Ini cerita pengalaman saya sebagai muslim di Tiongkok. Tapi, sebelum ke sana saya ingin sedikit menarik garis sejarah sejak jalur sutra. Jalur ini memang sedah terkenal jaman dahulu sebagai jalur perdagangan baik antara Tiongkok, Arab dan Persia. Hal itu dikarenakan Xian adalah titik awal jalur sutra kuno 1000 tahun yang lalu dinasti Han Barat (206 SM-9M). Inilah sebagai dasar peradaban perdagangan modern. Orang-orang dari berbagai latar belakang pun berada di sini. Etnis dan agama pun melebur dan singgah di kota bernama Xian.
Sejumlah pedagang dan pelajar luar negeri dari berbagai negara pergi ke Xi’an untuk melakukan aktivitas perdagangan maupun belajar. Xi’an terletak di provinsi Shaanxi Tiongkok atau dalam Bahasa Indonesia diartikan kota abadi, Xi’an dikenal dengan salah satu kota kuno di Tiongkok selain Nanjing, Beijing. Dahulu kota Xi’an adalah salah satu kota pusat pemerimtahan di Tiongkok oleh 13 Dinasti
Kalau kita kita berkunjung ke Xian pasti inget film “The Mummy Tomb of The Dragon emperor” pada tahun 2008. Film tersebut menceritakan kaisar Qin Shihuang pada abad 246-208 SM. Kaisar Qin menyuruh abdinya untuk membangun patung prajurit mereka untuk melindungi di akhirat.
Patung tersebut di temukan oleh petani yang sedang mengali sumur menemukan sebuah patung prajurit pada tahun 1974 lebih dari sekitar 6000 patung prajurit,dalam kepercayaan dulu kaisar Qin dapat melindungi di alam baka.
Patung prajurit terakota itu dinyatakan sebagai situs warisan Dunia UNESCO pada tahun 1987. Qin shihuang lahir pada tahun 259 SM dia bertahta pada tahun 221 SM dinasti Qin digulingkan pada tahun 206 SM,tak lama kemudian dinasti Han bekuasa pada tahun 220 SM.
Kalau kita berkunjung ke Xian pasti nggak aneh lagi bertemu orang berpeci dan berkerudung. Hal itu karena Xian salah satu kota di Tiongkok populasi sekitar 1 juta penduduk yang bermayoritas sebagai pedagang. Hal ini tidak jauh dari hubungan dagang jalur sutra pada jaman dahulu, baik dengan Arab maupun Persia.
Salah satu bukti dari Agama Islam tumbuh di Xi’an adalah adanya Masjid Xian yang di bangun sekitar abad 6 M oleh suku Hui , Suku Hui adalah suku di Tiongkok yang memeluk Agama islam yang menyebar di seluruh Tiongkok, baik Ninxia, Hainan, Yunan dan Xian. Suku Hui sendiri hasil dari keturunan suku Han dan bangsa arab pada era dinasti tang pada abad ke-7.
Secara fisik suku Han dan Hui sama belaka. Yang membedakan adalah Han dan Hui adalah cara hidup mereka yang beragama islam atau tidak. Di sinilah kita bias ketika membedakan muslim suku Hui dan muslim suku Uygur di Tiongkok yang bercorak Asia tengah. Dengan adanya suku Hui tingal di kota Xian sejak abad 6 M tidak asing lagi dan mudah menemukan masjid di kota Xian.
Masjid tersebut selayaknya di Indonesia saat waktu sholat mengunakan pengeras suara untuk memangil para jamaah yang ingin menunaikan sholat. Ketika masuk usia sholat banyak suku Hui yang berpeci hitam selayaknya seperti peci yang dipakai para santri Indonesia.
Di dekat Masjid Xian terdapat “Muslim food Street” mereka suku Hui berjualan makanan seperti La mian, Malatang,Roujiamo, Sate dan semuanya halal. Di berbagai persimpangan jalan Beiyumen, Jalan guangji, Jalan Xiyangshi dan Jalan dapiyuan para pedagang menjajakan dagangnya. Hal Ini menjadi daya Tarik suasana budaya muslim di X’ian, kalua orang Indonesia menyebut seperti ampel di Surabaya.
Bentuk dari “Muslim Street” banyak bangunan asritektur kuno yang dipelihara dengan baik dan disambut dengan gerbang Hanguang dari dinasti Tang (618-907). Meskipun banyak orang menilai “Muslim Street” tempat yang indah bagi orang asing seperti kita orang Indonesia, akan tetapi bagi orang Hui tempat tersebut diangap sebagai jalan jualan makanan oleh penduduk setempat.
Faktanya jika kita main ke “Muslim Street” kita menemukan jalan yang tak berhujung yang menjajakan makanan, restoran,jualan kue, buah-buahan, sate tujuk bahkan permen yang semuanya bisa buat oleh-oleh pulang ke Indonesia.
Di sinilah bukti Islam masuk di kota Xian dengan jalur damai kita patut percaya bahwa islam adalah agama yang “Rahmatan lil ‘alamin” dan sesuai dengan Firman Allah “ Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh Alam.” (QS,Al Anbiya :107).