Selama ini yang kita ketahui, perempuan yang dinikahi Rasul setelah Khadijah adalah Aisyah, putri Abu Bakar. Namun hal itu salah, yang benar adalah Saudah binti Zamah.
Memasuki tahun ke-10 nubuwah, Allah SWT memberikan ujian luar biasa kepada Rasulullah SAW. Sekitar bulan Rajab, Abu Thalib, paman Nabi Saw menutup usia. Dua bulan setelahnya, tepatnya Ramadan, Khadijah binti Khuwailid, sang ummul mukminin juga menghembuskan nafas terakhirnya.
Wafatnya dua orang berpengaruh ini membuat Rasulullah SAW benar-benar terpukul. Tahun itu bahkan dijuluki aamul huzni (tahun kesedihan). Bagaimana tidak, keduanya rela mengorbankan jiwa, raga, dan harta mereka untuk melindungi dan menyokong dakwah Nabi SAW.
Sebaliknya, kepergian Abu Thalib dan Khadijah bagi kafir Quraisy adalah jalan mulus untuk menggoyahkan dakwah Nabi SAW. Mereka semakin berani menyakiti dan menyiksa kekasih Allah ini.
Pernah suatu waktu seorang kafir Quraisy melemparkan debu ke atas kepala Rasulullah SAW. Ketika sampai di rumah, Fatimah binti Muhammad segera berdiri dan membersihkan kepala ayahnya sambil menangis. Rasulullah Saw pun berkata “Janganlah menangis wahai anakku, sesungguhnya Allah Swt lah pelindung ayahmu.”
Hari demi hari, siksaan kaum musyrikin Makkah tak juga berhenti, Rasulullah SAW akhirnya memutuskan untuk hijrah ke Thaif. Namun bukannya mendapat sambutan hangat, beliau justru diusir dan disiksa oleh penduduk negeri tersebut.
Menikah dengan Saudah binti Zam’ah
Di tengah ujian yang semakin menjadi-jadi, para sahabat mulai memerhatikan kesendirian Nabi.
Sebagai pemimpin umat Muslim, Rasulullah SAW tentu saja membutuhkan banyak sokongan, termasuk dari seorang istri yang bisa menemaninya, menjadi pelipur lara, serta membantu mengurus pekerjaan tumah tangga, apalagi saat itu putri-putri Rasulullah SAW juga masih amat belia.
Melihat kegelisahan dan kesedihan Nabi SAW, Khaulah binti Hakim kemudian mendatangi dan menawarkan diri untuk mencarikan istri untuk Rasulullah SAW. Beliau pun menyetujuinya.
Maka, Khaulah mengkhitbahkan Aisyah Ra untuk Nabi SAW, akan tetapi usia putri Abu Bakr itu masih amat belia, sehingga Rasulullah Saw belum menikahi dan belum berumah tangga dengannya.
Khaulah binti Hakim kemudian meminangkan Saudah binti Zam’ah untuk Nabi SAW dan ia pun menerimanya.
Dalam al-Ishabah fit Tamyiz as-Shahabah disebutkan, berdasarkan riwayat Ma’mar, Saudah binti Zam’ah berkata, “Tidaklah aku berkeinginan menikah, kecuali aku berharap jika Allah SAW membangkitkanku di hari kiamat dalam keadaan menjadi pasanganmu (Nabi SAW).”
Shafiyurahman al-Mubarakfuri dalam ar-Rahiq al-Makhtum menuliskan, Rasulullah SAW menikahi Saudah binti Zam’ah pada bulan Syawal di tahun itu juga. Ia adalah perempuan pertama yang dinikahi Nabi Muhammad Saw setelah wafatnya Khadijah.
Sekilas tentang Saudah binti Zam’ah
Saudah adalah putri dari pasangan Zam’ah bin Qais dan As-Syumus binti Qais bin Yazid al-Anshariyah. Sebelum dinikahi Rasulullah Saw, Saudah sudah pernah menikah dengan as-Sakran bin Amr.
Pasangan suami istri ini memeluk Islam dan hijrah ke Habasyah. Namun as-Sakran wafat di sana dan Saudah pun menjanda. Rasulullah SAW kemudian menikahinya.
Sikap dewasa dan keibuan Saudah menjadikannya begitu telaten mencukupi kebutuhan Nabi SAW. Ia juga begitu pengertian dan penuh kasih sayang. Saat memasuki usia senja, Saudah menghibahkan jatah harinya bersama Rasulullah Saw untuk Aisyah.
Saudah binti Zam’ah wafat di akhir masa kepemimpinan Umar bin Khattab, ada pula yang berpendapat ia wafat di Madinah, pada Syawal 54 H. (AN)