Ada empat bulan yang dihormati di dalam Islam: Muharram, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Keempat bulan ini diistilahkan juga dengan asyhurul hurum. Prof. Quraish Shihab menjelaskan, hurum berati bulan yang dihormati. Hurum juga bisa diartikan haram atau terlarang. Maksudnya, orang atau sesuatu yang dihormati biasanya ada banyak larangan dan batasan mengenai dirinya. Misalnya, orang yang dihormati tidak boleh pakai baju sembarangan, berperilaku sembarangan, dan seterusnya. Contoh lain, masjid dikatakan sebagai tempat terhormat, karena di situ terdapat banyak larangan, semisal tidak boleh jual-beli, supaya tidak memicu pertengkaran.
Penghormatan terhadap empat bulan ini tidak hanya diakui ketika Islam datang, namun jauh sebelum itu kaum musyrikin sudah menghormatinya. Mereka memuliakan empat bulan tersebut dengan cara membuat kesepakatan untuk tidak berperang pada asyhurul hurum. Sebagaimana diketahui, mereka sangat senang berperang, sehingga mereka butuh waktu-waktu tertentu yang disepakati untuk damai dan tidak berperang pada bulan-bulan itu.
Namun masalahnya, kata Prof. Quraish Shihab, saking doyannya mereka perang, kadang mereka juga melanggar kesekapatan itu, caranya mereka majukan atau mundurkan bulannya. Misalnya, kalau mereka ingin berperang pada saat bulan Muharram, mereka katakan kalau sekarang bukan Muharram, tapi bulan depan. Akibatnya, pengaturan bulan saat itu menjadi sangat kacau. Karenanya, ketika haji wadha’, Rasulullah SAW menyatakan bahwa siklus bulan saat ini sudah kembali seperti pertama kali Allah menciptakannya. Muharram sudah benar-benar menjadi bulan Muharram, begitu juga bulan yang lain.
Menurut Prof. Quraish Shihab, secara umum al-Qur’an menuntut kita untuk menghindari keburukan dan memperbanyak melakukan kebaikan di bulan haram, termasuk bulan Rajab. Tapi sebagian orang menambah-nambah apa yang tidak pernah dilakukan Rasulullah dengan menyebarluaskan hadis-hadis yang tidak pernah dinyatakan oleh Rasulullah sendiri, atau hadis palsu.
Misalnya, ketika berada di bulan Rajab, salah satu doa yang sangat populer adalah Allahumma barik lana fi rajaba wa sya’bana wa ballighna ramadhan, Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami di bulan Ramadhan. Perlu diketahui, doa ini tidak berasal dari Nabi, alias hadis palsu. Boleh kita membaca doa ini, tapi jangan katakan kalau doa ini berasal dari Nabi.
“Doa ini bagus, tetapi bukan hadis. Hadis palsu itu. Boleh saja berkata seperti itu, tapi jangan katakan itu hadis,” Ungkap Prof. Quraish Shihab.
Begitu juga dengan masalah puasa Rajab. Menurut Prof. Quaish Shihab tidak ada satu pun hadis shahih yang ditemukan yang menganjurkan untuk melakukan puasa di bulan Rajab secara khusus. Tapi bukan berati tidak boleh puasa sama sekali, silahkan puasa di bulan Rajab, namun jangan melakukannya atas dasar karena ada anjuran dari Nabi untuk puasa di bulan Rajab.
“Saya ingin dudukkan dulu. Tidak ada larangan bagi umat Islam puasa kapan pun, kecuali dua hari raya: Idul Fitri dan Idul Adha, dan hari tasyriq. Selain dari itu, silahkan puasa. Tapi Jangan anjurkan orang puasa pada bulan tertentu atas nama Nabi,” Jelas Prof. Quraish Shihab.
Penting dicatat, kalau mau puasa di bulan Rajab, seperti puasa Senin dan Kamis, puasa awal bulan, tengah bulan, atau akhir bulan, puasa sehari berselarang, silahkan. Tapi sekali lagi, jangan katakan kalau puasa yang dilakukan itu karena ada anjuran khusus dari Nabi SAW untuk puasa di bulan Rajab.
“Saya ingin garisbawahi, jangan jadikan puasa anda itu karena Rajab, sebab Nabi tidak ajarkan itu. Kalau mau puasa sebulan penuh juga boleh, tapi ingat bahwa Sayyidina Umar menegur orang yang puasa sebulan penuh di bulan Rajab, karena Nabi SAW puasa sebulan penuh hanya di bulan Ramadhan…….Mudah-mudahan saya tidak dituduh Wahabi mengatakan ini.” Tegas Prof. Quraish Shihab.
Ada juga yang mengatakan umrah di bulan Rajab itu bagus. Menurut Prof. Quraish Shihab, tidak ada riwayat yang shahih tentang anjuran ini. Apalagi Nabi SAW hanya umrah empat kali dan semuanya itu dilakukan di bulan Dzulqa’dah. Yang ada hanya umrah terbaik di bulan Ramadhan.
“Mau pergi umrah di bulan Rajab, silahkan. Tapi jangan katakan karena bulan Rajab,” Ujar Prof. Quraish Shihab.
Selain itu, ada yang berpendapat menyembeli kambing di bulan Rajab dianjurkan. Memang dulu kaum musyrikin menghormati bulan Rajab dengan cara menyembelih binatang. Tapi tradisi itu tidak berlaku lagi setelah Nabi SAW datang dan menurut pendapat ulama yang lain tradisi itu sudah dibatalkan Nabi.
Sebenarnya, kata Prof. Quraish Shihab, terlalu banyak hadis-hadis yang beredar sekarang ini, dasarnya tidak kuat. Sebab itu, pemurnian memang harus dilakukan, tapi harus pada tempatnya. Penting juga diperhatikan, walaupun ada amalan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi, namun hal itu bukan berati tidak boleh dilakukan sama sekali oleh orang setelahnya. Puasa, umrah, sembelih binatang, silahkan saja. Yang penting jangan katakan karena ada anjuran khusus dari Nabi. Ini sama halnya dengan tahlilan 3 hari atau 7 hari, Nabi tidak pernah ajarkan itu secara spesifik, tapi bukan berati otomatis tidak boleh.
“Yang jelas, Al-Qur’an memerintah kita untuk mempersiapkan diri menghadapi Ramadhan melalui Rajab, latihan dari sekarang, jangan sampai menganiaya diri, tanamkan perdamaian, itu salah satu hikmah,” Pungkas Prof. Quraish Shihab.