Belajar agama pada masa sekarang lebih mudah dibanding dulu. Kalau dulu orang belajar agama di masjid, pesantren, atau perguruan tinggi, tapi sekarang belajar agama bisa di rumah. Dulu murid yang mendatangi guru, tapi sekarang guru yang mendatangi murid. Melalui teknologi internet, ada banyak konten keagamaan yang bisa diakses. Kita bisa dengan mudahnya mendengar pengajian tanpa harus datang ke masjid.
Tapi dengan kemudahan itu, kita harus selektif dalam memilih guru agama. Pilihlah guru yang punya kompentensi dalam bidang yang diajarkan. Mau belajar al-Qur’an, carilah guru yang memang punya latar belakang pendidikan ilmu al-Qur’an. Mau belajar hadis, carilah guru yang punya latar belakang pendidikan ilmu hadis. Begitu seterusnya.
TGB Zainul Majdi mengatakan, kalau sudah ada keyakinan, kemauan untuk belajar, yang tidak kalah pentingnya diperhatikan adalah cari guru yang kompenten. Mengapa? Karena beragam kita adalah siapa guru kita.
“Pastikan kita belajar dari guru yang mampu menghadirkan keindahan Islam” Tegas Tuan Guru Bajang.
Islam itu agama indah. Islam juga agama rahmat. Islam sesuai dengan fitrah manusia. Islam tidak membunuh kemanusian. Pada masa Rasul, banyak orang tertarik masuk Islam karena keindahan Islam itu sendiri. Keindahan Islam itu jangan diperburuk dengan kurangnya pemahaman kita terhadap Islam. Sehingga, yang ditampilkan adalah kekerasan, kekakuan, dan kejumudan. Padahal Islam tidak seperti itu. Karenanya, TGB Zainul Majdi menekankan pentingnya mencari guru yang mampu mengahdirkan keindahan Islam.
Umar bin Khattab pernah berpesan, “Jangan sampai kalian membuat Allah itu dijauhi hambanya”. Misalnya, kalau diminta jadi Imam, perhatikan orang-orang yang ada di belakang kita: ada anak kecil, orang tua, pedagang, dan lain-lain. Jangan baca surat-surat panjang ketika menjadi imam kalau di belakang kita banyak orang tua, anak kecil, atau pedagang yang harus segera ke pasar. Karena kalau dibaca surat panjang menjadi Imam, mereka akan menjadi malas ke masjid. Begitu juga pada saat mengisi pengajian, perhatikan waktu dan durasi kajian, jangan mengisi kajian terlalu lama, supaya orang tidak bosan dan tetap tertarik datang untuk mengikuti kajian. Lain halnya, kalau memang kondisi Jemaah memang sudah siap untuk mendengarkan kita untuk waktu yang lama.