Ramai Bir Jadi Sponsor Formula E Jakarta? Ini Hukum Menerima Sponsor dari Produsen Minuman Keras dalam Islam

Ramai Bir Jadi Sponsor Formula E Jakarta? Ini Hukum Menerima Sponsor dari Produsen Minuman Keras dalam Islam

Isu ajang Formula E Jakarta disponsori raksasa perusahaan bir asal luar negeri sempat ramai di pemberitaan media arus utama. Kabar tersebut sontak memancing berbagai pihak ikut berkomentar. Namun bagaimanakah pandangan syariat Islam, bolehkah kita sebagai muslim menjalin kerja sama dan menerima dana sponsor dari produsen minuman keras meski jalinan kerjasama ini secara kasat mata tampak menguntungkan masyarakat? 

Ramai Bir Jadi Sponsor Formula E Jakarta? Ini Hukum Menerima Sponsor dari Produsen Minuman Keras dalam Islam
Formula E

Isu ajang Formula E Jakarta disponsori raksasa perusahaan bir asal luar negeri sempat ramai di pemberitaan media arus utama. Kabar tersebut sontak memancing berbagai pihak ikut berkomentar. Namun bagaimanakah pandangan syariat Islam, bolehkah kita sebagai muslim menjalin kerja sama dan menerima dana sponsor dari produsen minuman keras meski jalinan kerjasama ini secara kasat mata tampak menguntungkan masyarakat?

Kata sponsor atau persponsoran sendiri dalam konteks komunikasi pemasaran berasal dari bahasa Inggris sponsorship yang berarti kerja sama antara perusahaan dengan pihak tertentu untuk mempromosikan produknya. Tentu, pihak perusahaan harus membayar dana dalam jumlah tertentu sesuai kesepakatan sebelum produknya diperkenalkan pihak yang diajak kerja sama kepada masyarakat luas.

Hal ini dapat meningkatkan brand awarness atau pengenalan publik terhadap merek perusahaan serta dapat menjadi langkah awal suatu produk dikenal luas dan disukai oleh publik. Di sisi lain pihak yang mempromosikan juga mendapatkan sokongan dana agar ajang yang diselenggarakan dapat berjalan lancar dan sesuai target. Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta seperti yang kami kutip dari Kompas mengatakan bahwa salah satu capaian yang akan diraih dari diselenggarakannya Formula E Jakarta adalah peningkatan perekonomian Jakarta hingga 1,2 triliun Rupiah.

Namun syariat Islam, baik yang tertera dalam al-Quran atau pun hadis seluruhnya secara tegas mengharamkan konsumsi minuman keras (khamr). Misalnya firman Allah :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”

Selain haram untuk dikonsumsi, khamr juga haram untuk diperjualbelikan, Nabi SAW bersabda :

إِنَّ الَّذِي حَرَّمَ شُرْبَهَا حَرَّمَ بَيْعَهَا

“Sungguh, sesuatu yang haram diminum haram pula diperjualbelikan.” (HR. Muslim)

Bahkan dalam hadis lain Nabi SAW mengharamkan segala jenis bentuk yang mengarah pada komersialisasi khamr :

حُرِّمَتْ التِّجَارَةُ فِي الْخَمْرِ

“Telah diharamkan perdagangan khamar (minuman keras) “. (HR. Bukhari)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْخَمْرِ عَشْرَةً عَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَشَارِبَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةُ إِلَيْهِ وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَآكِلَ ثَمَنِهَا وَالْمُشْتَرِي لَهَا وَالْمُشْتَرَاةُ لَهُ


“Dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah
melaknat sepuluh orang yang berkenaan dengan khamr; Orang yang memeras, yang meminta diperaskan, peminum, pembawanya, yang dibawakan untuknya, penuangnya, penjual, yang memakan hasilnya, pembelinya dan yang minta dibelikan.” (HR. Tirmidzi dan Abi Daud)

Berdasarkan perintah syariat di atas dapat kita simpulkan bahwa kerja sama dalam bentuk apapun yang dapat mengembangkan jangkauan perusahaan minuman keras harus dihindari. Meski pada prakteknya kerja sama ini dapat menggerakkan perekonomian. Namun, tentu harga yang harus dibayar adalah runtuhnya moral bangsa.

Hubungan persponsoran merek dagang minuman keras di dunia olahraga juga sempat diteliti oleh Katherine Brown dalam jurnalnya Association Between Alcohol Sports Sponsorship and Consumption: A Systematic Review. Jurnal ini meneliti dampak persponsoran minuman beralkohol pada konsumsi alkohol. Hasilnya dari 12.760 peserta dari Australia, Selandia Baru, Inggris, Jerman, Italia, Belanda, dan Polandia. Semua penelitian melaporkan adanya hubungan antara paparan sponsor alkohol di dunia olahraga dan konsumsi alkohol. Bahkan di antaranya memengaruhi dan mendorong anak-anak mengonsumsi minuman beralkohol. Pada kesimpulannya dia juga menyarankan pembuat kebijakan sebisa mungkin membatasi ruang gerak persponsoran perusahaan minuman keras.

Lebih jauh, dalam maqashid syariah (tujuan syariat) terdapat poin hifdzul ‘aqli (menjaga kewarasan berpikir) salah satunya adalah pengharaman meminum minuman keras. Poin maqashid syariah ini dikembangkan oleh Jasser Auda menjadi optimalisasi berpikir ilmiah dan menuntut ilmu. Optimalisasi ini tidak bisa diwujudkan oleh individu melainkan dapat diwujudkan oleh sistem pembuat kebijakan agar perkembangan pengetahuan berjalan selaras dengan terjaganya moral bangsa. Karena kenyataan di lapangan banyak menunjukkan data kriminalitas di bawah pengaruh alkohol.

Maka tidak salah pihak Majelis Ulama Indonesia, Ketua Bidang Fatwa KH. Asrorun Ni’am menyarankan agar ajang olahraga di Indonesia tidak menggaet produsen miras sebagai sponsor,  mengingat minuman keras atau khamr merupakan benda terlarang dalam agama Islam. Dan setelah diklarifikasi, Ahmad Sahroni, ketua panitia pelaksana Formula E Jakarta menegaskan sponsor ajang tersebut tidak ada yang berasal dari perusahaan minuman keras. Bahkan dia memastikan tidak akan ada logo perusahaan miras dan tidak akan ada pesta sampanye saat penghargaan juara podium.