Bolehkah Bekerja di Tempat Hiburan Malam?

Bolehkah Bekerja di Tempat Hiburan Malam?

Bagaimana nasib orang yang bekerja di tempat hiburan malam?

Bolehkah Bekerja di Tempat Hiburan Malam?
Ilustrasi bekerja di tempat hiburan malam (Freepik)

Islam mengajarkan kepada kita untuk mencari rezeki dengan cara dan sumber yang baik. Jika berbicara cara dan sumber, tentu tidak lepas dari tempat dan bagaimana penghasilan itu bisa kita dapatkan.

Rasul SAW bersabda dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam at-Thabrani,

عنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : تُلِيَتْ هَذِهِ الْاَيَةُ عِنْدَرَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (يَااَيُّهَاالنَّاسُ كُلُوْامِمَّافِى الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا)

Artinya: “Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata: dibacakan ayat ini di samping Rasulullah Saw: ’Wahai sekalian umat manusia makan olehmu sebagian rezeki yang ada di muka bumi yang halal dan baik.” (H.R. Thabrani)

Dewasa ini, banyak bermunculan tempat hiburan yang marak pada malam hari. Tempat hiburan yang dimaksud adalah seperti diskotik dan beberapa tempat lain.

Namun, apakah Islam memperbolehkan seorang muslim bekerja di tempat-tempat hiburan malam tersebut?

Jawaban terkait pertanyaan ini perlu diperinci. Jika tempat hiburan malam tersebut menjual minuman keras, menampilkan tarian-tarian sensual dan membangkitkan syahwat, maka hukumnya diharamkan.

Hal ini juga didasarkan pada hadits Rasulullah Saw yang menyebutkan bahwa semua orang yang terlibat dalam jual beli minuman keras, maka hukumnya haram.

لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَلَعَنَ شَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ وَآكِلَ ثَمَنِهَا

Artinya: “Allah Swt telah melaknat khamar dan melaknat peminumnya, orang yang menuangkannya, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, pembawanya, yang dibawakan kepadanya, dan pemakan hasilnya.” (H.R. Ahmad).

Penghasilan yang diperoleh dari bekerja di tempat ini dihukumi tidak sah dan tak boleh untuk disedekahkan, karena sesuatu yang awalnya saja tidak sah, maka hasil dari sesuatu itu tidak akan memperoleh apa-apa. Penjelasan ini terdapat di dalam kitab Ahkamul Fuqoha

وفى نفس الكتاب أجرة العمل الذي يتعلق بالمعصية حرام والتصدق به منها لا يجوز ولايصح إهـ

Artinya : “Dalam redaksi kitab, upah seseorang dari pekerjaan yang berhubungan dengan perkara maksiat dihukumi haram. Tidak diperbolehkan untuk disedekahkan dan dihukumi tidak sah.”

Jika haram, bagaimana nasib pekerjanya?

Tapi, apa solusi untuk masalah tersebut? Banyak orang yang menggantungkan kehidupannya dari pekerjaan seperti itu.

Dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad diatas, diambil kesimpulan bahwa segala pekerjaan yang berkaitan dengan hal haram, itu tidak diperbolehkan.

Dalam kaedah fikih ulama’ sepakat, bahwa sesuatu yang haram digunakan, maka haram juga memproduksinya.

ما حرم استعماله حرم اتخاذه

Artinya: ”Sesuatu yang haram digunakan, haram juga membuatnya”

Imam Abu Hanifah memperbolehkan dengan catatan…

Imam Abu Hanifah tampil beda dalam masalah ini. Menurut beliau pembuatan dan produksi khamar ini diperbolehkan jika ditujukan untuk orang non-muslim.

Pendapat beliau ini sekaligus memberikan kelonggaran untuk para pekerja yang mengais rezeki dari tempat-tempat yang menjual atau memperdagangkan sesuatu yang diharamkan, karena banyak dari pegawai dan pekerja, seperti security, cleaning service yang bergantung dari tempat itu.

Dengan catatan, mereka tidak meminum alkohol dan tidak melakukan prostitusi. Kalau hanya bekerja sebagai penjaga saja, tentu diperbolehkan.

Namun sebagai muslim yang taat, kita lebih dianjurkan untuk menghindari dan mencari tempat yang lebih layak dibanding tempat-tempat tersebut. Wallahu khairul Raziqin.

Semoga bermanfaat. (AN)