Membicarakan takdir tidak ada habis dan ujungnya. Ada banyak juga pertanyaan terkait takdir yang belum dipecahkan. Ini wajar karena kemampuan manusia terbatas, sementara takdir hanyalah Tuhan yang mengetahui. Karena takdir rahasia tuhan, alangkah baiknya kita fokus pada usaha untuk mencapai hasil yang terbaik, ketimbang membahas takdir yang tak ada ujungnya, apalagi kalau sampai memicu perpecahan. Sebab itu, Rasulullah menasehati para sahabat untuk tidak mempermasalahkan takdir jika menimbulkan pertikaian.
Abu Hurairah meriwayatkan:
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَتَنَازَعُ فِي الْقَدَرِ فَغَضِبَ حَتَّى احْمَرَّ وَجْهُهُ حَتَّى كَأَنَّمَا فُقِئَ فِي وَجْنَتَيْهِ الرُّمَّانُ فَقَالَ أَبِهَذَا أُمِرْتُمْ أَمْ بِهَذَا أُرْسِلْتُ إِلَيْكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حِينَ تَنَازَعُوا فِي هَذَا الْأَمْرِ عَزَمْتُ عَلَيْكُمْ أَلَّا تَتَنَازَعُوا فِيهِ مِنْ مَجْلِسِهِ
Artinya :
“Rasulullah SAW keluar menemui kami sementara kami sedang berselisih dalam masalah takdir, kemudian beliau marah hingga wajahnya menjadi merah sampai seakan-akan pipinya seperti buah delima yang dibelah, lalu beliau bertanya, ‘Apakah kalian diperintahkan seperti ini atau apakah aku diutus kepada kalian untuk masalah ini? Sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian adalah lantaran perselisihan mereka dalam perkara ini. Karena itu, aku tekankan pada kalian untuk tidak berselisih dalam masalah ini.’” (HR: Al-Tirmidzi)
Dalam kitab Tuhfah al-Ahwadzi, hadis di atas digambarkan bahwa para sahabat sedang memperbincangkan masalah takdir seperti perkataan “jika semua sudah ditakdirkan, lalu apa gunanya pahala dan dosa?” seperti halnya yang diucapkan golongan Mu’tazilah. Sebagian yang lain membahas tentang hikmah dari sebagian manusia yang masuk ke neraka dan sebagian yang lain masuk ke surga.
Sebagian yang lain dari mereka berpendapat bahwa nantinya manusia itu memiliki pilihan dan usaha, yang lain menimpali “lalu siapa yang bisa membuat pilihan dan usaha tersebut?”, seketika wajah Rasulullah SAW pun memerah karena mendengar pertikaian tersebut.
Apa pun yang terjadi di dunia dan yang menimpa diri manusia pasti telah digariskan oleh Allah Yang Mahakuasa dan Yang Mahabijaksana. Dan takdir merupakan rahasia Allah, sehingga tidak boleh bagi kita untuk mengorek rahasianya dan tidak mengimani layaknya golongan Jabariyah dan Qadariyyah.
Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala, seorang mukmin seharusnya tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah Ta’ala kepadanya. Ia juga harus selalu bersyukur apabila kenikmatan demi kenikmatan berada dalam genggamannya.
[One Day One Hadis program dari Pesantren Ilmu Hadis Darus-Sunnah yang didirikan Almarhum Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. Pesantren Darus-Sunnah saat ini dalam tahap pengembangan dan pembangunan, bagi yang mau berdonasi silahkan klik link ini]