Quraish Shihab: Istri Tidak Wajib Memasak

Quraish Shihab: Istri Tidak Wajib Memasak

Meskipun istri tidak wajib memasak, namun antara suami dan istri perlu berbagi tugas dan berdiskusi.

Quraish Shihab: Istri Tidak Wajib Memasak

Quraish Shihab menjelaskan bahwa istri tidak wajib memasak. Hal ini disampaikan dalam salah satu kajian Shihab & Shihab bersama Rafi Ahmad dan Nagita Slavina beserta beberapa public figure yang lain.

Saat itu Quraish Shihab ditanya oleh Nagita Slavina terkait hak-hak yang harus diterima oleh seorang istri dari suami. Ayah Najwa Shihab ini lalu menjawab beberapa hal.

Berikut hak-hak istri menurut Quraish Shihab:

  1. Berhak mendapatkan tempat tinggal
  2. Berhak mendapatkan makanan
  3. Berhak mendapatkan pakaian
  4. Berhak untuk dihormati

Selain menjelaskan beberapa hak istri yang menjadi kewajiban suami, mantan rektor UIN Syarif Hidayatulah Jakarta ini juga menyebutkan beberapa hal yang bukan menjadi kewajiban istri, yaitu:

  1. Istri tidak wajib memasak
  2. Istri tidak wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga

Meskipun demikian, Quraish Shihab menyebutkan bahwa hubungan suami istri bukan hanya sebatas hak dan kewajiban, melainkan hubungan kerjasama.

“Tetapi, hubungan suami istri bukan hanya hubungan hak dan kewajiban. Hubungan suami istri adalah hubungan kerjasama,” terang mantan menteri agama masa Soeharto ini.

Oleh karena itu, Quraish Shihab mengingatkan agar suami istri bisa berdiskusi dalam menjalani kehidupan berkeluarga.

“Kalimat yang paling Indah terdengar dari seorang istri kepada suaminya itu bukan aku cinta padamu, tapi aku bangga padamu, dan ketika berdiskusi, kalimat yang paling indah didengar oleh suami adalah boleh jadi kamu yang benar.”

Penjelasan Quraish Shihab ini sesuai dengan penjelasan dalam Mausuah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah bahwa jumhur ulama menyebutkan bahwa seorang istri tidak wajib melayani suami, termasuk salah satunya, tidak wajib memasak untuk suami.

 فَذَهَبَ الجُمْهُورُ (الشّافِعِيَّةُ والحَنابِلَةُ وبَعْضُ المالِكِيَّةِ) إلى أنَّ خِدْمَةَ الزَّوْجِ لاَ تَجِبُ عَلَيْها لَكِنَّ الأْوْلى لَها فِعْل ما جَرَتِ العادَةُ بِهِ.

Artinya, Jumhur ulama (Syafiiyah, Hanabilah, dan sebagian Malikiyah) berpendapat bahwa seorang istri tidak wajib melayani suaminya di rumah. Tetapi yang paling utama adalah melakukannya sebagaimana adat dan kebiasaan yang berkembang.” 

Namun menurut Hanafiyah, istri wajib melayani suaminya di rumah, berdasarkan hadis terkait pembagian kerja suami istri antara Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Saat itu nabi meminta Ali untuk fokus bekerja di luar, sedangkan Fathimah mengurus keperluan rumah tangga di rumah.

Sedangkan menurut Jumhur Malikiyah dan Abu Tsaur, perempuan tetap melayani suaminya dalam keperluan rumah tangganya sesuai adat yang berlaku.

Pada dasarnya, baik Hanafiyah maupun Jumhur ulama sebenarnya lebih menekankan pada unsur bagi tugas antara suami dan istri. Sehingga, menurut hemat penulis pembagian tugas ini tidak selalu harus istri yang memasak atau suami yang bekerja. Hal ini bisa disesuaikan dengan keadaan rumah tangga masing-masing. (AN)