Jika terasa sempit waktu kita, bacalah Al-Quran! Pasti waktu kita akan menjadi berkah dan lapang.
Segala sesuatu jika kita tinggalkan ia akan menjadi usang dan rusak, kecuali al Quran, jika kita meninggalkannya, kitalah yang akan usang.
Jika kita membaca Al-Quran dan menginginkan petunjuknya diikuti orang lain, maka dahuluilah mereka dalam mengikuti petunjuknya.
Jika kita membaca Al-Qur’an, mari kita menjadikannya seolah-olah diturunkan untuk kita yang sedang membacanya.
Jika kita menemukan kalimat Al-Quran yang belum bisa dipahami, jangan memaksakan diri untuk memahaminya, karena kemampuan kita terbatas.
Ada satu syarat mutlaq dalam usaha memahami Al-Qur’an, yaitu menghilangkan kesombongan, karena hati yang sombong akan dipalingkan dari Al-Qur’an.
Tujuan terpenting Al-Quran adalah sebagai petunjuk, maka, mari kita jadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk, bukan hanya sebagai bahan bacaan dan kebanggaan.
Ketika kita membaca Al-Quran, janganlah kita melupakan hak-hak orang di sekililing kita. Tetaplah tanggap terhadap sekitar kita!
Jika kita sedang membaca Al-Quran, lalu salah satu orang tua kita mengajak bicara, maka hentikanlah bacaan Al- Quran, dengarkanlah beliau, pandanglah wajah beliau, dan tutuplah mushaf, sampai beliau selesai dengan keperluannya, barulah kita boleh membaca Al-Quran kembali.
Jika kita sedang membaca Al-Quran, lalu ada tamu datang, maka hentikanlah bacaan Al-Quran, dan sambutlah tamu tersebut, karena ia dikirim oleh Yang Menurunkan Al-Quran.
Tuntutan yang selalu melekat pada seorang hafidz adalah senantiasa membaca al Quran setiap hari.
Menurut para ulama’, hikmah Al-Quran dibagi menjadi 30 juz itu agar kita mudah menghatamkannya sebulan sekali.
Jika kita selesai menghatamkan Al-Quran, baik bacaan maupun hafalan, sebisa mungkin kita hilangkan rasa bangga karenanya, mari kita ganti dengan rasa syukur, karena bangga dan syukur sangat jauh berbeda.
Membaca ayat Al Quran yang sama berulang-ulang akan memberi efek yang berbeda-beda dalam setiap kali bacaan, dan biasanya itu sangat menenangkan dan menentramkan.
Setelah hatam Al-Quran, janganlah kita melupakan doa untuk kebaikan umat dan pemimpinnya, karena itu anjuran para ulama’.
Jika kita membaca Al-Quran dan ingin merenungkan maknanya, maka sertakanlah kalbu, karena kalbu adalah perangkat utama dalam tadabbur Al-Quran.
Yang lebih utama adalah kita membaca Al-Quran untuk memperbaiki perbuatan kita, bukan kita membaca al Quran untuk mencari pembenaran perbuatan kita.
Guru yang mengajari kita Al-Quran berhak mendapatkan kebaikan doa kita setiap saat.
Kita tidak perlu mencocokkan angka setiap kejadian dengan angka dalam ayat dan surat Al-Quran, karena itu termasuk sewenang-wenang terhadap ayat.
Kita tidak perlu malu mengatakan: “aku belum paham ayat ini”, karena itu lebih aman dari pada kita menafsirkan ayat tersebut sembarangan.
Jika bacaan Al-Quran diibaratkan makanan, maka bacaan sholawat diibaratkan minuman, keduanya kita butuhkan.
Wallahu A’lam.