Pertambahan jumlah penduduk yang masif dan perubahan perilaku gaya hidup masyarakat modern menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya kerusakan ekologis, menurunnya kualitas lingkungan hidup, dan hilangnya relasi harmonis antara manusia dan bumi.
Alih-alih menjadi solusi atas krisis, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi justru melanggengkan karakter manusia yang abai dengan lingkungannya. Dunia modern yang serba “instan” ini hanya semakin mempertegas sisi keegoisan manusia apalagi soal konsumsi sumber daya alam.
Namun, peradaban modern nyatanya tidak semengerikan itu. Tidak sedikit masyarakat yang secara sadar berpikir dan bergerak untuk mengatasi krisis lingkungan dan “memperbaiki” relasi antara manusia dan alam. Salah satu elemen masyarakat yang concern tentang realitas ekologi ini adalah Pondok Pesantren Bumi Cendekia.
Sebagai pondok pesantren, Bumi Cendekia mengakar kuat pada tradisi pembelajaran dan literatur Islam klasik. Namun sebagai bagian dari masyarakat modern, Bumi Cendekia berprinsip untuk melibatkan diri dalam diskursus modern dan isu-isu internasional, misalnya tentang hak asasi manusia, kajian lintas agama, dan lingkungan hidup.
Karakter Pesantren Bumi Cendekia ini tidak terlepas dari empat pilar dasar yang menjadi fondasi akademik pesantren. Empat pilar tersebut adalah 1) Islam Rahmatan Lil Alamin, 2) STEAM-Project Based Learning, 3) Global Citizens, 4) Character Education. Empat pilar tersebut menjadi paradigma pendidikan dalam Bumi Cendekia. Terlihat jelas dalam empat pilar tersebut bahwa Bumi Cendekia tetap berpegang teguh pada kultur pesantren sebagai wajah Islam yang ramah ketika sedang terlibat dalam percakapan internasional.
Islam Rahmatan Lil Alamin merupakan core value atau nilai utama dari Pesantren Bumi Cendekia. Prinsip tersebut termanifestasikan dalam bentuk kurikulum pendidikan pesantren yang bertujuan untuk membentuk Muslim yang inklusif dan progresif. STEAM-Project Based Learning merupakan pendekatan dan gaya pembelajaran dalam Pesantren Bumi Cendekia, baik dalam aspek akademik maupun non-akademik.
Pendekatan ini berbasis proyek di mana pengetahuan itu diimplementasikan melalui proyek dengan harapan pengetahuan itu nanti akan bisa diaplikasikan oleh santri Bumi Cendekia di kehidupan nyata setelah mereka selesai menuntut ilmu di sana. STEAM merupakan akronim dari Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics.
Prinsip Global Citizens memproyeksikan para santri Bumi Cendekia untuk menjadi wakil dan representasi Indonesia dan Islam di tingkat dunia. Santri akan dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan terutama bahasa Inggris sebagai instrumen komunikasi di tingkat internasional. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa santri-santri dipersiapkan untuk menjadi individu yang turut berpartisipasi dalam isu-isu global, seperti lingkungan hidup, hak asasi manusia, dialog antar budaya dan sebagainya. Prinsip Global Citizens menjadi basis pesantren dalam merealisasikan visi itu.
Sedangkan Character Education merupakan fondasi dari pola pengasuhan di Pesantren Bumi Cendekia. Dalam bahasa lain, santri akan mendapat bimbingan dari para mentor yang kredibel dalam bidangnya. Prinsip ini hadir sebagai bagian dari “quality control” agar santri tidak hanya meramaikan diskusi, namun juga aktif memberikan solusi yang berkualitas.
Kembali kepada komitmen Bumi Cendekia terhadap lingkungan hidup, keempat pilar tersebut melahirkan setidaknya dua agenda, yaitu pengelolaan sampah dan produksi pupuk organik.
