Saat hendak kembali ke bumi untuk bersama umatnya, Nabi meminta kepada Tuhan apa yang bisa dilakukannya bagi diri dan umatnya jika ingin menjumpai untuk keintiman bersama-Nya. Allah lalu menganjurkan atau menyuruh Nabi dan umatnya agar shalat lima kali dalam sehari-semalam. Shalat adalah Mi’raj orang-orang beriman.
Tuhan dalam kitab suci-Nya mengatakan:
واقم الصلاة لذكرى
“Tegakkan Shalat untuk mengingat-Ku” .
Nabi SAW mengatakan :
اِذَا قَامَ اَحَدُكُمْ يُصَلِّى فَاِنَّهُ يُنَاجِى رَيَّهُ
“Manakala orang sedang shalat, maka sesungguhnya dia sedang berbicara intim dengan Tuhannya”.
Betapa pentingnya shalat bagi hidup dan kehidupan manusia. Muhammad Iqbal dengan sangat indah menulis mengenai essensi shalat ini :
“Shalat baik sendiri-sendiri maupun berjama’ah merupakan ekspresi dari hasrat manusia yang sangat mendalam, untuk merespon terhadap diam (kesendirian) yang mencemaskan”.
“Shalat juga merupakan satu proses penemuan diri yang indah saat diri tiada berharga, teralienasi. Dengan shalat ia menemukan nilai dirinya”.
Di tempat lain dia menyatakan :
“Shalat berjama’ah, di samping mengandung nilai kognitif, ia juga menunjukkan aspirasi untuk melaksanakan persatuan essensial dari umat manusia dengan menghancurkan segala hambatan yang terletak di antara manusia dengan manusia”.
Jalaluddin Rumi, sufi dan penyair muslim terbesar merumuskan rahasia shalat dalam puisinya yang terkenal :
Shalatnya tubuh, terbatas
Shalatnya ruh, tak terbatas
Ia tenggelam dan tak sadarnya ruh
Hingga segenap bentuk
tetap berada di luar kota
Ketika itu tak ada lagi
ruang yang memisahkan (diri dengan Tuhan) meski bagi Jibril sang ruh suci itu
Saat kita shalat jiwa menjadi tenang dan damai. Nabi yang mulia mengatakan :
جعلت قرة عينى فى الصلاة
“Mataku dijadikan Tuhan berbinar-binar ketika aku shalat”.
Manakala Nabi menghadapi masalah berat, beliau memanggil Bilal, dan memintanya Azan. Lalu mengatakan :
ارحنا بها يا بلال
“Bilal, buatlah hatiku menjadi damai melalui shalat”.
Shalat adalah cara Nabi ingin menjalin keintiman bersama Tuhan. Kapanpun beliau mendambakan untuk kembali ke hadirat Ilahi, berbicara intim dengan-Nya dan meninggalkan ruang dan waktu dunia yang pengap, beliau segera bergegas berdiri shalat dalam posisi khusyu, kontempelatif dan keintiman yang mengharu-biru. Lalu segalanya menjadi damai, tenang dan sumringah.
*) KH Husein Muhammad, alumni Al-Azhar, Mesir