Jika ada pemimpin adil, tegas dan sepenuhnya bekerja demi umat, sederhana, merakyat, suka blusukan dan antikorupsi, Umar bin Khaththab lah salah satu ikonnya. Beliau sebagai orang kedua pengganti Rasulullah saw. setelah Abu Bakar ash-Shiddiq, adalah orang kedua pula sebagai manusia terbaik pengganti Rasul. Di balik ketegasan dan keberaniannya, beliau adalah pribadi yg rendah hati, seringkali menangis di malam maupun siang hari. Tatkala ditanya, mengapa menangis, beliau menjawab:
“Aku dipasrahi sebuah urusan yang jika aku bisa berbuat adil, aku akan dihisab, jika aku berbuat lalim, aku akan disiksa, jika aku tidur di siang hari, aku menyia-nyiakan urusan rakyat, jika aku tidur di malam hari, aku menyia-nyiakan diriku.”
Seringkali beliau blusukan mengunjungi rakyatnya, memeriksa dan memantau keadaan mereka, dan menanyakan pd mereka, bagaimana kinerja gubernur mereka. Jika didapati ada gubernur bawahan yg tak menyambangi rakyatnya yg sakit, atau tidak turun tangan mengurusi golongan lemah, Umar tak segan-segan mencopotnya. Beliau sendiri sering memeriksa langsung golongan disabilitas, orang buta, lumpuh, manula, anak-anak kecil, di saat malam hari. Beliau sendiri yg membawakan air, kayu bakar, dan kebutuhan lain pada mereka. Pada para wanita janda, shahabat Umar mengutus pembantu-pembantu wanita beliau untuk menghibur dan membantu memenuhi kebutuhan mereka.
Pribadi lemah lembut juga kita temukan pd sosok Umar bin Khathab saat berinteraksi dg anak-anak kecil. Suatu saat, seorang staf masuk ke ruangan beliau. Dijumpainya, amirul mukminin berbaring, sedangkan di atas perut beliau bertengger anak-anak kecil bermain-main. Staf tersebut menampakkan sikap tak suka atas hal tsb. Lalu Umar bertanya, “Bagaimana kamu jika bersama keluargamu?” Staf tersebut menjawab, “Jika aku masuk pd mereka, yg bicara jadi diam”. Umar pun menimpali, “Menyingkirlah dari kami, sesungguhnya engkau, jika tak lemah lembut pada keluarga dan anakmu, bagaimana engkau bisa lemah lembut pd umat kanjeng Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam?”
Begitulah, Sayyidina Umar memang sangat memperhatikan rakyatnya. Hingga tak jarang, muncul karamah dari diri beliau. Salah satunya adalah kisah tentang Sungai Nil. Suatu ketika di masa kekhalifahanUmar bin Khathab radliyallahu anhu, gubernur Mesir yang dijabat Amr bin Ash radliyallahu anhu berkirim surat kepada amirul mukminin. Ia curhat tentang menyusutnya debit air di sungai Nil, yang menimbulkan problematersendiri bagi rakyatnya. Entah bagaimana awalnya, Sungai Nil hanya “mau”mengalirkan air melimpah jika dilemparkan persembahan istimewa untuknya. Masalahnya, persembahan istimewa itu teramat sangat istimewa, yakni seorang perawan ting-ting. Jika orang Mesir telah melemparkan seorang perempuan gadis ke Sungai Nil sebagai persembahan, baru sungai panjang itu “mau” mengalirkan air melimpah.
Merespon curhat bawahannya, Khalifah Umar bin Khathab lantas menulis sebuah surat yang alihbahasanya kurang lebih sebagai berikut:
“Dari Hamba Allah, Umar, pemimpin orang-orang mukmin, kepada Sungai Nil di Mesir..
Amma ba’du:
Jika engkau mengalir denganinisiatifmu sendiri, maka tak mengapa jika engkau tak mengalir. Tetapi jikaSang Maha Esa yang Maha Perkasa-lah yang mengalirkanmu, maka aku bermohonkepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, agar Dia mengalirkanmu”
Khalifah Umar lantas menyuruhuntuk melemparkan surat tersebut ke Sungai Nil sebagai ganti persembahanperempuan perawan. Gubernur Amr bin Ash kemudian melemparkan surat atasannyaitu ke Sungai Nil. Lalu ajaib! Sungai Nil melimpah lagi airnya. Setelah itu,tak pernah lagi dilemparkan perempuan perawan sebagai persembahan untuk SungaiNil.
* Disarikan dari Al-Jawâhir al-Lu’lu’iyyahfî Syarh al-Arba’în an-Nawawiyyah, karya Syaikh Muhammad bin AbdillahAl-Jordani ad-Dimyathi, Beirut: 1996
*) Penulis adalah Pegiat Komunitas Literasi Pesantren (KLP), tinggal di Kediri