Bulan Ramadhan bisa dibilang sebagai bulannya para dai dan penceramah. Bagaimana tidak, di masjid-masjid dan mushalla diselenggarakan pengajian keislaman. Bahkan di kantor-kantor hingga sekolah-sekolah juga sama. Biasanya mereka menerapkan berbagai kriteria untuk memilih penceramah, salah satunya adalah etika.
Para jamaah, takmir masjid, panitia pengajian ketika melihat dai yang diundang agak ‘kurang’ beretika biasanya akan mengurungkan untuk mengundangnya di kemudian hari. Oleh karena itu, etika dai saat memberikan ceramah sangat penting.
Berikut ini etika menjadi penceramah atau kultum Ramadhan.
Quraish Shihab dalam bukunya Yang Bijak dari M. Quraish Shihab, menyebutkan beberapa adab atau etika yang penting diketahui para penceramah, khususnya saat berada di majelis atau saat menyampaikan kultum Ramadhan.
Memandang hadirin dengan muka berseri.
Tatapan kepada para jamaah dengan pandangan yang berseri membuat jamaah senang. Bukan pandangan melotot atau yang mengisyaratkan kemarahan.
Duduk dengan tenang.
Kurangi banyak gerakan dan berusahalah duduk, jika diberi tempat duduk, atau berdiri dengan tenang. Hal ini penting agar jamaah tidak terfokus pada gerakan-gerakan yang tidak penting itu. Jika ada beberapa penceramah yang datang, usahakan mendengarkan paparan dai lain, bukan malah sibuk main handphone atau hal-hal lain.
Berbicara dengan teratur dan susun kata-kata yang runtut.
Dengan kalimat yang tersusun rapi dan teratur, para jamaah lebih mudah memahami penyampaian para dai. Hal ini biasanya bisa dicapai dengan persiapan dan latihan, serta jam terbang yang lama.
Jangan sampai mengucapkan informasi yang salah, keliru, dan hindari kebohongan.
Oleh karena itu, para dai diminta tidak tergesa-gesa saat menjawab pertanyaan dari jamaah. Para ulama, dalam hal ini Imam Malik menyampaikan agar tidak menjawab persoalan yang tidak diketahui. Tidak ada salahnya untuk bilang “tidak tahu” saat mendapatkan pertanyaan. Para jamaah juga perlu menyadari bahwa seorang ustadz atau dai bukanlah dewa yang maha tahu segalanya. Sehingga diharapkan bisa memaklumi jika ada pertanyaan yang sukar atau tidak dijawab.
Jangan mengucapkan hal yang buruk kepada orang lain, walau itu benar.
Mungkin ada di antara jamaah yang memiliki kekurangan atau lucu saat dibicarakan kekurangannya. Namun di sisi lain dapat menyakiti hatinya. Untuk itu, sebagai ustadz perlu memperhatikan hal ini agar tidak menyinggung atau menyakiti orang lain.
Jangan menguap
Ini merupakan etika paling penting. Oleh karena itu, usahakan untuk tidur tepat waktu, apalagi sehari sebelum memberikan ceramah atau kultum. Hal ini juga berlaku kepada para jamaah. Jika memang tidak mampu menahan kantuk, mintalah izin untuk berwudhu atau keluar sebentar untuk membeli kopi.
Jangan banyak isyarat tangan dan gerakan badan.
Berusahalah untuk tenang dalam menyampaikan kultum atau ceramah. Memberikan ceramah tidak sama seperti penampilan yang lain. Para jamaah memperhatikan gerak-gerik dai, bahkan menganggap semua hal yang dilakukan penceramah sebagai teladan.
Hindarilah mengerlingkan mata pada jamaah.
Apalagi jika para jamaahnya adalah kelompok yang lawan jenis. Maka para ustadz/ustadzah perlu menjaga muruah dan kehormatannya sendiri di depan para jamaah.
“Apabila engkau duduk di suatu majelis, maka pandanglah hadirin dengan muka berseri, dan duduklah dengan tenang, berbicaralah dengan teratur, susunlah kata-katamu, jangan sampai mengucapkan yang salah dan jangan juga yang keliru. Hindarilah kebohongan, jangan berucap yang buruk kepada orang lain walau itu benar. Jangan menguap jangan juga banyak menggunakan isyarat tangan, atau menggerakkan badanmu ke kiri dan ke kanan. dan hindarilah mengerling kepada salah satu orang yang hadir. Siapa yang baik sikapnya pada satu majelis, maka akan lahir wibawa dirinya dan simpati dari yang hadir,” tulis Quraish Shihab.