Dunia Islam telah kehilangan Fuat Sezgin, guru besar kenamaan asal Turki yang memiliki perhatian sangat besar dalam dunia manuskrip. Ia wafat pada hari ini, Sabtu, 30 Juni 2018. Saya belum mendapatkan informasi yang valid di mana penulis “Tarikh Turats al-Arabi” ini menghembuskan nafas terakhirnya. Hanya saja, di beberapa akun twitter dikabarkan bahwa besok selepas salat Zuhur ia akan disalatkan di Masjid Sulaimaniyyah, Istanbul Turki.
Di Indonesia sendiri, nama Sezgin sebagai sarjana muslim masih belum banyak dikenal secara luas. Ia tidak seperti Hasan Hanafi, Arkoun, Al-Jabri, maupun Jaser Audah yang cukup kesohor, misalnya. Sejauh pengamatan saya, tulisan-tulisan tentang Sezgin masih sangat sedikit -untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali. Padahal bila dilihat dari sumbangsihnya terhadap dunia keilmuan sangat luar biasa.
Awal perjumpaan saya dengan sarjana muslim asal Turki yang mengelana ke Jerman dan menjadi murid orientalis kenamaan, Carl Brockelmann, ini adalah saat melakukan riset kecil-kecilan mengenai sejarah pembukuan kitab hadis. Kamarudin Amin dalam bukunya berjudul “Metode Kritik Hadis” memberikan petunjuk awal bahwa selain Mustafa Azami, ada beberapa sarjana muslim yang melakukan “pembelaan” terhadap kritik orientalis mengenai sejarah kodifikasi hadis. Salah satunya adalah Fuat Sezgin.
Perhatiannya terhadap dunia keilmuan Islam, terutama di bidang manuskrip, sangat luar biasa. Salah satu kesan yang ia katakan berulang kali ihwal pemahaman dan perhatian umat Islam terhadap peradabannya sendiri adalah, “memberikan pemahaman kepada umat Islam mengenai keagungan peradaban Islam jauh lebih susah ketimbang menjelaskannya kepada umat di luar Islam (baca: Barat)”. Bahkan salah satu muridnya, Muhammad Rasyid, pernah berbagi pengalaman saat mendaftar menjadi muridnya. Saat itu Sezgin mensyaratkan harus membagi waktunya untuk belajar selama enam belas jam dalam sehari sebagai syarat mutlak menjadi muridnya di “pesantrennya”.
Fuat Sezgin dilahirkan pada tanggal 24 Oktober 1924 M. Pendiri atau pelopor sejarah ilmu Arab dan Islam ini juga merupakan pendiri dan direktur di Pusat Studi Sejarah Ilmu-Ilmu Arab dan ke-Islaman di Universitas Johan Wolfgang di Frankfurt Jerman. Ia dilahirkan di kota Bitlis Turki. Sebuah kota dimana ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya. Pada mulanya ia berniat untuk belajar di University of Technology. Hanya saja salah satu kerabatnya justru membawanya ke seorang Orientalis bernama Helmut Ritter yang mengajar di sana sejak tahun 1926. Ia adalah salah seorang yang mendirikan “seri publikasi ilmu-ilmu keislaman” dari khazanah turats Arab klasik. Ritter membujuk Sezgin untuk mempelajari sejarah khazanah Arab-Islam serta matematika dengan harapan memenuhi hasrat ilmiahnya. (lebih lengkap mengenai sekilas biografi Sezgin bisa dibaca di sini (Fuad Sezgin dalam sejarah penulisan arab klasik )
Kontribusi Fuat Sezgin dalam Bidang Manuskrip
Tak bisa dipungkiri bahwa salah satu karya Sezgin yang paling fenomenal adalah “geschichte des arabischen schrifttums” yang kemudian dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab dengan judul “Tarikh at-Turats al-Arabi”. Karya dengan ketebalan sepuluh jilid ini ditulis di bawah bimbingan gurunya, Carl Brockelmann.
Tarikh al-Adab al-Arabi ini berisi tentang penjelasan sarjana-sarjana muslim multidisipliner yang merentang sejak abad pertama Hijriyah hingga abad keempat. Dalam bahasa hiperboliknya, siapa pun sarjana muslim yang pernah menulis karya dalam rentangan abad tersebut, tercatat dalam karya Sezgin ini. Oleh karenanya, buku ini menjadi semacam “pintu masuk” dalam kajian-kajian keislaman masa awal.
Pada mulanya, sebagaimana diakui sendiri oleh Fuat Sezgin sendiri dalam pengantar pertamanya di dalam “tarikh at-turats al-arabi”, sezgin berniat untuk melanjutkan penelitian Karl Brockelmann dalam tarikh at-turats al-arabi dengan menggunakan sumber manuskrip yang ada di perpustakaan Istanbul Turki. Kemudian ia mengubah pendiriannya dengan melakukan penelitian yang lebih mendalam dan mengelilingi perpustakaan di berbagai belahan dunia.
Ia memulai membuktikannya dengan menerbitkan jilid pertama karyanya. Dengan menggunakan kajian bibliografi, ia melanjutkan jilid pertamanya dengan menulis sejarah ilmu-ilmu keislaman yang ditulis dalam bahasa Arab dengan tidak hanya menggunakan manuskrip sebagai sumbernya melainkan juga karya-karya yang sudah dicetak.
Dunia literasi Islam tentu sangat kehilangan sosok yang memilih menghabiskan usianya untuk mengunjungi perpustakaan-perpustakaan dunia ini. Sang guru besar telah tiada. Namun gagasan-gagasan dan karya-karyanya tidak dikuburkan bersama jasadnya. Salah satu pekerjaan besar bagi generasi selanjutnya adalah melanjutkan apa yang telah dituliskannya dalam Tarikh turats al-Arabi-nya. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa penelitiannya dibatasi dari abad pertama hingga abad keempat Hijriyah. Artinya, masih terentang panjang naskah-naskah yang belum dijamahnya.
Selamat jalan, Profesor. Semoga engkau dikumpulkan bersama Nabi dan sarjana-sarjana muslim yang karyanya engkau “kencani” di sepanjang hayatmu. Ila Fuat Sezgin, Lahul fatihah..