Sebuah video diskusi Zoom yang diunggah Joseph Paul Zhang di kanal YouTubenya baru-baru ini menjadi sorotan warganet Indonesia. Ungkapannya diduga telah melecehkan Islam, sebab ia mengaku sebagai nabi ke-26 dan menghina-hina Nabi Muhammad SAW.
Tak butuh waktu lama, videonya menjadi viral dan membangkitkan tensi kemarahan banyak masyarakat, khususnya muslim Indonesia. Kalimat yang ia lontarkan memang tendensius: “Gue nabi ke-26, Joseph Paul Zhang meluruskan kesesatan nabi ke-25 [Nabi Muhammad] dan kecabulannya yang maha cabul … ”
Berdasarkan laporan kepolisian, ungkapan Paul Zhang itu dianggap melanggar Pasal 28 ayat 2 UU ITE, serta Pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan agama.
Siapakah sebenarnya Joseph Paul Zhang? Rupanya, telah banyak media yang mengungkap nama aslinya. Yang jelas, posisinya saat ini tidak berada di Indonesia. Maka wajar saja jika ia belagak menantang untuk dilaporkan. Dipikir, Paul Zhang akan lolos dari jangkauan polisi.
Sumber lain menyatakan bahwa Paul Zhang adalah seorang pendeta. Dari video kanal YouTubenya, Paul Zhang menyebut dirinya sebagai Ps atau Pastor. Gelarnya adalah Mth (Master of Theology). Karena itulah, ia merasa berkapabilitas berbicara mengenai ajaran Kristen.
Kendati mengaku sebagai pendeta, ketua Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Gomar Gultom menyatakan ketidaktahuannya. “Pendeta itu jabatan gerejani, sementara dia tak jelas dari gereja mana,” kata Gomar Gultom.
Ketika dirinya ditetapkan sebagai buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO), serta diburu polisi Indonesia yang bekerja sama dengan polisi internasional (Interpol), Paul Zhang menyatakan bahwa sudah melepaskan kewarganegaraan Indonesia. Menurutnya, keselamatan dirinya ditentukan oleh hukum Eropa.
Menyikapi Hinaan Atas Islam dan Nabi Muhammad
Hinaan kepada Islam atau Nabi Muhammad SAW bukan perkara baru. Sejak diangkat menjadi rasul, Nabi Muhammad terus dilecehkan, dihujat, pernah dilempari kotoran, dianggap tukang tenung, tukang sihir, pembohong, dan lain sebagainya. Islam juga pernah dituduh sebagai agama sesat, agama buatan, ketinggalan zaman, dan sederet ejekan dan hinaan lainnya.
Lalu, bagaimana tanggapan Nabi Muhammad ketika beliau dihina? Dalam kisah populer, ketika seorang perempuan buta menuduh dan menghina-hina nabi, bukannya membalas atau membunuh perempuan itu, Nabi Muhammad SAW malah rajin datang kepadanya dengan membawakan makanan. Ia bahkan menyuapinya dengan penuh kasih sayang. Hujatan itu terus berlanjut, bahkan ketika nabi meninggal.
Perempuan buta itu tidak sadar dan tidak tahu bahwa yang memberi dan menyuapinya makanan adalah Nabi Muhammad yang ia hina-hina itu. Usai Rasulullah meninggal, Abu Bakar menyadarkan perempuan itu bahwa dulu yang menyuapinya adalah Rasulullah SAW. Perempuan itu pun menangis tersedu-sedu dan lantas masuk Islam.
Suatu waktu juga, datang segerombolan orang Yahudi mengunjungi Nabi Muhammad SAW dan mengucapkan, “Kecelakaan bagimu (Wahai Muhammad).” Rasulullah SAW tidak marah, namun yang berang justru Aisyah, istri beliau.
Aisyah lantas membalas dengan menggebu-gebu: “Kecelakaan dan laknat Allah bagi kalian.” Lantas, Rasulullah SAW menegur Aisyah dan berkata, “Tenanglah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah menyukai kasih sayang dalam setiap hal.”
Nabi Muhammad SAW melarang orang-orang tersayangnya untuk balas menghina ketika beliau dihujat-hujat, apalagi sampai berlaku berlebihan. Lantas, siapakah teladan paling mulia dibandingkan Nabi Muhammad SAW? Nabi hanya menjawab segerombolan Yahudi itu dengan ujaran. “Dan juga bagi kalian [kecelakaan tersebut].”
Jika kita ingin meneladani nabi, jangan cepat naik darah ketika dihina. Bahkan, Allah SWT sudah memberikan panduannya dalam surah Al-An’am ayat 108.
“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan … ” (QS. Al-An’am [6]: 108).
Berdasarkan ayat di atas, jikapun Islam dihina, jangan sampai orang yang menghina itu dibalas dengan mengejek agama atau Tuhan mereka. Dalam Kitab Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa jika umat Islam menghina agama lain, maka akibatnya, bisa jadi mereka akan menghina Allah SWT lebih keras dan melampaui batas.
Pada penjelasan ayat yang sama, Jalaluddin as-Suyuthi melanjutkan bahwa orang-orang yang menghina Allah SWT [atau Islam] disebabkan mereka tidak mengerti tentang Allah. Karena itu wajar, Nabi Muhammad SAW pernah berdoa: “Ampunilah kaumku, Ya Allah! Sesungguhnya mereka [menghina atau menyakitiku] karena tidak tahu.”
Selain itu, jika menonton langsung video Joseph Paul Zhang, maka tampak seakan-akan ia hanya ingin membangkitkan amarah umat Islam. Skenario lainnya, penghinaan yang ia lakukan adalah bertujuan untuk mencari perhatian. Jikapun umat Islam berbuat kekerasan atas hal itu, maka tindakan itu menjadi pembenaran bahwa Islam adalah agama kekerasan, sebagaimana yang dituduhkan selama ini.
Lagi pula, sudah ada undang-undang yang mengatur hal tersebut dan kasus ini pun sudah dilaporkan, serta polisi sudah bertindak. Bagi saya, cara paling bijaksana adalah menghadapinya dengan kepala dingin, sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Bagaimanapun juga, Paul Zhang memang memancing kemarahan, yang terbukti dengan tantangannya untuk dilaporkan. Jika ada yang tersulut, maka ajakan ributnya berhasil dan stereotip Islam yang ia tuduhkan memperoleh pembenaran.
Tidak hanya itu, kita sebagai umat Islam pun mestinya melakukan introspeksi diri. Sebagian ustaz-ustaz dari Islam juga pernah terjerat kasus pelecehan agama, seperti Ustaz Abdul Somad (UAS) yang dilaporkan ke Kepolisian Daerah NTT, demikian juga Habib Rizieq Shihab yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena diduga melecehkan umat Kristen, ustaz Yahya Waloni, dan lain sebagainya.
Jika sebagian pemuka agama kita masih merendahkan agama lain, lalu bagaimana kita menanggapi jika orang lain menganggap hina agama Islam? Jawaban ada di tangan kita masing-masing.