BASYAR. Berasal dari kata [b] [sy] [r] yang artinya manusia. Biasa disebut human being, manusia yang (sekedar) ada. Dalam bahasa arab, manusia yang diistilahkan dengan kata ini berarti manusia biasa, tidak memiliki ‘kesaktian’ apapun. Ia cenderung diam dan menerima apa adanya. Kehadirannya tidak membawa angin perubahan apapun. Kata Nabi, ia bukan tipe ideal, sebab tidak mampu membawa manfaat bagi orang lain. Wujuduhu ka adamihi, keberadaannya tidak berefek.
Dalam Al-quran, kata ini digunakan untuk menceritakan sesuatu yang datar dan biasa-biasa saja. “Qul innama ana basyarun..”, ungkapan ini menyiratkan bahwa Nabi adalah manusia biasa. Bedanya hanya ia diberikan wahyu. Kata ini lebih merujuk pada manusia biasa yang diliputi unsur-unsur hewani, semisal kenyang, lapar, kantuk, dll.
INSAN. Sepintas kata ini maknanya sama dengan basyar, [i] [n] [s] artinya manusia. Namun, hakikatnya berbeda. Insan adalah makhluk yang menjadi, yang selalu berproses (human becoming). Jika basyar bersifat statis, insan memiliki karakter bergerak dinamis menuju arah kesempurnaan. Berarti, insan adalah menjadi bukan sekedar ada. Keberadaannya akan membawa manfaat bagi orang lain. Menjadi (becoming) adalah proses bergerak, maju, mencari kesempurnaan, dan merindukan keadilan.
Tipe ini (insan) adalah tipe manusia ideal. Kata insan mengandung makna ‘spirit ketuhanan’, karena ia adalah manusia yang bercita-cita agung. Dalam kitab Mantiq (logika) disebutkan, al-insan huwa hayawan al-natiq, manusia adalah binatang yang berfikir. Ingat, yang dipakai adalah istilah insan bukan basyar.
Al-NAS. Kata ini merujuk pada arti manusia secara luas, bukan sekedar individu. Biasa diterjemahkan dalam bahasa Inggris, people, yang berarti rakyat. Dalam konteks sosiologis, kata ini berarti rakyat umum tanpa memandang perbedaan status sosial. Karena itu, kata basyar dan insan adalah kata yang merujuk pada kata al–nas. Tuhan menyebut dirinya sebagai rabbi al-nas (yang mengatur manusia), rabbi al-basyar atau al-insan. Mengapa? Sebab term ini lebih bersifat general dan tidak memihak. Bagi pegiat gerakan sosial, kata ini diletakkan sebagai faktor utama dalam transformasi (perubahan) sosial, dan sering disandingkan dengan kata ummah, yang berarti bangsa (nation) atau masyarakat (community).
Pernah termuat di nomenklatur Syir’ah edisi 52