Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) menggelar Musabaqah Syarh Qawa`id Fiqhiyyah pada 18-20 Oktober. Musabaqah ini digelar dalam rangka menyambut Hari Santri Nasional tahun 2022. Tercatat sebanyak 337 santriwan dan santriwati dari 110 pondok pesantren di seluruh Indonesia turut berpartisipasi.
Musabaqah diawali dengan babak penyisihan yang dilaksanakan secara online pada 18 Oktober. Dari ratusan peserta yang mengikuti babak penyisihan itu, sebanyak lima santriwan dan lima santriwati terpilih menjadi finalis untuk mengikuti babak Grand Final. Babak Grand Final dilaksanakan di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, pada Kamis (20/10). Juga disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube TVNU.
Pada babak Grand Final, sepuluh finalis diuji langsung di hadapan tim penguji. Tim penguji sendiri terdiri atas tiga orang, antara lain KH. Ahmad Ismail dari UIN Walisongo Semarang, Gus Kholili Kholil dari PP Cangaan Pasuruan, dan Ning Nurun Sariyah dari Banyuwangi. Bentuk ujian yang dihadapkan pada para finalis berupa hafalan kaidah-kaidah fikih, penjelasan, serta aplikasi dalam kasus-kasus tertentu.
Berdasarkan surat keputusan yang dibacakan oleh perwakilan dari RMI NU, Gus Hatim Gazali, pemenang Musabaqah Syarh Qawa`id Fiqhiyyah tahun ini jatuh kepada Nilna Zahwa Zahara, santriwati PP Al-Hikmah 2, Brebes, Jawa Tengah. Nilna berhasil meraih nilai 275 poin. Disusul M. Nabil Ali Ma’lum dari PP Lirboyo, Kediri, sebagai juara 2 dengan nilai 248 poin.
Fatih Athoillah dari PP Fadlul Wahid, Grobogan, menempati juara 3 dengan nilai 237 poin. Adapun juara harapan jatuh kepada Zulfan Musthofa Shihab dari PP Al-Muhajirin, Purwakarta (Harapan 1) dan Adelina Nauli Fitriana dari PP Ali Maksum, Krapyak (Harapan 2).
Menurut Gus Hatim, Musabaqah Syarh Qawa`id Fiqhiyyah ini merupakan yang pertama dalam sejarah Nahdlatul Ulama.
“Biasanya lombanya itu, kalau nggak hafalan Al-Qur`an, baca kitab kuning, hafalan Alfiyah, cerdas cermat, khitobah. Nah, ini lomba Syarh Qowa`id Fikih. Dan itu belum ada (sebelumnya),” tuturnya.
Gus Hatim melanjutkan, musabaqah ini direncanakan akan dikembangkan di tahun-tahun selanjutnya. Jika pada gelaran pertama hanya dikhususkan untuk level santri junior (usia di bawah 19 tahun), maka di tahun-tahun selanjutnya akan ada level yang lebih tinggi. Harapnnya, dengan cara seperti itu, musabaqah ini dapat melahirkan ulama-ulama yang berkualitas di masa depan. Khususnya bagi lingkungan NU.
“Sehingga, nanti 10 atau 20 tahun dari sekarang, PBNU tidak kekurangan orang yang alim, baik perempuan maupun laki-laki. Itu yang diharapkan,” terangnya.
Para santri yang berhasil menjadi juara diundang untuk mengikuti penyerahan Piala Rais ‘Am di Tebuireng, Jombang. Dengan kata lain, prosesi penyerahan piala dilaksanakan bersamaan dengan puncak perayaan Hari Santri Nasional pada Sabtu (22/10) nanti. Selain mendapat penghargaan berupa piala, para juara juga akan mendapatkan hadiah berupa uang pembinaan dan kitab-kitab kuning karya ulama Nusantara. [NH]