Renaissance muncul dari maraknya kota-kota dagang yang makmur di Italia. Italia mengendalikan bagian terbesar dari perdagangan di Mediterrania yang terhubung ke pusat-pusat perdagangan utama seperti Konstantinopel dan Alexandria. Di Mediterrania, para pedagang ini menjual komoditas dari Timur ke Eropa.
Ramainya aktivitas perdagangan melahirkan elit baru dalam tataran masyarakat Eropa. Elit baru itu dikenal dengan sebutan kelompok borjuis. Borjuis adalah masyarakat kelas menengah yang mendapatkan kekuatan ekonomi sosial dari pekerjaan dan pendidikan.
Keluarga Medici dari Florence merupakan salah satu kaum borjuis yang muncul akibat sistem ekonomi terbuka di pusat-pusat kota dagang. Keluarganya tidak hanya berpengaruh dalam ekonomi, namun sebagai pendukung gagasan Renaissance di Italia. Keluarga Medici tersebut kelak menjadi salah satu destinasi perlindungan para cendekiawan Romawi Timur yang bermigrasi ke Eropa karena Konstantinopel jatuh ke tangan Ottoman.
Munculnya banyak kelas menengah baru serta kota-kota dagang yang makmur berhasil mengubah cara pandang terhadap kehidupan di dunia. Perlahan-lahan mereka meyakini bahwa tujuan hidup manusia adalah mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia. Mereka tidak lagi berpegang pada prinsip hidup momento mori atau “ingatlah kematian” yang terus didengungkan selama Abad Pertengahan, tetapi diganti dengan semboyan carpe diem atau “menikmati hidup”.
Dalam salah satu teori sejarah yang masyhur, jatuhnya Konstatinopel ke tangan Dinasti Turki Utsmani pada tahun 1453 memberikan dorongan signifikan bagi lahirnya Renaissance. Banyak cendekiawan yang ahli dalam kebudayaan Yunani dan Romawi Kuno yang bekerja di perpustakaan-perpustakaan di Konstantinopel bermigrasi ke wilayah-wilayah di Eropa sambil membawa banyak buku sastra, hukum, dan seni yang tidak ternilai harganya.
Sebagian besar ilmuwan Konstantinopel, yang notabene adalah bekas Romawi Timur, memilih untuk hijrah ke Italia. Para ilmuwan tersebut lalu menginisiasi gerakan menghidupkan buku-buku klasik Plato di Florence. Para cendekiawan tersebut datang ke Italia dengan membawa teks-teks dan manuskrip yang sebelumnya belum di kenal bangsa Eropa di Abad Pertengahan. Mereka juga kemudian menyebarkan bahasa Yunani.
Kota-kota dagang Italia yang semakin kosmopolit melapangkan jalan bagi bertemunya berbagai pemikiran dan filsafat. Orang-orang kelas menengah Eropa sejak akhir abad ke-14 mulai mencari orientasi inspirasi baru sebagai alternatif filsafat skolastik, salah satunya lewat para akademisi Konstantinopel itu. Mereka mulai mempelajari lagi kebudayaan Yunani-Romawi Kuno. Semangat untuk mempelajari kembali filsafat klasik tercermin dari berdirinya lembaga ilmiah seperti Akademi Plato di Florence dan Académie de France di Paris.
Mereka bisa bergerak secara leluasa karena berada di bawah perlindungan konglomerat Eropa saat itu, kelurga Medici, atau House of Medici, dengan jaminan finansial dan dukungan penuh dari keluarga Medici terhadap ide Renaissance.
Sumber-sumber untuk mempelajari filsafat Yunani Kuno dan ilmu pengetahuan lainnya, secara langsung, juga didapatkan dari para ilmuwan Muslim. Peradaban Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang sains pada saat Dinasti Abbasiyah, tepat saat Eropa masih berada dalam hegemoni Gereja. Salah satu ilmuwan Muslim yang memiliki pengaruh besar di Eropa adalah Ibnu Rusyd (1126-1198). Ia menulis banyak tafsir terhadap karya-karya Aristoteles yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan bahasa Latin kemudian beredar di Eropa. Selain penafsir filsafat Aristoteles, Ibnu Rusyd membahas ilmu kedokteran, teori hukum, serta linguistik.
Kembali ke Florence, semangat untuk menghidupkan kembali filsafat Romawi dan Yunani Klasik mengilhami lahirnya aliran humanisme. Aliran ini merupakan antitesa dari gagasan Abad Pertengahan yang kurang menghargai kemanusiaan dalam diri setiap manusia. Kebenaran diukur berdasarkan ukuran gereja, bukan menurut ukuran yang dibuat oleh manusia sendiri. Humanisme menghendaki ukurannya haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir.
Bertolak dari sini, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya sendiri dan mengatur dunia. Karena semangat humanisme tersebut, akhirnya agama Kristen semakin ditinggalkan, sementara pengetahuan rasional dan sains berkembang sembari memisahkan diri dari agama dan nilai-nilai spiritual.
