Dita Siska Millenia, bagi orang yang mengikuti informasi terkait kerusuhan di Mako Brimob beberapa pekan lalu, pasti tidak asing dengan nama itu. Ia bersama temanya, Siska Nur Azizah ditangkap polisi di depan Mako Brimob. Keduanya berencana ingin membantu napiter yang saat itu telah menguasi beberapa blok di Mako Brimob.
Saat diwawancarai Tempo, Siska mengakui bahwa ia memang digerakkan menuju Mako Brimob untuk membantu napiter. Ia mengaku diberikan komando melalui kanal Telegram yang ia ikuti.
Siska memang alumni sebuah pesantren di Kendal Jawa Tengah. Bahkan ia sempat diutus oleh pesantren untuk mengabdi dengan mengajar siswa Sekolah Dasar di Majenang Cilacap.
Siska mengakui bahwa pemahaman radikal dan ekstrim yang ada di kepalanya tidak ia peroleh dari pembelajaran di pesantren.
Pemahaman radikal dan ekstrim yang ia yakini merupakan “olah-oleh” bacaannya sendiri secara otodidak. Ia mengaku pernah membaca buku yang ditulis oleh Imam Samudra, pelaku bom bali pertama yang telah dieksekusi.
Dari pembacaan Siska atas buku tersebut, ia mendapatkan pengetahuan tentang jihad dengan bom, dan siapa saja yang layak menjadi sasarannya.
“Saya baca dari buku yang ditulis Imam Samudra. Kalau bomnya banyak yang merugikan orang kafir, enggak apa. Kalau merugikan diri sendiri, mending jangan,” tuturnya saat wawancara dengan Tempo.
Selain membaca buku tersebut, ia juga mendapatkan banyak informasi terkait jihad dan bom melalui kanal-kanal Telegram yang ia ikuti. Dari pengakuan Siska, di kanal-kanal tersebut ia diajarkan pemahaman radikal dan ekstrim, bahkan termasuk cara membuat bom, eksekusi dan pemenggalan.
“Di Telegram, salah satu channel-nya bernama “Turn Back Crime”. Di sana banyak artikel tentang Islamic State dan video-video eksekusi, pemenggalan. Saya juga banyak baca di Instagram,” imbuhnya.
Siska mengakui bahwa awalnya ia takut menyaksikan video-video pemenggalan tersebut, tetapi karena ditonton terus menerus, ia semakin terbiasa.