Thariq al-Shadiq adalah orang yang berperangai baik. Ia memiliki sikap tawakkal yang tinggi. Bahkan, kata al-Shadiq yang selama ini ia sandang adalah sebuah julukan. Bukan nama asli. Secara bahasa, al-Shadiq berarti jujur. Bagaimana asal usulnya sehingga ia dijuluki demikian? Berikut kisahnya.
Suatu hari, entah kenapa, ia tercebur sumur. Tak lama berselang, beberapa orang melewati sumur itu. Mereka adalah rombongan jamaah haji. Melihat sumur yang terbuka menganga, salah seorang dari mereka usul.
“Sebaiknya kita tutup saja sumur ini. Agar tak ada orang jatuh di dalamnya,” ujar salah seorang dari mereka.
Secara gotong royong, mereka menutup sumur. Thariq yang ada di dalam sumur hanya bisa pasrah. Ia membatin dan berkata kepada dirinya sendiri, “Jika kamu benar, maka diamlah”. Ia pun diam. Tak meminta tolong sama sekali.
(Tak diketahui secara pasti, mengapa ia tak minta tolong saja kepada jamaah haji itu. Analisis penulis, bisa jadi karena sumurnya terlalu dalam. Sekeras apapun ia berteriak, tak ada gunanya. Atau bisa jadi, ia yakin akan ada pertolongan yang datang).
Setelah itu, para jamaah haji melanjutkan perjalanan. Meninggalkan sumur. Berikut dengan Thariq yang ada di dalamnya. Karena ditutup, sumur pun terasa gelap sekali. Tiba-tiba ada dua lampu di sampingnya. Bercahaya. Thariq mengamatinya. Dua cahaya itu ternyata dua mata ular yang sangat besar. Ia begitu kaget. Thariq hanya bisa pasrah.
“Kini, jelas, mana orang jujur dan mana yang pembohong,” kataThariq kepada dirinya sendiri.
Dalam hatinya, ia menduga si ular akan melahapnya. Ternyata dugaan itu keliru. Si ular justru menolongnya. Ular tersebut naik ke atas. Ke bibir sumur. Ia lilitkan ekornya ke leher Thariq. Sembari membuat lingkaran di bawahnya. Posisi Thariq seperti bayi yang berada di dalam bak mandi. Thariq pun dibawa ke atas.
Sampai di atas, ular itu menyundulkan kepalanya. Mendorong penutup sumur yang dibuat oleh para jamaah haji yang lewat tadi. Sumur terbuka. Si ular menjulurkan ekornya ke bibir sumur. Thariq akhirnya bisa keluar dari sumur. Alhamdulillah.
Setelah berada di luar, ada suara yang berkata kepada Thariq, “Hal ini adalah kelembutan dari Tuhanmu. Yakni menyelematkanmu dari musuhmu dengan perantara musuhmu yang lain” (Maksudnya adalah Allah telah menyelamatkan Thariq dari satu musuh (berupa masuk sumur) lewat musuh yang lain (ular besar)).
Kisah yang berasal dari kitab al-Nawadir karya Ahmad Shihabuddin al-Qalyubi ini menunjukkan bahwa solusi atas suatu masalah yang kita hadapi bisa datang darimana saja. Bahkan bisa dari hal yang dianggap sebagai masalah kedua (ular yang dianggap Thariq akan memangsanya justru berjasa sebagai penolong).
Ada banyak kisah di sekitar kita yang bisa dijadikan contoh. Misalnya, seorang laki-laki yang tak segera bertemu jodohnya. Padahal keinginan untuk menikah sudah sangat bulat. Ini tentu masalah. Di saat bersamaan, dalam suatu perjalanan, Allah SWT menakdirkannya mengalami kecelakaan lalu lintas. Menabrak seorang perempuan. Ini jelas masalah kedua. Namun, siapa sangka ternyata perempuan yang ia tabrak di kemudian hari justru menjadi jodohnya. Alhamdulillah.
Walhasil, berusaha dan berdoa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi adalah wajib. Selain itu, meyakini bahwa solusi bisa datang dari mana saja adalah keharusan. Kesenangan atau kesusahan yang kita alami bisa jadi merupakan jalan yang hendak mengantarkan kita kepada solusi atas masalah kita.
Sumber:
al-Qalyubi, Ahmad Shihabuddin bin Salamah. al-Nawadir. Jeddah: al-Haramain, t.th.