Hidup dan mati seseorang telah ditentukan oleh Allah SWT. Apabila seseorang menentukan kematian sendiri, maka ia telah menyalahi ketentuan Allah SWT. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis di bawah ini pada masa umat terdahulu ada umat yang tidak tahan dengan penyakit yang dialaminya, sehingga dia bunuh diri. Al-Hasan menceritakan:
إِنَّ رَجُلًا مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ خَرَجَتْ بِهِ قُرْحَةٌ فَلَمَّا آذَتْهُ انْتَزَعَ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِهِ فَنَكَأَهَا فَلَمْ يَرْقَأْ الدَّمُ حَتَّى مَاتَ قَالَ رَبُّكُمْ قَدْ حَرَّمْتُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَهُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَالَ إِي وَاللَّهِ لَقَدْ حَدَّثَنِي بِهَذَا الْحَدِيثِ جُنْدَبٌ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ.
Artinya:
“Sungguh, ada seorang laki-laki sebelum kalian mengeluarkan nanah, dan ketika nanah itu membuatnya menderita maka dia melapaskan anak panah dari tempatnya, lalu dia mengulitinya hingga darah mengalir tanpa henti hingga dia meninggal. Rabb kalian berfirman, ‘Aku telah mengharamkan surga atasnya.’ Kemudian al-Hasan menengadahkan tangannya ke arah masjid seraya berkata, ‘Demi Allah, Jundub telah menceritakan hadits ini kepada kami dari Rasulullah ﷺ di masjid ini (Bashrah).” (HR: Muslim)
Dalam hadis ini kita dapat mengambil pelajaran, yaitu peringatan keras untuk tidak melakukan bunuh diri, dan larangan keras untuk mencela orang muslim. Dikatakan dalam kitab al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bahwa tidak ada pertentangan bagi orang yang mencela sesama muslim, baik ia masih hidup maupun sudah meninggal, kecuali kita sudah tahu dari nash bahwa ia termasuk orang yang patut dicela, seperti Abu Jahal dan Abu lahab, atau mencela sekelompok orang yang memang tertera di dalam nash seperti perkataan ‘semoga Allah melaknat orang kafir, yahudi, dan nasrani’.
Adapun matan hadis tersebut memiliki beberapa kemungkinan, karena tidak ada redaksi bahwa dia telah membunuh dirinya sendiri. Menurut al-Qadhi, hal tersebut mustahil diharamkan baginya untuk masuk surga, atau kemungkinan dia akan diperlama hisabnya atau dia diperbolehkan masuk surga setelah al-Sabiquun (orang-orang yang pertama masuk) dan al-Abrar (orang-orang shaleh) atau dia tertahan menuju al-A’raf (tempat tertinggi).
Sedangkan menurut Imam Nawawi, kemungkinan syariat pada zaman tersebut ialah, dihukumi kafir bagi orang yang melakukan dosa besar, dan juga kemungkinan orang tersebut menguliti kulitnya dengan sengaja untuk mempercepat kematian, atau melakukan sesuatu yang memang tidak akan mendatangkan maslahat, karena jika memang hal tersebut dilakukan untuk pengobatan maka tidak mungkin diharamkan baginya.
[One Day One Hadis program dari Pesantren Ilmu Hadis Darus-Sunnah yang didirikan Almarhum Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. Pesantren Darus-Sunnah saat ini dalam tahap pengembangan dan pembangunan, bagi yang mau berdonasi silahkan klik link ini]