Pidato Kebudayaan KH. Said Aqil Siradj, Bicarakan Ancaman, Tantangan dan Modal Indonesia Membangun Peradaban

Pidato Kebudayaan KH. Said Aqil Siradj, Bicarakan Ancaman, Tantangan dan Modal Indonesia Membangun Peradaban

Dalam pidato kebudayaan yang bertema “Spirit Islam Nusantara untuk Peradaban Dunia” itu, kyai Said menjelaskan potensi, ancaman, tantangan hingga modal yang dimiliki Indonesia untuk berkontribusi dalam membangun peradaban dunia.

Pidato Kebudayaan KH. Said Aqil Siradj, Bicarakan Ancaman, Tantangan dan Modal Indonesia Membangun Peradaban
KH. Said Aqil Siradj saat menyampaikan Pidato Kebudayaan di Masjid Istiqlal, Ahad (27/11).

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2010-2022, KH. Said Aqil Siradj, menyampaikan pidato kebudayaan dalam acara pengukuhan pengurus Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU), Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan Perkumpulan Penggerak Pemakmuran Masjid Indonesia (P3MI).

Dalam pidato kebudayaan yang bertema “Spirit Islam Nusantara untuk Peradaban Dunia” itu, kyai Said menjelaskan potensi, ancaman, tantangan hingga modal yang dimiliki Indonesia untuk berkontribusi dalam membangun peradaban dunia. Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang dianugerahi sumber daya alam yang melimpah oleh Allah Swt. Karena itu, Indonesia harus mampu menjadi negara yang mandiri dan berdaulat, adil dan makmur.

“Indonesia tidak boleh bergantung dengan siapapun, dan tidak boleh dikendalikan oleh siapapun, justru sebaliknya Indonesia harus menjadi global driver (pengendali global),” tutur ulama kelahiran Cirebon itu.

Ancaman resesi global, krisis pangan dan energi, ancaman kejahatan siber (cyber crime), kompetisi global antar kelompok ideologi yang saling berebut pengaruh, membuat perdamaian menjadi barang yang mahal. Menurut kyai Said, untuk mengubah ancaman menjadi peluang, diperlukan kerja-kerja kebangsaan secara berjamaah dengan mengesampingkan kepentingan individu maupun kelompok masing-masing.

“Kalau kebenaran dikalahkan oleh kepentingan, hancurlah tatanan kehidupan ini,” ungkapnya sembari mengutip Q.s. Al-Mu`minun ayat 81.

Kerja-kerja kebangsaan itu dapat dilakukan melalui beragam cara. Misalnya, menggalang solidaritas, mengembangkan ekonomi gotong royong, melestarikan budaya dan kearifan lokal, meneguhkan ideologi pancasila, hingga memulihkan kepercayaan publik yang telah memudar. Oligarki juga tidak luput dari perhatian kyai Said.

“Menghentikan kerakusan oligarki. Saya ulangi, menghentikan kerakusan oligarki,” tegasnya.

Tentunya, semua itu juga dibarengi dengan yang disebut oleh beliau sebagai ‘pertaubatan Nasional’ serta memohon pertolongan dari Allah Swt. Itu semua merupakan gerbang utama untuk keluar dari krisis sehingga bangsa dan negara tidak sampai jatuh dalam lubang kehancuran.

Selanjutnya, KH. Said Aqil Siradj juga mendorong penyelenggara pemerintahan, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif, harus lebih berani mengambil kebijakan yang mendahulukan kepentingan rakyat. Kedaulatan rakyat dan keselamatan warga negara harus menjadi prioritas utama. Re-distribusi aset, lahan dan tanah untuk rakyat harus dipercepat dan bukan sekedar basa basi. Optimalisasi energi baru dan terbarukan wajib disegerakan dan tidak boleh ada yang menghambat.

“Monopoli atas pangan, energi, obat-obatan, lahan dan tanah harus segera dihentikan. Segala bentuk pelanggaran, penyelewengan, dan kecerobohan yang merugikan rakyat, bangsa dan negara harus diusut tuntas dan ditegakkan seadil-adilnya,” lanjutnya.

Selain ancaman, pidato kebudayaan itu juga menyinggung tantangan-tantangan yang harus dihadapi. Tahun-tahun politik telah datang, gejolak dan berbagai turbulensi mulai muncul, semua warga tidak boleh lengah terprovokasi dalam menghadapi tahun-tahun politik ini. Beliau berharap kepada semua politisi, partai politik, penyelenggara pemilu, serta seluruh warga bangsa Indonesia agar mengutamakan keselamatan dan keutuhan bangsa. Jangan sampai mereka dipecah belah dan dimanfaatkan oleh kepentingan politik identitas yang menggerus kebhinnekaan dan kesatuan bangsa.

