Apa yang terlintas dibenak Anda jika mendengar kata Nahdlatul Ulama? Muhammadiyah? FPI? HTI? Tentu jawaban masing-masing orang bisa berbeda atau juga bisa sama. Mungkin sebagian dari anda menjawab tahlilan ketika mendengar Nahdlatul Ulama, atau menjawab islam modern ketika mendengar Muhammadiyah, atau juga menjawab Habib Rizieq ketika mendengar FPI. Itulah yang kemudian disebut sebagai persepsi atau citra.
Dalam dunia pemasaran, citra bagi sebuah merek penting dianalisis untuk mengetahui seberapa kuat positioning dan differensiasi merek dari pesaingnya. Sebagai contoh merek sabun mandi Lifebouy butuh puluhan tahun untuk membangun positioning sebagai sabun kesehatan, merek mobil Toyota Kijang perlu belasan tahun untuk membentuk positioning sebagai mobil keluarga.
Citra dari sebuah merek terbentuk bisa melalui dua cara, pertama dari informasi yang sampai ke telinga kita yang kemudian masuk dan diolah otak kita, dan yang kedua berasal dari pengalaman berinteraksi dengan merek tersebut.
Kembali ke soal pemetaan citra ormas islam, pemetaan citra ormas Islam sendiri di Indonesia belum banyak dilakukan, karena itu Alvara Research Center melakukan survei untuk memotret citra ormas Islam di Indonesia. Potret citra ormas Islam ini adalah salah satu bagian temuan dari hasil survei “Potret Keberagamaan Muslim Indonesia” terhadap 1626 penduduk muslim Indonesia yang berusia 17 tahun keatas di 34 Provinsi di Indonesia pada bulan Desember 2016. Proses pemetaan ormas islam menggunakan pertanyaan tertutup sebanyak 16 atribut. Proses analisisnya menggunakan motede statistik Multidimensional Scaling (MDS).
Sebagaimana terlihat pada gambar pemetaan diatas, Nahdlatul Ulama dibanding ormas-ormas lain sangat dekat dengan citra ormas yang menghargai budaya lokal, tradisionalis, dan menganut paham ahlusunnah waljamaah. Sementara itu Muhammadiyah dibanding ormas lain dekat dengan citra modern dan moderat.
Pemetaan ini juga menunjukkan FPI, LDII, HTI berada dalam satu cluster di mana citra yang paling dekat dengan ketiga ormas tersebut adalah ormas yang mengusung syariat islam, dan ajarannya keras dan kaku.
Secara umum dari pemetaan ini juga bisa disimpulkan bahwa Nahdlatul Ulama memiliki citra sebagai ormas yang traditionalist dan contextualist, Muhammadiyah adalah ormas yang modernist dan contextualist. Sementara itu FPI, LDII, dan HTI adalah ormas yang bercitra textualist.
Jalan panjang NU dan Muhammadiyah menjadi ormas islam di Indonesia yang berdiri bahkan sebelum Republik Indonesia diproklamirkan tahun 1945 ikut membentuk citra ini. Seperti kita ketahui bersama bahwa komitmen kedua ormas ini terhadap Pancasila dan NKRI tidak perlu diragukan, bahkan dalam sejarahnya kemerdekaan Republik Indonesia bisa diraih tak bisa dilepaskan dari peran kader-kader NU dan Muhammadiyah.
Citra NU dan Muhammadiyah sebagai ormas islam yang memiliki komitmen kebangsaan juga tercermin dari pemetaan citra tersebut. Atribut membela Pancasila dan NKRI, menghargai perbedaan, toleran, dan mengusung islam rahmatan lil alamin lebih dekat ke NU dan Muhammadiyah dibanding ormas-ormas islam yang lain. []
Hasanuddin Ali adalah peneliti di Alvara Institute. Buku riset terbarunya: Gen M #GenerationMoslem. Blog www.hasanuddinali.com
</di