Gurunda Habib Quraish Shihab tak bosan-bosan menjawab, “Cintai al-Quran, jadikan dia kekasih, rayu dia maka dia akan membukakan rahasia-rahasianya kepadamu,” ketika ditanya, “Apa rahasia bisa memahami al-Quran?”
Jawaban itu cuma berarti satu: membaca terus al-Quran. Seperti halnya kita yang hendak mengejar seseorang agar menjadi kekasih, tentu kita terus membanjirinya dengan perhatian dan kasih sayang. Begitu pun terhadap al-Quran. Untuk lebih mengerti dan memahami al-Quran, membacanya setiap hari menjadi kemestian.
Kalau membacanya dan mendapatkan pahala, tentu hal ini sudah tak lagi didebat. Tapi, diperlukan berbagai perangkat keilmuan untuk lebih bisa memahaminya. Tentu perlu waktu yang tak sebentar untuk mempelajari perangkat keilmuan tersebut, mulai dari gramatika bahasa Arab sampai ke kaidah tafsir. Belum lagi memahami al-Quran, usia sudah dimakan waktu.
Lalu, apakah ada jalan lain lagi untuk bisa memahami al-Quran? Ada. Bagi kita yang awam paling dekat dan paling mungkin melalui kitab-kitab tafsir. Salah satu kitab untuk memasuki tafsir al-Quran bagi sebagian besar pemula adalah Tafsir Jalalain.
Setiap yang pernah belajar di pondok pesantren tentu pernah mengajinya. Ini salah satu kitab favorit.
Kitab ini terbilang unik. Dikarang dua ulama kharismatik pada zamannya masing-masing dan bernama depan sama: Jalal. Mereka adalah Syaikh Jalaluddin al-Mahalli dan Syaikh Jalaluddin al-Suyuthi. Karena kesamaan nama Jalal itulah kitab ini dinamai Jalalain, dua Jalal. Keduanya berasal dari Mesir.
Yang pertama adalah Syaikh Jalaluddin al-Mahalli. Nama panjang beliau adalah al-Imam Jalaluddin Abu Abdillah Muhammad bin Syihabuddin Ahmad bin Kamaluddin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad bin Hasyim al-Abbas al-Anshari al-Mahalli al-Syafi’i. Beliau lahir di al-Mahalla al-Kubra, Kairo pada 761 H. Di kampung halamannya ini beliau belajar semua cabang ilmu pengetahuan, mulai dari gramatika bahasa Arab (Nahwu/sharf), ushul fiqh, fiqh, tafsir. Berkat kecerdasannya, dia menonjol di semua bidang tersebut. Beliau juga kemudian menjadi guru bagi banyak ulama setelahnya. Di antara murid langsung beliau adalah Imam al-Sakhawi, seorang ulama besar di bidang sejarah dan hadis.
Syaikh Jalaluddin al-Mahalli banyak menulis karya, di antaranya adalah Syarh Jam’i al-Jawami’ dan Syarh al-Waraqat (Ushul Fiqh), Syarh al-Minhaj (Fiqh), dan termasuk Tafsir Jalalain ini. Saat menulis kitab ini beliau memulainya dari Surah al-Kahfi [18] sampai akhir surah, yaitu al-Nas [114]. Tapi, belum lagi merampungkan penulisannya, beliau mangkat ke keharibaan rahmat Allah. Tepatnya pada satu Sabtu 864 H di Kairo. Penulisan tafsir ini terhenti, tapi beberapa tahun kemudian Syaikh Jalaluddin al-Mahalli yang sudah wafat ini mendatangi salah satu satu muridnya melalui mimpi: Syaikh Jalaluddin al-Suyuthi.
Saat Syaikh Jalaluddin al-Mahalli wafat, usia Syaikh Jalaluddin al-Suyuthi baru 15 tahun. Syaikh Jalaluddin al-Suyuthi lahir pada 849 H di Kairo. Imam Jalaluddin al-Suyuthi ini termasuk ulama yang sangat produktif. Karyanya di berbagai bidang dan menonjol semua. Seperti Jami al-Shagir (Hadits), Asybah wa al-Nadhair (Ushul Fiqh), Asbab al-Nuzul (Ulum al-Quran), dan Tafsir Jalalain ini. Walaupun menurut sementara pakar, beliau dimasukkan sebagai hatib al-layl. Artinya, beliau kurang memerhatikan soal akurasi sahih/tidaknya riwayat dalam hadis atau peristiwa. Beliau dinilai sebagai tokoh yang cenderung longgar dalam mengajukan bukti dan argumen.
