Penyebab Krisis Ekologi Menurut Al-Qur’an: Perilaku Suka Merusak

Penyebab Krisis Ekologi Menurut Al-Qur’an: Perilaku Suka Merusak

Al-Qur`an telah menyinggung faktor penyebab terjadinya krisis ekologi. Menurut Al-Qur`an, ada beberapa penyebab terjadinya krisis ekologi.

Penyebab Krisis Ekologi Menurut Al-Qur’an: Perilaku Suka Merusak

Al-Qur`an bukan hanya sebagai kitab petunjuk dalam arti metafisis-eskatologis, tetapi juga menyangkut masalah-masalah praktis kehidupan manusia di dunia, termasuk patokan-patokan dasar penyebab krisis ekologi. Menurut Al-Qur`an, ada beberapa penyebab terjadinya krisis ekologi.

Sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa, salah satu penyebab runtuhnya suatu negeri adalah degradasi sumber daya alamnya. Sebab, degradasi sumber daya alam berdampak pada munculnya berbagai bencana alam dan kerusakan lingkungan, serta membuat kehidupan manusia menjadi tidak nyaman.

Kerusakan lingkungan atau yang biasa disebut dengan krisis ekologi, adalah suatu keadaan ketidakseimbangan ekologi yang sangat berpengaruh terhadap makhluk hidup karena menyangkut lingkungan hidup tempat tinggal mereka.

Akibatnya, berbagai sektor yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, baik saat ini maupun masa mendatang sangat terancam. Bumi yang menjadi tempat tinggal manusia telah berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Dan kerusakan lingkungan telah menjadi bahaya terbesar umat manusia di masa mendatang.

Krisis ekologi terjadi bukan karena takdir Tuhan. Hal tersebut terjadi ada kalanya karena faktor alam, ada juga karena faktor ulah tangan manusia yang suka melakukan perusakan. Manusia disebut sebagai subyek kerusakan, sebab mempunyai peran penting terhadap kerusakan lingkungan.

Krisis Ekologi dalam Al-Qur`an

Sebagai salah satu sumber utama ajaran Islam, Al-Qur’an mempunyai fungsi sebagai hudan linnaas (petunjuk bagi umat manusia). Namun, ia bukan hanya sebagai petunjuk dalam arti metafisis eskatologis, tetapi juga menyangkut masalah-masalah praktis kehidupan manusia di dunia. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa, Al-Qur’an merupakan kitab suci yang selalu relevan sepanjang zaman. Selain itu juga menunjukkan bahwa kemukjizatan al-Qur’an tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

Kerelevanan Al-Qur’an terhadap segala zaman terlihat pada petunjuk-petunjuknya, yang berupa pesan-pesan syari’at yang bersifat global, yang diberikan kepada manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Termasuk di dalamnya adalah patokan-patokan dasar tentang penyebab krisis ekologi. Lalu, apa sebenarnya penyebab terjadinya krisis ekologi menurut Al-Qur`an?

Menurut Al-Qur’an, salah satu perilaku manusia yang menjadi penyebab krisis ekologi adalah aktivitas pengrusakan yang terjadi di muka bumi yang mereka lakukan. Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang hal itu adalah Surah ar-Ruum ayat 41;

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ ٤١

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Berkaitan dengan ayat di atas, Abdurrahman as-Sa’adi dalam kitabnya Taisirul Karimir Rahman fii Tafsiri Kalamil Mannan, menjelaskan bahwa terjadinya kerusakan di daratan dan di lautan, berupa kerusakan eksistensi sumber-sumber kehidupan dan semakin menyusut. Termasuk juga maraknya epidemi atau petaka, berbagai penyakit dan wabah yang menyerang diri manusia, dan lainnya. Itu semua terjadi karena ulah tangan manusia yang melakukan perbuatan-perbuatan yang merusak dan merusakkan karena perangai (moral) mereka.

Dalam ayat lain, yaitu surah al-A’raf ayat 56, Allah swt. juga memperingatkan kepada manusia supaya tidak melukan pengrusakan;

وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفٗا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.

Dalam tafsir al-Misbah, Quraish Shihab menjelaskan tentang makna pengrusakan yang ada dalam ayat di atas. Menurutnya, tiga model usaha pengrusakan tersebut adalah melakukan kemaksiatan, kezaliman, dan permusuhan.
Beberapa contoh perilaku maksiat yang menjadi penyebab krisis ekologi adalah eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, melakukan pencemaran lingkungan, penggundulan hutan, dan berbagai perilaku destruktif terhadap lingkungan. Hal tersebut termasuk perbuatan maksiat karena menunjukkan rasa tidak bersyukur, dan tidak mampu mengambil hikmah atas berbagai hal yang diciptakan oleh Tuhan.

