Bagi kebanyakan muslim Indonesia, Ramadan adalah sebuah festival dan perayaan yang layak disemarakkan selama sebulan. Ramadan adalah momentum joy atau kesenangan, demikian catat Andre Moller dalam bukunya Ramadan in Java.
Namun di tengah semaraknya perayaan dan kebahagiaan Ramadan itu, patut dicatat bahwa Ramadan justru dalam beberapa aspek, malah membuat masyarakat lebih konsumtif dan menggunakan sumber daya secara berlebih. Tingkat konsumerisme itu utamanya pada produk makanan dan minuman yang diikuti eskalasi jumlah sampah. Sampah sisa makanan – berikut juga pembungkusnya dari plastik sekali pakai, meningkat drastis dari level rumah tangga maupun sampah dari masjid dan mushola.
Pimpinan Pusat Aisyiyah dalam rilisnya Panduan Green Ramadan dan Green Idulfitri menyebutkan, jumlah sampah bisa dikatakan meningkat hingga 20% saat Ramadan karena kebiasaan “lapar mata” menjelang berbuka, dan banyaknya sampah termasuk sampah plastik saat berbuka puasa.
Selain itu, penggunaan air dan energi meningkat. Air untuk aktivitas ibadah, semisal untuk wudhu dan membersihkan masjid, semakin eksesif digunakan karena masjid di bulan Ramadan menjadi lebih ramai. Begitupun sisa air minum dalam kemasan banyak kita temui, karena air kemasan yang dibuka tidak dihabiskan. Belum juga meningkatnya penggunaan listrik karena selama Ramadan kaum muslim berjamaah sholat tarawih, melakukan tadarus Al Qur’an serta memperbanyak ibadah lainnya.
Kita pun akhirnya melihat fenomena di satu sisi ibadah meningkat, namun di sisi lain, produksi sampah juga meningkat. Ramadan bisa menjadi momen untuk kita melihat ibadah dari dimensi yang lebih luas, termasuk ibadah yang memiliki makna untuk lingkungan hidup. Model ibadah seperti ini yang mungkin seringkali kita lewatkan.
Panduan Green Ramadan dan Green Idulfitri PP. Aisyiyah
Masalah sampah dan penggunaan energi berlebih adalah hal yang perlu diperhatikan muslim, minimal dilakukan melalui aksi-aksi individu atau komunitas. Meskipun dirilis oleh organisasi Aisyiyah, namun pedoman dan inisiatif berikut ini perlu diikuti juga oleh komunitas maupun organisasi muslim lainnya.
Dalam Panduan Green Ramadan dan Green Idulfitri yang dirilis oleh PP. Aisyiyah, didasari dengan pemahaman dari ayat Al Quran bahwa menjaga lingkungan merupakan perintah Allah, dalam QS. A A’raf ayat 56:
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan” (QS Al A’raf ayat 56)
Dalam pedoman Green Ramadan, hal utama sebelum memulai inisiatif tersebut adalah dengan meneguhkan niat, demi tujuan yang benar, menyesuaikan kemampuan, serta memupuk konsistensi dalam mewujudkan bulan Ramadan yang lebih lestari.
Kemudian selanjutnya, bijak dengan makanan. Hendaknya masyarakat muslim tidak membeli atau menyiapkan menu buka puasa, sahur serta Idulfitri secara berlebihan yang akan menumpuk dan akhirnya dibuang. Selain itu, ambil makanan secukupnya dan sebisa mungkin dihabiskan. Jika bersisa, hendaknya sisa makanan disimpan dengan baik.
PP. Aisyiyah juga menyerukan agar sahur dan buka puasa dengan sayur dan buah dari kebun/halaman sendiri, mengurangi daging merah karena akan menambah prosentase karbon, memilah sampah makanan, serta mengolah sampah makanan di rumah apabila memungkinkan atau diserahkan pada bank sampah.
Terkait plastik dan bahan sekali pakai, pedoman tersebut juga menyebutkan bahwa hendaknya masjid/mushola menyediakan paket makanan dan minuman buka puasa serta paket Idulfitri dengan wadah yang bisa digunakan secara berulang. Masyarakat juga perlu membeli takjil dengan membawa wadah makanan sendiri dan tas guna ulang, serta sebisa mungkin menghindari menyajikan minum menggunakan plastik sekali pakai, beralih menggunakan gelas kaca atau gelas aluminium dan teko air yang bisa digunakan secara berulang.
Kemudian juga dalam aspek air dan energi, masyarakat hendaknya dapat menghemat air baik air untuk wudhu, mandi atau keperluan lainnya dengan cara mengecilkan keran air, dan mematikannya pada saat bak sudah penuh. Air minum kemasan mesti dihabiskan apabila “terpaksa” untuk meminumnya. Listrik yang sudah tidak digunakan mesti dimatikan, dengan mematikan lampu atau alat elektronik lain ketika tidak digunakan. Dan demi mengurangi emisi karbon, jika memungkinkan, pilih moda transportasi yang lebih ramah lingkungan baik jalan kaki atau menggunakan sepeda.
Semoga Ramadan ini tidak hanya meningkatkan kualitas ketakwaan kita secara ritual, namun juga meningkatkan perhatian kita kepada lingkungan hidup.
Panduan Green Ramadan dan Idulfitri 1445 H/2024 M yang dirilis PP. Aisyiyah dapat diakses di sini