Pada awalnya istilah salafi tidak terlalu populer dan tidak identik dengan suatu kelompok tertentu. Istilah ini kemudian dipopulerkan oleh Nashiruddin al-Bani sekitar tahun 1980-an di Madinah. Pengikut pemikiran al-Bani ini belakangan dikenal dengan sebutan Jemaah Salafi.
Dalam pandangan al-Bani, salafi adalah suatu gerakan pemurnian ajaran Islam, mengampanyekan dan memberantas segala sesuatu yang dianggap bid’ah. Meskipun tujuan dan orientasi ajaran ini tidak jauh berbeda dengan wahabi, namun al-Bani tidak menggunakan istilah wahabi karena dianggap kurang tepat dan terkesan memuja satu tokoh tertentu.
Pemurnian yang dilakukan al-Bani sebenarnya hampi sama dengan Muhammad bin Abdul Wahab. Keduanya sama-sama memperjuangkan pemahaman literal dan tekstual terhadap al-Qur’an dan hadis. Al-Qur’an dan hadis dipahami secara sempit dan kaku, bahkan mereka tidak mau menggunakan hadis dhaif dalam beramal dan mencukupkan diri dengan hadis shahih saja.
Di tangan kelompok salafi, daftar bid’ah menjadi semakin banyak dan panjang. Wahabi hanya memberantas ziarah kubur, tawasul, maulid Nabi, dan amaliah lainnya, sementara salafi lebih dari itu, mereka memahami fenomena modern juga bagian dari bid’ah dan harus dijauhi. Karenanya, tidak mengherankan bila sebagian ulama salafi mengharamkan perempuan mengemudi, demokrasi dan partai politik, mengharamkan televisi, poto, dan patung.
Dilihat dari semangat dan agenda yang diusung, kedua gerakan ini (wahabi dan salafi) memiliki misi dan agenda yang sama. Walaupun sebagian kelompok salafi tidak mau menggunakan istilah wahabi, pada hakikatnya mereka hanyalah bentuk baru dari kelompok wahabi. Hanya bungkusnya yang berbeda, tetapi isinya tetap sama.
Sumber: Buku Pintar Salafi-Wahabi disusun oleh Tim Harakah Islamiyyah