Pondok Pesantren Bumi Cendekia bekerja sama dengan beberapa institusi seperti Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) UGM, Pusat Inovasi Agroteknologi UGM, dan beberapa startup yang bergerak di bidang lingkungan, untuk memikirkan bagaimana limbah dari pesantren itu bisa diolah dan didaur ulang. Daur ulang dalam pengertian, sampah-sampah itu telah terpilah, kemudian pesantren akan menyerahkannya kepada pihak ketiga untuk melanjutkan proses daur ulang tersebut.
Dalam hal ini, Bumi Cendekia belum bisa melakukan daur ulang secara mandiri. Pesantren hanya memilah sampah-sampah yang dihasilkan kemudian diserahkan kepada pihak ketiga untuk diolah kembali. Dengan kerja sama itu, Bumi Cendekia ingin bergerak lebih maju lagi dan membuktikan komitmennya untuk “menyehatkan” ekosistem.
Semangat Bumi Cendekia ini dilandasi oleh prinsip STEAM-Project Based Learning seperti yang disebutkann sebelumnya. Memang, empat pilar tersebut terintegrasi satu sama lain untuk membentuk satu sistem pendidikan yang progresif. Namun, masing-masing pilar rupanya mempunyai tujuan spesifiknya masing-masing. Dalam aspek ekologi, peran prinsip STEAM-Project Based Learning sangat terasa.
Melalui STEAM-Project Based Learning, para santri dididik tentang kesadaran lingkungan bukan dengan teori semata, namun juga dilibatkan dalam proyek-proyek lingkungan hidup. Selain daur ulang sampah, manifestasi konkret lain dari prinsip ini adalah hadirnya proyek “waste to fertilizer”.
Waste to fertilizer project adalah sebuah agenda pengolahan sampah organik menjadi pupuk. Sama seperti sebelumnya, Bumi Cendekia hanya bertugas untuk memilah sampah-sampah organik itu kemudian menyerahkannya ke pihak ketiga. Akan tetapi, Meskipun tidak mempunyai alat untuk memproses, Bumi Cendekia setidaknya telah membangun awareness tentang pentingnya menjaga ekosistem dan lingkungan hidup kepada santri-santrinya karena bagaimanapun manusia juga manjadi bagian dari ekosistem itu.
Angga Palsewa Putra, Kepala Pondok Pesantren Bumi Cendekia, mengatakan bahwa sampah yang dikelola sejauh ini masih sampah yang dihasilkan oleh pondok pesantren, bukan berasal dari lingkungan sekitar pondok.
“Agar sampah itu tidak berakhir percuma di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan menjadi beban di TPA, baiknya kita kelola saja untuk dijadikan pupuk.” Tuturnya.
Bumi Cendekia juga memproyeksikan para santrinya untuk bisa bercocok tanam secara mandiri. Sekitar 300 meter di selatan pondok, terdapat sebuah sawah yang nantinya akan dijadikan lahan bagi santri untuk bertani. Proyeksi ini juga yang mendasari Bumi Cendekia untuk menanamkan kesadaran tentang pengelolaan limbah, penting skill pertanian dan produksi pupuk organik kepada para santri.
Pondok pesantren menjadi locus untuk mempelajari, mendalami, dan mengamalkan ajaran Islam. Salah satu misi pesantren adalah membentuk masyarakat agar menjadi pribadi Muslim yang sejalan dengan nilai-nilai Islam dan mampu mengeksternalisasinya dalam segala aspek kehidupan. Dengan tetap berorientasi pada misi ini, Bumi Cendekia hadir untuk mencetak santri yang tidak hanya sholih secara spiritual, namun juga secara intelektual.
Keempat pilar pesantren, terutama STEAM-Based Project Learning, meniscayakan pola pikir para santri untuk peduli terhadap lingkungan hidup. Edukasi berbasis sains yang ditampilkan Bumi Cendekia membuktikan bahwa pesantren masih hadir sebagai lembaga pendidikan Islam yang peduli dengan masa depan bumi serta tidak gagap terhadap perkembangan teknologi informasi.