Pembubaran Jemaah Gereja bukan Semata Karena Regulasi, namun juga Ideologi

Pembubaran Jemaah Gereja bukan Semata Karena Regulasi, namun juga Ideologi

Mengingat Indonesia sebagai negara yang mengakomodir keberagaman, pembubaran jemaah gereja yang terjadi dalam sebulan terakhir ini rasanya sangat memalukan.

Pembubaran Jemaah Gereja bukan Semata Karena Regulasi, namun juga Ideologi
Gambar oleh tobasatu.com

Sejak Mei lalu, terjadi tiga pembubaran paksa ibadah umat Kristen di tiga kota. Yang pertama terjadi pada jemaah di Gereja Mawar Sharon (GMS) Binjai di kota Binjai, Sumatera Utara pada 19 Mei 2023. Kedua, Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gihon di Pekanbaru, Riau pada 19 Mei 2023. Ketiga, di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat pada 20 Mei 2023.

Mengingat Indonesia sebagai negara yang mengakomodir keberagaman, diskriminasi yang terjadi dalam sebulan terakhir ini rasanya sangat memalukan. Pelakunya tidak jauh-jauh dari mereka yang berpikiran sempit yang membawa nama Islam.

Dalam sejarah hidup Nabi Muhammad, umat Kristen punya peran penting. Bahkan ketika ditindas musuh-musuh Islam di Mekkah, umat Islam ditolong oleh seorang raja Kristen. Beberapa ayat Al-Qur’an menunjukkan kedekatan umat Islam dengan Kristen. Di mata Rasulullah, gereja adalah tempat ibadah yang harus dihormati.

Jadi kalau sekarang di negara kita masih ada pelarangan umat Kristen beribadah atau pelarangan gereja kemungkinan besar dilakukan oleh umat Islam yang pemahaman agamanya disusupi oleh ideologi kekerasan. Atau orang-orang yang ngaku beragama Islam, tapi terus menerus diasuh oleh kebencian. Parahnya, mereka dimobilisasi para pemuka agama yang juga beraliran konservatif.

Hak Warga Negara dan Sikap Abai Pemerintah (Daerah)

Pola diskriminasi hak beribadah umat Kristen ini berpola. Jemaah gereja terpaksa beribadah bukan di gereja karena gereja yang mereka hendak dirikan tidak mendapatkan persetujuan warga dan tidak mendapat izin pemerintah daerah setempat.

Mereka lalu beribadah di bangunan non-gereja karena beribadah adalah kewajiban bagi mereka. Tapi ketika mereka beribadah di bangunan non-gereja, mereka akan digeruduk oleh para oknum yang keberatan dengan dalih bangunan tersebut bukanlah tempat ibadah.

Hal ini masih terus akan terjadi jika pemerintah tidak tegas menghadapi mereka. Presiden Jokowi sudah berulang kali mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap hak umat untuk beribadah. Namun sampai sekarang jajaran pemerintah di bawahnya, terutama di daerah, tidak terlihat berani untuk bersikap tegas menghadapi kaum kolot ini.

Hal ini juga berkaitan dengan ketakutan beberapa pejabat daerah yang takut kehilangan suara dukungan untuk pemilihan mendatang jika mereka berpihak kepada mereka yang terdiskriminasi tersebut, yang notebene adalah minoritas.

Menteri Agama Bakal Permudah Izin Rumah Ibadah

Seperti yang sudah disinggung, rumah ibadah tampak menjadi isu krusial bagi umat Kristen di Indonesia. Karena itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat ini sedang menyusun peraturan mengenai izin pendirian rumah ibadah. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap penolakan yang sering terjadi dalam pembangunan rumah ibadah agama tertentu dan pembubaran paksa.

Menurut Yaqut, dikutip dari Detik, nantinya rumah ibadah akan dapat didirikan dengan hanya satu rekomendasi, yaitu rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag). Saat ini, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Mendagri Nomor 9 Tahun 2006, izin pembangunan rumah ibadah harus memperoleh rekomendasi dari Kemenag dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Yaqut mengakui bahwa banyaknya rekomendasi justru mempersulit pendirian rumah ibadah. Menurutnya, pendirian rumah ibadah bukanlah hal yang mudah karena melibatkan banyak pihak yang harus memberikan persetujuan. Keputusan tersebut bisa dilihat sebagai titik terang bagi kelangsungan pemenuhan hak warga di Indonesia.

Bukan Hanya Soal Regulasi

Meski demikian, Menag musti sadar bahwa isu ini bukan hanya soal peraturan tertulis. Umat Kristen di Binjai, misalnya, sudah mendapatkan surat rekomendasi dari Kementerian Agama dan FKUB untuk menggunakan bangunan yang sebenarnya bukan gereja untuk beribadah. Kemenag mengeluarkan rekomendasi pada Februari, sedangkan FKUB mengeluarkan rekomendasi pada April.

Jadi, jemaah gereja sudah memiliki dua rekomendasi seperti yang tercantum SKB Nomor 9 Tahun 2006. Bangunan yang direkomendasikan itu terdiri dari dua lantai. Di lantai pertama ada kedai bernama Kopi Teman. Jemaah gereja beribadah di lantai dua.

Ternyata itu dianggap tidak cukup oleh para pemrotes. Mereka tetap ngotot mengusir jemaah gereja meski sudah jelas mengantong rekomendasi sesuai regulasi. Bahkan, jikapun gereja sudah berdiri dan berizin lengkap, para umat Kristen terkadang was-was karena bisa saja tiba-tiba massa memprotes.

Praktik-praktik yang menciderai Pancasila ini harus segera diakhiri. Pemerintah, ulama, dan masyarakat harus bersatu melawan konservatisme beragama yang ditampilkan para “preman” berbaju agama. Realitas semacam ini mensyaratkan gotong royong dari semua lini. Cara paling mudah untuk mengikis diskriminasi ini adalah terus menyebar narasi perdamaian dan bersikap toleran di kehidupan sosial.