Bulan Rajab termasuk bulan yang dimuliakan dalam Islam. Al-Qur’an, kata Prof. Quraish Shihab, menyebut ada 12 bulan dalam setahun. Dari 12 bulan itu ada empat bulan yang dinamai bulan haram (asyhurul hurum), yaitu Muharram, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Maksud dari bulan haram di sini adalah bulan yang dihormati. Haram juga bisa berati terlarang, karena sesuatu yang dihormati ada banyak larangannya. Misalnya, masjid adalah tempat yang dihormati, ada banyak aturan dan larangan di dalamnya, di antaranya tidak boleh melakukan jual beli, karena bisa memicu keributan.
Menurut Prof. Quraish, kehormatan bulan ini sudah diakui dan ditetapkan kaum musyrik sejak dulu. Orang musyrik sebelum Islam datang, sangat senang perang, hidupnya penuh perperangan. Tapi mereka punya naluri untuk hidup damai. Makanya, mereka menetapkan ada empat bulan yang tidak boleh dilakukan perang. Tapi kalau mereka ingin melakukan perang, mereka menangguhkan bulan. Misalnya, kalau Muharram bulan besok, mereka tangguhkan jadi dua bulan lagi, supaya mereka bisa perang. Sehingga yang terjadi adalah kekacauan penghitungan bulan.
Ketika Islam datang, al-Qur’an memperkuat aturan ini, dan para ulama menganjurkan untuk memperbanyak kebaikan dan tidak melakukan keburukan pada bulan ini, dan bulan lainnya. Ibnu Abbas dalam tafsirnya menjelaskan, jangan sampai tidak melakukan kebaikan pada keempat bulan haram ini. Pada bulan Rajab, kita dituntut oleh al-Qur’an untuk menghindari keburukan dan melakukan aneka kebaikan.
Penulis tafsir al-Misbah ini menambahkan, meskipun demikian, terkadang sebagian orang menambah-nambahkan, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pernah dilakukan Rasulullah. Misalnya, kalau memasuki bulan Rajab, sebagian orang mengucapkan kata selamat sembari berdoa, “Allahumma barik lana fi rajab wa sya’ban wa balighna ramadhan”.
Kalimat ini bagus, tapi bukan hadis. Boleh saja berkata seperti itu. Tapi jangan katakan itu hadis. Masalahnya, kata Prof Quraish, dahulu orang mengatakan itu hadis untuk melakukan dan mendorong orang lain melakukan kegiatan yang positif. Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an ini menyimpulkan, “Hadis Menyangkut Rajab Ini, Banyak Dibuat Orang yang Bermaksud Baik, Tapi Bodoh, dia mengatasnmakan Nabi”.
Yang bermaslah dalam hal ini bukanlah kebaikan yang dilakukan di bulan Rajab, tetapi menyebut beberapa apa yang dilakukan itu bersandar pada ucapan dan perkataan Nabi SAW. Padahal setelah dicek tidak ada landasan yang kuat dalam hadis Nabi. Jadi boleh saja kita membaca doa tertentu ketika di bulan Rajab, tapi kita tidak boleh katakan, kalau doa khusus itu dianjurkan oleh Nabi SAW, kalau memang tidak ada riwayat shahih langsung dari Nabi SAW.