Pandemi Corona dan Fenomena Ngaji Online di Dunia Pesantren

Pandemi Corona dan Fenomena Ngaji Online di Dunia Pesantren

Pandemi ini menjadi pengingat kita semua tentang pentingnya pemanfaatan teknologi untuk kepentingan penyebaran kajian Islam yang otoritatif dan menyejukkan

Pandemi Corona dan Fenomena Ngaji Online di Dunia Pesantren

Berita terkait pandemi virus Corona (Covid-19) seakan-akan telah menjadi menu sehari-hari dalam kehidupan bermedia sosial kita. Memang, Covid-19 ini merupakan sebuah bencana yang sedang dirasakan kita semua bahkan hampir di seluruh dunia. Sekolah, kampus, dan perkantoran bahkan pusat perbelanjaan terpaksa tutup atau menerapkan pembelajaran daring dan WFH (Work From Home).

Tak luput dari dampak pandemi Corona, pesantren pun saat ini sudah mulai meliburkan santri-santrinya agar mengaji/belajar di rumah di bawah pengawasan orang tua. Tak sedikit pula pesantren yang menyediakan kebijakan untuk melaksanakan ngaji melalui media streaming seperti Youtube dan siaran langsung di Facebook.

Disadari atau tidak, Covid-19 memang menyebabkan berbagai macam dampak negatif. Banyak korban berjatuhan yang harus diisolasi dan bahkan tidak sedikit yang meninggal dunia. Namun, ada beberapa dampak positif yang muncul akibat Covid-19 terutama dalam dunia pesantren.

Pondok Pesantren yang notabene masih banyak bernuansa klasik (pondok salaf) dan belum terlalu aktif dalam pergulatan konten di media maya, kali ini mau tidak mau harus ikutan “turun gunung” untuk menyediakan konten ngaji yang diampu oleh pengasuh dan para ustadz agar bisa disampaikan ke santri-santrinya yang sedang berada di rumah. Kesadaran penggunaan teknologi untuk konten ngaji kali ini benar-benar tersampaikan. Saat ini mulai banyak bertebaran selebaran jadwal pengajian rutin yang dilaksanakan melalui live streaming berbagai macam platform media.

Pondok Pesantren Anwarul Huda (PPAH), Kota Malang, Jawa Timur, misalnya, karena para santri dipulangkan, maka penyelenggaraan pengajian rutin online selama bulan ramadhan disiarkan secara live streaming melalui Facebook selama 3 kali dalam sehari dengan 3 kajian kitab berbeda, yaitu Tafsir Jalalain, Nashoihul Ibad, dan As-Sulam.

Pengajian tersebut dilaksanakan ba’da Shubuh, ba’da Ashar, dan ba’da sholat Tarawih. Setiap pengajiannya diikuti tidak hanya oleh para santri PPAH sendiri, namun juga oleh masyarakat umum.

Selain itu, Pondok Pesantren Alhikmah 2, Benda, Brebes juga melaksanakan pengajian pasaran bulan Ramadhan secara daring, mengingat semua santri sudah diintruksikan untuk pulang. Pesantren dengan jumlah santri lebih dari 3000 santri ini memang rutin melaksanakan ngaji pasaran bulan Ramadhan dengan diikuti oleh seluruh santri. Namun, karena santri harus dipulangkan maka pengajian tersebut tetap dilaksanakan dengan cara online melalui berbagai media live streaming.

Masih ada banyak pesantren yang menerapkan ngaji online, bahkan pesantren yang sebelumnya belum pernah melakukannya kini juga ikut “berlatih” untuk membuat media ngaji menggunakan teknologi. Hal ini memicu bertambahnya konten kajian islam yang berangkat dari wadah pesantren salaf.

Berbeda dengan masa-masa sebelumnya yang mungkin konten kajian Islam hanya dari kalangan milenial hijrah kekinian dan ustadz kondang di media sosial, kali ini banyak konten pengajian yang berasal dari santri, ustadz, bahkan kiai dan ulama yang “turun gunung” ikut mengisi jagad media sosial. Praktis, hal ini membuat kaum milenial tidak terpaku kepada beberapa ustadz kondang di media yang mungkin belum jelas nasab dan kapasitas ilmunya.

Fenomena terlibatnya para kiai dan ulama dalam mengisi konten di media tentu saja menjadikan opsi pemilihan media belajar kajian Islam menjadi lebih fleksibel dan memilih sumber yang jelas kapasitas dan nasab ilmunya. Ini menjadi penting karena dalam Islam sendiri, khususnya manhaj Alhussunnah wal Jama’ah, sangat menjunjung tinggi kapasitas dan nasab ilmu yang dibawakan oleh gurunya. Jadi, kita seyogianya tidak asal “ngaji” yang justru beresiko menanamkan kesalah fahaman ilmu yang ditangkap oleh jamaah.

Konten pengajian yang disiarkan secara langsung, memang bisa dengan mudah disimpan dan bisa dibuka kembali namun masih dalam bentuk utuh pengajian berjam-jam. Selanjutnya, agar bisa lebih nyaman disampaikan ke kaum milenial, mungkin bisa di sesuaikan menjadi beberapa konten media sosial yang lebih singkat dan langsung mengena ke inti / pokok pembahasan dan tetap mempertahankan esensi asli dari apa yang disampaikan dan bahkan bisa ditambahkan dengan bumbu videografi yang menggambarkan apa yang sedang disampaikan Kyai / Ulama tersebut, agar lebih ringkas dan menarik.

Akhirnya, sekali lagi, pandemi Covid-19 ini memang menjadi perantara untuk mengingatkan kita semua tentang pentingnya pemanfaatan teknologi untuk kepentingan penyebaran kajian Islam yang otoritatif dan menyejukkan. Apalagi yang namanya media, hanya sekali unggah saja, konten pengajian itu dapat diakses terus menerus kapan saja dan di mana saja, asalkan ada perangkat dan internetnya, sehingga bisa menjadi “arsip abadi” seorang kiai dan ulama, serta kajian ilmu yang mereka ajarkan.

BACA JUGA Berkah Pandemi di Bulan Suci bagi Umat Muslim Indonesia Atau Artikel-artikel Menarik Lainnya di Sini