Penyesalan merupakan hal yang seringkali dialami oleh manusia. Penyesalan tersebut biasanya membuat banyak orang mengeluh atas tindakan yang telah ia lakukan. Akibatnya, banyak orang yang berandai-andai apabila seandainya ia melakukan hal yang lain, maka penyesalan tersebut tidak akan terjadi pada dirinya. Dalam penyesalan tersebut, tentu banyak orang yang menggunakan kata “seandainya”. Rupanya, dalam syariat Islam kata “seandainya” merupakan kata yang terlarang. Mengapa demikian?
Sesungguhnya umat Islam diwajibkan untuk menerima segala ketetapan dan takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Pasalnya, segala takdir tersebut telah ditetapkan oleh Allah dan dituliskan di Lauh Mahfudz. Sebagaimana Allah berfirman, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al Hadid: 22)
Oleh karenanya, umat Islam hendaknya menerima segala takdir Allah yang baik dan yang buruk dengan lapang dada. Apabila umat Islam ditimpa oleh takdir buruk seperti musibah, maka hendaknya umat Islam menerimanya dengan ridha dan tetap berprasangka baik terhadap Allah. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Sesungguhnya besarnya balasan sesuai dengan besarnya cobaan, dan bahwasanya Allah ketika mencintai sebuah kaum, maka mereka akan diberi cobaan. Barang siapa yang ridha terhadapnya baginya adalah keridhaan Allah. Dan barang siapa yang menolak, maka baginya kemurkaan-Nya.” (HR. At-Tirmidzi)
Namun faktanya, kebanyakan orang justru tak sanggup menerima kenyataan atas takdir buruk yang terjadi dan mengatakan “seandainya aku tidak melakukan ini, seandainya tadi aku melakukan hal itu.” Padahal, kata “seandainya” akan dapat memancing setan untuk menggoda manusia. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadist berikut ini.
“Bersungguh-sungguhlah dalam hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusan), serta janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu (kegagalan), maka janganlah kamu mengatakan, ‘seandainya aku berbuat demikian, pastilah tidak akan begini atau begitu’. Tetapi katakanlah, ‘ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki’. Karena sesungguhnya perkataan seandainyaakan membuka (pintu) perbuatan setan”. (HR. Muslim)
Tak hanya memicu terbukanya pintu perbuatan setan, perkataan “seandainya” juga akan memancing kemurkaan Allah. Bahkan apabila Allah murka dengan kalimat “seandainya”, orang yang gemar mengatakan kalimat tersebut juga akan dimasukkan ke dalam api neraka. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sungguh seseorang mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karenanya dia dilemparkan ke dalam api neraka”. (HR. Bukhari)
Sebaiknya, umat Islam hendaknya tidak mengucapkan kata “seandainya” apabila ia tengah mengalami rasa penyesalan. Terlebih, Allah lebih menyukai hamba-Nya yang kuat saat menghadapi cobaan dibandingkan dengan hamba-Nya yang lemah dalam menghadapi cobaan. Sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut ini.
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah dan semuanya mempunyai kebaikan. Bersegeralah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah dalam segala urusan dan janganlah bersikap lemah. Dan apabila kalian mendapatkan musibah jangan katakan “Seandainya saya berbuat begitu, saya akan begini atau begitu” akan tetapi telah ditetapkan Allah dan apabila Dia berkehendak maka akan terlaksana. Karena sesungguhnya “seandainya” membuka amalan setan.” (HR. Muslim)
Oleh sebab itu, umat Islam hendaknya menerima segala takdir baik maupun takdir buruk yang telah ditetapkan oleh Allah. Apabila sedang tertimpa takdir buruk, maka janganlah ucapkan kata “seandainya”. Pasalnya, kalimat pengandaian tersebut akan membuka amalan setan, membuat Allah murka, dan membuat orang yang mengucapkannya masuk ke dalam api neraka.