas tiga departemen, antara lain: Departemen Pengelolaan Dampak Perubahan Iklim, Departemen Konservasi dan Pengendalian Kerusakan Sumber Daya Alam, dan Departemen Tata Kelola Lingkungan dan Pemanfaatan Energi Inovatif.

Menjaga Keseimbangan Alam Sebagai Praktek Hidup Moderat

Bagi lulusan program doktor Ilmu Pemerintahan Universitas Padjajaran (UNPAD) ini, memanfaatkan sumber daya alam itu sah-sah saja. Akan tetapi, ia juga menekanka, di samping memanfaatkan, manusia juga harus memerhatikan kelestarian alam. Tidak boleh ada eksploitasi alam yang dilakukan secara membabi-buta.

“Apa artinya ketika kita mengeksploitasi alam sebesar-besarnya, tetapi setelah itu lingkungannya menjadi hancur? Akhirnya kita nggak bisa menikmati kehidupan itu, kan?” tegasnya.

Baginya, memanfaatkan sumber daya alam harus dibarengi dengan upaya melestarikannya. Dan itulah yang disebut menjaga keseimbangan alam.

“Jadi, itu juga menjadi salah satu bagian dari kehidupan yang moderat. Menurut saya, menjaga alam itu juga bagian dari moderasi beragama. Tidak boleh kita mengeksploitasi alam sebesar-besarnya tanpa memerhatikan aspek kelestariannya,” tambahnya.

Tanpa memerhatikan kelestariannya, alam akan menjadi rusak. Dan ketika alam sudah rusak, manusia sebagai pelaku perusakan itu yang akan merasakan akibat dari perbuatannya.

“Saya tadi katakan, jangan kita rakus terhadap alam. Kalau kita rakus terhadap alam, maka pasti alam akan marah kepada kita,” imbuhnya.

Demikianlah obrolan pendek saya bersama Ace Hasan pagi itu. Pada intinya, jika umat Islam mampu merenungkan kembali pelajaran yang terkandung dalam ajaran agamanya, maka sejatinya bisa ditemukan banyak ajaran yang mendorong umatnya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga, upaya sosialisasi kepada masyarakat awam sangat penting dilakukan, sebagaimana yang sedang dijalankan oleh LPBI NU melalui program Pesantren Hijau miliknya.

 

Artikel ini merupakan hasil tindak lanjut kegiatan Bengkel Hijrah Iklim dan hasil kerja sama dengan Purpose Climate Lab.