Tampaknya tahanan Palestina di penjara Israel harus berlapang dada. Pasalnya Mahkamah Agung Israel telah mengeluarkan keputusan terkait dengan jaga jarak dalam pandemi COVID 19 saat ini. Dalam keputusannya tersebut dinyatakan menolak petisi yang dibuat oleh pusat hukum tentang perlindungan Covid-19 bagi tahanan di penjara Gilboa yang menampung sekitar 450 warga Palestina.
Dalam amar keputusan itu, Hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa orang-orang Palestina yang ditahan di penjara tidak berbeda dengan di rumah alias tidak ada perlindungan, semisal menjaga jarak. Keputusan ini membuat pengacara kasus tersebut, Myssana Morany, mengecam dan menuduh pengadilan ini sebagai menyalahi aturan kebijakan jarak sosial yang diajukan oleh otoritas Israel.
“Kami, sebaliknya, tunduk pada argumen tidak masuk akal yang menyamakan penjara dengan ruang keluarga, sementara tahanan terus dipaksa untuk melakukan kontak setiap hari dengan penjaga yang berpotensi terkena Covid-19 di luar tembok penjara,” ujar Morany seperti di lansir laman middleyenet.
Ia menyebutkan bahwa keputusan tersebut membahayakan kehidupan dan berhadapan dengan para profesional kesehatan dan hak asasi manusia.
“Keputusan itu berhadapan dengan para profesional kesehatan dan hak asasi manusia di seluruh dunia yang menyerukan jarak sosial di dalam penjara, dan membiarkan orang-orang Palestina yang ditahan oleh Israel terkena virus tanpa pilihan untuk melindungi diri mereka sendiri,” kata Morany.
Disebutkan bahwa April lalu, sekelompok ahli hak asasi PBB meminta Israel untuk tidak mendiskriminasi tahanan Palestina yang berjumlah ribuan. Mereka rentan terpapar virus corona. Saat ini tercatat ada lebih dari 4.520 tahanan Palestina, termasuk 183 anak-anak, 43 wanita dan 700 tahanan dengan kondisi medis yang perlu perawatan khusus.
Dalam pernyataannya, PBB mengatakan Israel telah membebaskan ratusan tahanan Israel karena pandemi namun tidak satupun narapidana Palestina dibebaskan.
“Ini menunjukkan perlakuan diskriminatif terhadap tahanan Palestina – yang merupakan pelanggaran hukum internasional,” kata kelompok PBB itu.