Kendati demikian, toh dalam kisah penulisan Tafsir Jalalain ini Syaikh Jalaluddin al-Mahalli menyampaikan pesan dalam mimpi Syaikh Jalaluddin al-Suyuthi dengan, “Teruskanlah. Saya memilihmu karena ketaatan dan kecerdasanmu.”
Setelah mendapatkan “perintah” dari Syaikh Jalaluddin al-Mahalli tersebut, Syaikh Jalaluddin al-Suyuthi meneruskan proyek tafsir ini dan menyempurnakannya dengan menulis mulai dari Surah al-Fatihah [01]- Surah al-Kahfi [18]. Maka, jadilah kitab tafsir ini dengan Tafsir Jalalain.
Dari jenis metode penafsiran, Tafsir Jalalain ini masuk dalam metode tahlili. Mufassir mengetengahkan ayat, lalu beliau memberikan makna ringkas atas diksi atau istilah yang ada di dalam ayat dan memberikan penilaiannya atas makna atau isi ayat tersebut. Yang menarik, meski kitab ini ditulis dua mualif, tidak ada beda dalam penyajian dan teknik tafsir. Syaikh Jalaluddin al-Suyuthi mengikuti gaya penyajian sekaligus teknik Syaikh Jalaluddin al-Mahalli dalam menelaah ayat-ayat al-Quran. Di sana-sini, terdapat pembahasan gramatika, juga cara membaca jika ada diksi atau lafadz yang dibaca berbeda. Misalnya, pada ayat 36 surah al-Baqarah (02) ada lafadz فأزلّهما bisa juga dibaca فأزالهما. Pada saatnya, kita akan membahas hal ini secara terperinci.
Setiap dua minggu sekali kami akan menulis ringkasan pengajian Tafsir Jalalain yang saya bacakan per dua minggu di tempat tinggal kami. Pada dasarnya, Tafsir Jalalain ini kami jadikan bacaan, lalu kami refleksikan dalam kehidupan sehari-hari. Kadang kami jadikan bahan diskusi; satu-dua untuk merespons situasi terkini.
Tentu saja, sebagai perbandingan kami membaca berbagai referensi. Yang paling utama adalah Tafsir al-Misbah (Habib Quraish Shihab), Tafsir al-Shawi (Syaikh Ahmad al-Shawi al-Maliki), atau Tafsir al-Jamal ala al-Jalalain (Syaikh Sulaiman al-Umar al-Jamal). Dalam rangka memperkaya, kami juga membaca berbagai tafsir lain. Ini kami maksudkan untuk mendapatkan banyak ilustrasi dan demi mempermudah pemahaman kita terhadap makna-makna yang dijabarkan dalam al-Quran.
Karena itu, dalam tulisan-tulisan bertajuk Pengajian Tafsir Jalalain ini kami takkan mencantumkan terjemahan atas Tafsir Jalalain. Ini bukan terjemahan Tafsir Jalalain. Sebagaimana disebutkan di muka, kami menjadikan Tafsir Jalalain sebagai pintu masuk untuk lebih mengenali dan mengakrabi firman Allah. Karena itu, sifatnya, kami akan lebih mengetengahkan ringkasan tafsir pengarang terhadap satu atau dua ayat. Tak jarang juga kami akan memberikan pandangan mufasir lainnya yang terdapat dalam kitab-kitab sebagaimana disebutkan di atas.
Alhamdulillah, kami mendapatkan ijazah saat mengaji kitab ini dulu saat di pesantren Al-Hikmah, Benda, Sirampok, Brebes. Guru kami adalah Allahu yarhamhuma KH. Ali Asy’ari dan KH. Masruri Abdul Mughni. Pernah juga mengaji satu-dua ayat dalam Tafsir Jalalain ini kepada Ajengan H. Deden Thoha saat mengaji di Garut.
Dengan ini, bukan berarti kami paling paham. Kami hanya ingin meneruskan tradisi yang telah dirintis para guru kami dalam bidang dakwah dan pengajaran, bahwa kami harus menyampaikan apa yang pernah kami pelajari kepada khalayak luas. Tentu, ini juga dalam rangka belajar. Kami masih perlu banyak belajar. Karena itu, tegur sapa, nasihat, dan masukan akan sangat berarti.
Semoga ikhtiar kami ini mendapatkan rida-Nya, dan kami berdoa senantiasa setiap tindak tanduk kami dinaungi cahaya al-Quran yang memberi rasa kedamaian, memberi jalan keselamatan, dan kebahagiaan. Amin.
Pada tulisan selanjutnya kita akan memulai dengan tafsir surah al-Fatihah.