“Politik kebangsaan dan kemanusiaan adalah politik tingkat tinggi yang harus dikedepankan dan ditegakkan,” tandasnya.

KH. Said Aqil Siradj juga mengingatkan kembali tentang perpecahan yang terjadi di Timur Tengah. Perang saudara yang tak kunjung usai akibat ketidakmampuan untuk memahami hubungan agama dan negara jangan sampai terjadi di Indonesia. Untungnya, Indonesia telah memiliki banyak tokoh yang mampu memahami hubungan dua hal itu.

Tantangan selanjutnya adalah memitigasi potensi bencana alam, khususnya yang berhubungan dengan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Menyusun langkah antisipatif dalam menghadapi turbulensi ekonomi juga perlu dilakukan, sehingga Indonesia dapat menjadi pelopor dunia dalam menjaga stabilitas ekonomi. Melakukan kerja-kerja itu secara kolaboratif juga menjadi tantangan tersendiri.

“Menghadapi tantangan tersebut di atas, kini saatnya kita semua segara berbenah diri, segera menghimpun semua kekuatan dan kecerdasan, menggalang solidaritas dan kebersamaan, untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, berdaulat, adil dan makmur,” terangnya.

Dalam menghadapi berbagai tantangan itu, kyai Said menekankan pentingnya peran keluarga. Baginya, keluarga adalah benteng pertahanan utama bangsa Indonesia. Membangun peradaban Indonesia harus dimulai dengan membangun keluarga yang berdaulat dan sejahtera. Karena itu, beliau mendorong pemerintah dan semua pihak untuk memerhatikan kondisi rumah tangga seluruh warga negara. Menanamkan ideologi Pancasila, menguatkan pemahaman terhadap jati diri bangsa, budaya dan identitas nasional, memperkokoh perekonomian keluarga dengan mewujudkan kemandirian pangan, serta mengawasi penggunaan media sosial adalah beberapa hal yang bisa dilakukan.

“Sehingga, dengan rumah tangga dan keluarga yang aman, damai, makmur dan berdaulat, maka desa, kecamatan, kabupaten/kota, akan berdaulat. Dan pada akhirnya negara aman, damai makmur dan berdaulat,” tegasnya.

Untuk menghadapi ancaman dan tantangan, Indonesia telah memiliki modal kultural dan sosial yang berupa keragaman budaya dan kearifan lokal. Modal tersebut harus mampu dioptimalkan menjadi senjata strategis untuk membangun peradaban dunia. Spirit keislaman Nusantara yang ramah damai dan toleran telah terbukti berhasil diterapkan di Indonesia. Itu bisa menjadi role model bagi dunia dalam membangun kehidupan beragama dan berdemokrasi yang damai dan harmonis.

“Hal tersebut harus bisa dipromosikan untuk diduplikasi dan diterapkan di negara-negara lain di seluruh dunia,” ucapnya.

Menurut kyai Said, pemerintah harus lebih gencar mempromosikan dan menyebarluaskan, mengekspor kebudayaan Indonesia, menyebarkan spirit Islam Nusantara dan mengekspor ideologi Pancasila ke seluruh penjuru dunia. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Bung Karno saat mempromosikan Pancasila dalam suatu forum PBB.

Kehidupan bernegara dengan spirit Islam Nusantara harus terus dikembangkan selaras dengan tantangan dan perubahan zaman. Melalui jalur diplomasi budaya, ekonomi, ekologi, kemanusiaa serta teknologi, ke depan Islam Nusantara akan mampu menjadi ikon perdamaian dan pelopor humanitarisme beragama dan kemajuan peradaban.

Untuk memajukan negara serta peradaban dunia, diperlukan sikap kritis yang dibarengi dengan analisis strategis dan sikap yang bertanggun jawab. Mesin-mesin riset harus dihidupkan kembali dan digerakkan untuk melahirkan temuan dan inovasi strategis bagi kemajuan. Agar tidak terjadi kejumudan peradaban, sikip kritis konstruktif tidak boleh dibungkam, apalagi kita hidup di negara demokrasi. Tetapi, sebaliknya, jika mengarah kepada tindakan destruktif wajib dihentikan agar tidak mengacaukan keadaan.

Kegiatan pidato kebudayaan dan pengukuhan pengurus Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU), Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan Perkumpulan Penggerak Pemakmuran Masjid Indonesia (P3MI) diselenggarakan di Masjid Istiqlal pada Ahad (27/11). [NH]