Dalam humanisme, manusia ditempatkan sebagai makhluk independen yang lebih mengedepankan kemampuan alamiah dan pemaksimalan rasionalitas. Para penganut aliran humanisme disebut sebagai kaum humanis. Kaum humanis inilah yang mempelopori lahirnya Renaissance.
Pada tahun 1454, Johann Gutenberg (1400-1468) berhasil menciptakan mesin cetak. Penemuannya itu sangat membantu mempercepat serta memperluas gagasan Renaissance ke seluruh Eropa. Dampaknya, munculnya kemudian “kota-kota Renaissance” yang mulai berani mendobrak tradisi lama. Dalam bidang seni, misalnya, pengaruh Renaissance dapat dirasakan dari bergesernya tema-tema lukisan dan patung yang sebelumnya bersifat sakral menjadi tema yang lebih membumi.
Seniman Renaissance, diantaranya, adalah Michelangelo (1475-1564) dan Leonardo da Vinci (1452-1519). Karya Michael Angelo menghiasi langit-langit Kapel Sisitina Vatikan. Sementara Leonardo da Vinci menghasilkan sebuah mahakarya lukisan yang dikagumi hingga saat ini, Monalisa. Popularitas kedua seniman tersebut, salah satunya, karena mendapat support finansial dari keluarga Medici di Florence.
Masa Renaissance juga mengawali revolusi pengetahuan dalam bidang astronomi, sistematika, dan metode sains modern. Adalah Francis Bacon (1561-1626 M), yang berhasil menyusun secara sistematis prosedur penelitian ilmiah. Bacon menaruh perhatian besar pada metode induksi berdasarkan pada pengamatan empiris.
Renaissance juga berperan dalam perkembangan ilmu negara, mulai dari bentuk negara otokratis yang digagas oleh Niccolo Machiavelli (1469-1527) hingga negara ideal utopia yang berangkat dari pemikiran Thomas More (1478-1535).
Dalam bidang agama, semangat Renaissance jelas mengejawantah dalam upaya memusnahkan dogma Gereja di Eropa. Pada tahun 1512, tokoh Katolik bernama Martin Luther (1483-1546) muncul ke publik dan menuntut terjadi perubahan dalam kehidupan Gereja. Pada masa itu, Gereja dianggap terlalu jauh mencampuri kehidupan masyarakat dan Martin Luther menemukan banyak penyimpangan yang dilakukan Gereja. Evaluasi yang dilakukan Martin Luther ini secara tidak langsung menghambat gerak hegemoni Gereja dan secara bersamaan memberi ruang bagi gagasan Renaissance untuk terus mempopulis.
Dalam perkembangannya, semangat Renaissance juga ikut mempengaruhi pemikiran ekonomi. Memasuki abad ke-15, para pedagang dan raja telah menyadari bahwa kesejahteraan suatu negara ditentukan oleh banyaknya aset yang dimiliki dan besarnya volume perdagangan global. Pandangan ini disebut merkantilisme. Paham merkantilisme mendorong pedagang dan penjelajah Eropa mencari wilayah baru sebagai sumber aset dan perluasan pasar. Paham inilah yang mengilhami datangnya serikat dagang Belanda Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) ke Nusantara tahun 1602. Merkantilisme secara tidak langsung juga melahirkan apa yang disebut dengan masa kolonialisme Eropa.
Ide-ide Renaissance semakin menguat dan memiliki dasar-dasar yang kokoh saat memasuki abad ke-17 dan abad ke-18. Pada abad ke-18, masyarakat Eropa sangat kritis terhadap segala sesuatu dalam kehidupannya termasuk dalam kehidupan bernegara. Zaman ini disebut dengan abad pencerahan atau aufklarung. Prinsip dan slogan utama Abad Pencerahan adalah “Sapere Aude!” atau “Berani Berpikir Sendiri!”.
Kalimat tersebut berasal dari Immanuel Kant (1724-1804 M), figur penting pada masa Abad Pencerahan. Gagasan Abad Pencerahan mencapai puncaknya dalam Revolusi Prancis. Melalui Revolusi ini, tatanan sosial politik tradisional seperti monarki, privilege bagi kaum bangsawan, kekuasan politik dan otoritas agama dihapuskan, kemudian digantikan dengan tatanan sosial-politik yang diilhami ide-ide pencerahan, yaitu kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan. Ide-ide tersebut terus diformulasi sehingga lahir sebuah paham politik yang disebut sekulerisme.
Gerakan renaissance dan Abad Pencerahan telah membentuk negara dan masyarakat modern di Eropa. Renaissance telah meletakkan dasar bagi pengakuan hak sipil dan demokrasi. Kebebasan berpikir yang lahir dari humanisme, melahirkan berbagai ide dan inovasi yang kemudian menjadi fondasi bagi perkembangan teknologi modern.
Renaissance, dengan demikian, bukanlah sebuah revolusi besar dalam satu malam. Ia adalah gagasan yang mewujud dalam gerakan budaya yang bersirkulasi dan bertumbuh secara perlahan-lahan di abad ke 14 hingga 17 di Italia, kemudian menyebar secara luas di dataran Eropa. Masa Renaissance menjadi satu trajectory yang menandai bangunnya Bangsa Eropa dari tidur panjang dibalik selimut dogma agama Gereja.