Selain perilaku maksiat, perilaku zalim juga menjadi penyebab krisis ekologi. Wujud dari perilaku zalim yang jarang disadari manusia adalah membuang sampah sembarangan, tidak menjaga kebersihan lingkungan sekitar, merusak ekosistem tempat tinggal makhluk hidup lainnya, dan berbagai hal yang merugikan sesama makhluk Tuhan lainnya.

Perilaku pengrusakan lainnya adalah permusuhan antar kelompok yang menyebabkan peperangan. Sebagaimana kita ketahui, dampak dari peperangan adalah rusaknya keindahan alam beserta isinya. Konflik berkepanjangan di Timur Tengah, dan di berbagai belahan dunia lainnya, termasuk di Indonesia telah turut andil terhadap terjadinya krisis ekologi yang jauh-jauh hari sudah diperingatkan oleh Allah melalui Al-Qur’an.

Al-Qur’an mendeskripsikan alam sebagai makhluk Tuhan, yang pada dasarnya merupakan wujud teofani yang menutupi sekaligus mengungkapkan kebesaran Tuhan. Bentuk dan wujud alam merupakan refleksi dialog puitis dari sang Khaliq kepada makhluk-Nya yang mengandung sekian juta makna dan tujuan. Namun, banyak manusia yang tidak mampu menggali jutaan makna dan tujuan diciptakannya alam sebagaimana mestinya. Sehingga manusia sering berbuat sesukanya.

Sejak mengenal peradaban dunia ribuan tahun yang lalu, manusia lebih berusaha meningkatkan kualitas hidupnya, dengan tujuan untuk mendapatkan kenyamanan dan kenikmatan hidup, baik untuk diri sendiri maupun anak cucunya. Sayangnya, hal itu dilakukan tanpa memikirkan timbal balik yang baik terhadap fasilitas yang diberikan, yaitu alam beserta isinya. Hal ini bisa kita simak dalam kisah-kisah umat terdahulu, seperti Kaum Ad, Tsamud, Madyan, dan lainnya.

Dengan alasan apapun, Al-Qur’an jauh hari sudah meramalkan akan terjadi krisis lingkungan hidup dengan bahasa yang sederhana dan ringkas, yaitu fasad (kerusakan) beserta derivasinya yang tersebar di dalam 30 ayat lebih. Dan subyek dari kata kerusakan tersebut adalah manusia itu sendiri yang mengemban amanah sebagai pengelola bumi.

Oleh sebab itulah, larangan berbuat kerusakan adalah peringatan bahwa manusia juga mempunyai tabiat buruk, yaitu suka merusak. Sehingga larangan pengrusakan tersebut mencakup semua bentuk pengrusakan segala tatanan yang ada di bumi. Baik yang sifatnya fisik atau non-fisik, baik pelanggaran hukum-hukum Allah swt maupun pengrusakan lingkungan.

Perilaku merusak yang dilakukan manusia telah menjadi salah satu penyebab utama krisis ekologi, yang tentunya membahayakan umat manusia itu sendiri. Apalagi di zaman modern seperti saat ini, perilaku suka merusak justru sering mengatasnamakan pemenuhan kebutuhan hidup dan mewujudkan kesejahteraan ekonomi, agar tercapai hidup yang nyaman dan tentram. Padahal, yang terjadi justru sebaliknya. Alam murka dan memperingatkan manusia dengan berbagai bencana yang ada, bahwa yang mereka lakukan justru membahayakan dan mengancam peradaban dunia.

Maka dari itu, di tengah kehidupan modern yang membuat manusia jauh dari lingkungannya dan selalu ingin menuruti hawa nafsunya. Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia harus terus digali maknanya baik secara tekstual maupun kontekstual, untuk mengingatkan sekaligus menjadi pedoman hidup manusia. Tujuannya agar terwujud kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena kebahagiaan akhirat tidak akan tercapai, jika kehidupan di dunia rusak. Ketika lingkungan rusak, manusia akan sulit memenuhi segala hal, termasuk kebutuhan untuk beribadah kepada Allah swt.