Sebagai manusia, Rasulullah SAW juga pernah marah tapi tak sampai berkata-kata, apalagi membentak-bentak dan bersumpah serapah sebab beliau sangat pemalu. Beliau lebih pemalu daripada gadis desa.
Oleh sebab itu, jika ada yang menyimpulkan dan menyatakan bahwa Rasulullah SAW apabila tidak suka melihat kebatilah marah, merah wajahnya, merah matanya, dan keras bicaranya, maka saya hanya berkata, Wallahu a’lam! Sebab tak ada sahabat yang berani menatap wajah teduh nan agung Rasulullah SAW.
Berikut ini salah satu hadis sahih dari sekian banyak hadis yang menunjukkan sikap Rasulullah SAW pada saat marah:
عن أبي سعيد الخدري قال: كان النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم أشدَّ حياءً من العذراءِ في خِدْرها ، فإذا رأى شيئًا يكرهه، عرفناه في وجهه، ولما بلَّغَه ابنُ مسعودٍ قَولَ القائل: هذه قسمةٌ ما أريد بها وجه الله، شقَّ عليه صلى الله عليه وسلم، وتَغيَّر وجهه، وغَضِبَ، ولم يَزِدْ على أنْ قال: قد أوذِيَ موسى بأكثرَ من هذا فصبر
Artinya:
“Dari Abu Said al-Khudri yang berkata, Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat pemalu melebihi gadis-gadis dalam biliknya. Apabila beliau melihat sesuatu yang tidak disenanginya, maka kami cukup memahami dari aura mukanya (sebab beliau tidak pernah berkata-kata sambil marah). Dan pada saat Ibnu Masud menyampaikan kepada beliau perkataan seseorang yang menyatakan bahwa demi Allah, aku tidak senang dengan cara pembagian ini (harta rampasan perang yang dibagikan Rasulullah secara berbeda antara pasukan penunggang kuda dan pasukan yang berjalan kaki), maka bergetar tubuh Rasulullah dan berubah aura wajahnya menandakan beliau marah, hanya sebatas itu, sampai Rasulullah SAW berkata: Sungguh Nabi Musa mendapatkan perlakuan lebih tak mengenakkan lagi (dibandingkan sikap seorang yang tak terima dengan cara Nabi membagikan harta rampasan), dan beliau sangat sabar. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari sini kita dapat memahami Rasulullah lebih nJawani daripada Kiai Jawa yang berkata lemah lembut, sekalipun tidak senang dan tidak sepakat dengan perbuatan santrinya.